Tanggal 05/01/2022, pukul 20.42 wib, saya dihubungi Mbak Putri dari pihak Falcon. Beliau memberitahu, novel saya yang berjudul Gunting, yang saat ini berada di Kwikku akan dialihrupakan menjadi film. Saya gembira karena kesempatan novel saya akan difilmkan ada di depan mata. Puji syukur kepada Tuhan atas berkah yang besar ini.
Sesungguhnya cerita Gunting adalah fiktif belaka, terlebih yang jadi tokoh barber adalah perempuan. Meski begitu, perjalanan hidup sang tokoh memang tak lepas dari perjalanan hidup saya yang memang seorang barber 26 tahun lamanya.
Saya perhatikan banyak profesi sudah diangkat dalam cerita, seperti guru, pelukis, dokter, penulis, peneliti, barista dsb, tapi tokoh barber masih jarang. Atas pemikiran itu saya menghadirkan tokoh barber, yang dalam kenyataannya hampir di seluruh wilayah Indonesia ada kios Barbershop. Bahkan belakangan barbershop seperti menjadi fenomena. Saya pikir hadirnya tokoh barber bisa mewakili keberadaan mereka.
Peristiwa gembira malam itu membuat saya tidak bisa tidur, banyak hal yang ada di benak saya, dan salah satu hal itu tentang ingatan saya atas kisah yang terjadi tahun 1996, ketika pertama kali ibu saya tahu bahwa saya, yang usai dibiayai dengan pontang-panting untuk menjadi sarjana, hanya jadi tukang cukur di perantauan. Waktu itu, tanpa memberitahu lebih dulu, ibu mendatangi saya di perantauan. Ibu muncul di depan saya, ketika saya sedang menghitung uang receh hasil memotong rambut hari itu. Kuperhatikan ibu terkejut, mungkin ada rasa sedihnya juga.
Setelah kupersilakan duduk dan istirahat sejenak, ibu berkata: “Kalau kamu mau, ibu bisa bilang kepada Oohmu (paman/adik ibu yang kerja di Pertamina), agar kamu bisa kerja.”
Mendengar itu saya tersenyum, lantas bilang kepada ibu, “Aku ingin tanya satu hal, apakah Ibu malu punya anak aku yang seperti ini?” Usai aku bertanya, kulihat mata itu berkaca-kaca, (mungkin saya juga, saya tidak begitu menyadarinya), dan tak lama kemudian ibu menjawab tegas. “Tidak.”
Seketika senyum saya melebar, lalu saya bilang: “Jawaban Ibu itu sudah cukup bagiku, dan aku tak ingin yang lain.” Setelah itu ibu tersenyum dan saya langsung membelikan ibu mie dokdok di samping kios cukur saya.
Ibu menerima keadaan saya dengan lapang dada, bahkan pada saat menjelang meninggalnya, ibu berpesan: “Apa pun yang terjadi, jika kamu masih bisa menjalani, jangan kamu tinggalkan usaha cukurmu itu.” Waktu itu saya hanya diam, namun bibir saya tersenyum, sembari membatin: Terima kasih Ibu, engkau sungguh ibu yang baik
Selain kepada Tuhan, dan Ibu, terima kasih saya kepada Mbak Putri, dan pihak Falcon atas kesempatan berharga ini. Terima kasih kepada sahabat, dan kerabat. Terima kasih kepada teman di Kamar Kata. Terima kasih kepada Anti, Yos dan Yuan, keluarga kecil saya. Semoga proses pembuatan film Gunting berjalan dengan lancar. Amin #film #gunting #kwikku #falcon #noveldifilmkan #yuditeha #barber
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313