Heningnya malam membuat kerinduan ini muncul, empat tahun menetap di sebuah tempat yang asing, namun pada akhirnya selalu melekat di hati. Tempat yang tentu selalu dirindukan para alumninya. Solidaritas sangat dijunjung tinggi, membuat siapapun betah jika menjalin pertemanan disana. Saya merupakan alumni suatu pesantren terkenal di Jawa Tengah. Banyak hal tak terduga yang belum pernah saya temui sebelumnya. Salah satunya adalah kaum “pelangi”. Disebut kaum pelangi karena bendera pelangi merupakan simbol dari gerakan LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender). Bendera pelangi sering kali dibawa pada pawai pawai hak asasi LGBT. Bendera tersebut bermula di California Utara, tetapi sekarang digunakan di seluruh dunia. Namun yang saya maksud kaum pelangi lebih merujuk kepada penyuka sesama jenis.
Sebelumnya saya akan menjelaskan bahwa pesantren saya adalah pesantren salaf berbasis modern. Sekolahnya satu yayasan dengan pesantren, dari mulai Taman Kanak kanak sampai Madrasah Aliyah. Santri putra mulai sekolah dari pagi sampai siang sedangkan santri putri mulai sekolah dari siang sampai sore dengan ruang kelas yang sama yang digunakan oleh santri putra di pagi hari, karena terbatasnya lahan dan pemisahan antara santri putra dan santri putri maka ruang kelas digunakan secara bergantian. Di pagi hari saat santri putra sedang sekolah, santri putri diperbolehkan keluar seperti ke wartel untuk menelepon atau ke koperasi. Begitupun sebaliknya, jika sore hari santri putra diperbolehkan keluar seperti santri putri pada saat pagi hari.
Bisa dikatakan tidak ada celah untuk bertemu antara lawan jenis. Hal ini bisa menjadi solusi sekaligus masalah secara bersamaan. Solusi agar para santri terhindar dari pergaulan bebas, dan masalah baru yang timbul di lingkungan pesantren, yaitu munculnya kaum pelangi. Munculnya kaum pelangi merupakan suatu masalah yang besar karena merupakan penyimpangan seksual dan jika dibiarkan dapat berdampak buruk bagi korbannya. Kebanyakan teman saya yang menjadi korban kaum pelangi adalah santri yang dari SMP sampai SMA bersekolah di tempat tersebut atau sering disebut santri tulen. Sebutan bagi hubungan mereka adalah kakak adik, biasanya hubungan itu terjalin antara kakak kelas dan adik kelas. Awalnya hanya sekedar pengagum atau fans karena kelebihan dari salah satu pihak seperti kagum dengan kecantikannya, dengan popularitasnya dan lain lain. Sampai akhirnya menjadi kakak
adik. Dalam hubungan kakak adik biasanya melakukan hal hal seperti surat menyurat yang berisi semangat dengan kata kata manis, memberi surprise, menjenguk ketika ada yang sakit, saling memberi makanan dan tingkat paling parahnya adalah saling cemburu ketika salah satu pihak dekat dengan orang lain.
Pihak pengurus serta coordinator kamar juga andil dalam permasalahan ini dengan dibuatnya peraturan dilarang keras kakak adikan, namun masih banyak anak yang sembunyi sembunyi menjalin hubungan kakak adik. Adapun sanksi untuk santri yang melanggar adalah disidang dan dipermalukan. Pengurus hanya dapat memfasilitasi dengan adanya peraturan tersebut, karena sejatinya kemauan berubah itu ada dalam diri masing masing. Hal ini bisa dihindari dengan memperkuat ibadah, menyibukan diri dengan aktivitas yang lebih positif, dan sesekali diadakannya event atau acara yang melibatkan antar lawan jenis dengan tujuan agar hormon pada masa remaja tersalurkan dengan benar.
Nuzula afifah lahir di Cilacap, 18 April 2002. Menjadi mahasiswa di UIN SAIZU Purwokerto. Mempunyai hobi mendengarkan musik, dan jalan jalan. Penyuka kucing dan warna kuning. Find me on instagram @nzlafifah, atau gmail nuzulaafifah@gmail.com
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313