Cerpen Fileski
[Pernah dimuat KORAN MERAPI 18 Februari 2024]
“Paket.” suara kurir terdengar dari luar pintu, mengirim paket pesanan istrinya.
“Bu, ada paket.” pak Adi memanggil istrinya.
“Taruh di atas mobil saja pak.” jawab bu Adi dari dalam kamarnya.
Tukang paket pun tancap gas setelah meletakkan barang itu di atas mobil, terdengar suara mesin motor yang semakin menjauh. Keluar dari kamar, wajah bu Adi sumringah. Dengan segera ia membuka paket pesanannya itu. Sebuah baju berwarna pink. Langsung ia tempelkan badannya, sambil senyum-senyum di depan kaca.
“Baju lagi, baju lagi. Sudah berapa banyak bajumu bu? Yang kemarin saja belum kamu pakai, ini sudah beli lagi” respon pak Adi melihat istrinya yang kegirangan mendapatkan baju baru.
“Apa sih sewot amat. Eh pak, perempuan itu ya sukanya belanja, kalau tidak beli baju, ya beli perhiasan. Lagi pula kalau uang suami tidak dipakai buat belanja istri, bisa-bisa dikasihkan perempuan lain buat belanja juga toh.”
Malas berdebat dengan istrinya, pak Adi melengos pergi. Benar apa kata orang, wanita punya dua mulut, tidak mungkin bisa menang adu mulut dengan wanita.
Pak Adi teringat dengan sebuah tema yang dibahas ketika pengajian. Kenapa dalam kitab tertulis, kelak lelaki yang masuk surga mendapatkan ganjaran berupa bidadari yang sangat cantik. Sedangkan perempuan tidak disebutkan mendapatkan bidadara. Justru perempuan mendapatkan imbalan berupa perhiasan.
Teringat hal itu, pak Adi pun paham. Di pikiran istrinya hanya ada perhiasan dan perhiasan. Sedangkan lelaki, termasuk dirinya dan para lelaki lainnya, membutuhkan belaian kasih sayang seorang perempuan. Apalagi kalau secantik bidadari, dengan tutur kata yang lembut, pandai memanjakan suami.
“Ah, mana ada perempuan seperti itu di dunia, pantas saja Tuhan memberikan iming-iming seperti itu di surga, untuk kaum Adam.” terhenyak dari lamunannya.
Menghindari cekcok dengan istrinya di rumah, pak Adi keluar rumah, menuju rumah gurunya. Gus Ridwan namanya, tak jauh dari rumahnya. Kira-kira 500 meter, ia sampai di rumah sang Gus.
Kebetulan saja Gus Ridwan tidak ada pengajian di luar. Biasanya ia diundang kesana kemari, di berbagai tempat. Bahkan sering kali di luar kota, hingga luar pulau. Memang Gus yang satu ini sering viral karena diam-diam para muridnya sering merekam ketika ia sedang tausiah.
Pak Adi dan Gus Ridwan adalah sahabat lama, meski dari sisi spiritualitas dan kebijaksanaan terlihat jauh berbeda. Tak jarang jika ada masalah keluarga, pak Adi meminta pendapat Gus Ridwan. Kali ini ia menanyakan tentang perihal, kenapa wanita suka sekali berbelanja. Ia mendatangi gus Ridwan untuk memperdalam pemahamannya.
“Gus, kenapa istri saya suka sekali belanja, sering menghabiskan uang bukan karena kebutuhan, tapi karena kepengenan, itu kan boros Gus?” tanya pak Adi.
“Ya memang begitu lah kodrat wanita, pernikahan itu ibadah, tidak ada ibadah yang mudah. Njenengan sabar saja, insyaallah diberi kemudahan”
“Solusinya bagaimana Gus, setidaknya agar bisa menabung untuk masa depan, tidak dihambur-hamburkan buat kesenangan saja. Dia memang bekerja, tapi gaji nya sendiri tidak cukup untuk gaya hidupnya.” lumayan stres ia bercerita tentang istrinya.
“Ya tugasmu sebagai imam dalam rumah tangga, harus bisa membina, sesekali harus keras, jangan selalu mengalah. Yang penting tidak pakai kekerasan fisik, tidak ada ceritanya lelaki bisa cerai karena istrinya dinasehati untuk kebaikannya”
“Oh begitu ya gus, mungkin benar selama ini saya terlalu lembek sebagai laki-laki”
“Terus begini, di otaknya wanita itu, cuma ada perhiasan dan perhiasan. Bahkan kamu sendiri dianggap perhiasan”
“Maksudnya gus?”
“Istrimu sering memaksa untuk upload foto kalian berdua di status medsos?”
“Betul gus”
“Misal ketika kamu dan istri sedang jalan-jalan di pantai, atau liburan kemana gitu, pasti para istri jaman sekarang suka upload status kemesraan bersama suaminya. Walaupun mungkin banyak hutang cicilan di bank, bikin pusing. Yang penting bisa pamer liburan, pamer kemesraan.”
“Hehehehe, betul gus”
“Jangan bangga dulu, kamu anggap itu sebagai tanda istrimu sangat sayang kamu? Salah, sebenarnya para suami itu hanya sebagai properti.”
“Kok properti, belum paham saya, jelaskan gus”
“Ya sesuai yang tertulis dalam kitab, wanita itu sangat menyukai perhiasan. Bukan hanya berupa barang, tapi suaminya pun dijadikan perhiasan. Sehingga wanita sangat suka pamer-pamer suami di media sosial.”
“Oh begitu, pantesan. Saya paham gus”
“Apalagi kalau karirmu sukses, sering diundang jadi pembicara di suatu acara misalnya. Istrimu pasti sangat bangga untuk sering-sering unggah fotomu di medsosnya. Itu menunjukkan propertinya sangat berharga dan pantas dibanggakan”
“Iya gus, istri saya rajin banget upload foto-foto saya, bahkan saya saja kalah rajin sama dia”
“Tapi juga berlaku sebaliknya. Kenapa wanita sangat kecewa jika mengetahui suaminya selingkuh. Masih mending kalau yang tau dia sendiri, ia pasti akan merahasiakan perihal suaminya yang selingkuh itu. Namun seringkali kasus selingkuh itu diketahui sang istri dari orang lain yang memberikan informasi. Betapa hancur hati seorang istri ketika banyak orang yang tahu tentang suaminya yang selingkuh, karena perhiasan yang selama ini ia bangga-banggakan ternyata sudah direbut orang lain.”
Pak Adi merenung, mendengar penjelasan gus Ridwan, angannya melayang membayangkan sesuatu. “Tapi Gus, misalnya seperti njenengan itu. Punya dua istri, kok bisa menjalani? nah itu rahasianya apa gus, bagi-bagi ilmunya siapa tau saya bisa aplikasikan, hehehe.”
“Bisa saja sampyan. Kalau itu soal beda lagi, saya menikah lagi atas restu Nyai, istri pertama saya. Bahkan Nyai yang mencarikan dan memilihkan. Agar bisa meneruskan keturunan, ya yang namanya cobaan, hanya bisa ditempuh dengan ketabahan. Dihadapkan sebuah pilihan, menyelamatkan nyawa namun berakibat tidak bisa punya keturunan. Saya pun sudah ngomong ke Nyai, tidak apa-apa saya tidak punya keturunan. Namun Nyai sudah mantap dengan keputusan untuk mencarikan saya wanita yang bisa memberikan keturunan. Nyai yang memutuskan, Nyai pula yang mencarikan. Itu tidak merusak kebanggaannya pada saya. Berbeda dengan kasus perselingkuhan, dalam budaya masyarakat timur, itu masih menjadi aib yang sangat dibenci masyarakat.”
Pak Adi melamun, pikirannya melayang jauh ke awan.
“Ada pertanyaan lagi pak?” ia melamun, tidak menjawab. Gus Ridwan memukul pundaknya. Pak Adi terkejut sampai menendang secangkir kopi yang ia taruh di depan posisinya bersila.
“Wah saya cerita panjang lebar, malah ditinggal melamun. Kalau begitu saya ke belakang sebentar, sampeyan disini saja dulu, nanti saya kesini lagi.” Pergi ke belakang sambil menyuruh rewangnya untuk membereskan secangkir kopi yang tumpah.
Ia sandarkan punggung di tembok. Padahal obrolan dengan Gus Ridwan tadi sambil santai dan penuh gurauan. Tapi terasa berat di kepalanya, ia teringat kejadian. Ada satu hal yang tidak diketahui istrinya. Ia jatuh hati pada seorang wanita di kantornya. Wanita yang penuh kelembutan dan keramahan. Padahal menurut para lelaki lain, wanita itu sulit diajak bercanda, terkesan dingin pada lelaki. Justru itu yang pak Adi suka, wanita yang tidak suka mengumbar keramahan ke banyak lelaki.
Sebatas jatuh hati, karena pak Adi tak ingin merusak perasaannya yang suci dengan permasalahan. Banyak teman-temannya yang keluarganya hancur berantakan karena kasus perselingkuhan. Itu yang ia takutkan. Belum tentu cerai dengan pasangan kita yang sekarang, bisa menjamin lebih bahagia dengan yang baru. Yang namanya rumah tangga selalu ada percekcokan. Tidak ada rumah tangga yang sempurna. Betul kata Gus Ridwan, bahwa pernikahan itu ibadah, yang namanya ibadah pasti tidak mudah. Pasti penuh ujian kesabaran.
Meskipun gus Ridwan menikah lagi atas persetujuan istri pertama. Tetap saja wanita tak bisa terlepas dari rasa cemburu. Itu sebabnya kedua istrinya ditempatkan di rumah yang berbeda. Dan untungnya kedua istrinya itu tidak maniak medsos, tidak suka posting kemesraan, bahasa jawanya tidak suka pamer bojo. Pasti bakal stres berat gus Ridwan kalau punya dua istri yang suka pamer properti. Lha aku saja hanya punya satu istri, sudah pusing tujuh keliling semacam ini. Kalau aku punya dua istri model begini, setiap hari pasti ribut terus perang status, saling pamer kemesraan. Istri pertama ngajak foto mesra di pantai. Istri kedua besoknya ngajak foto mesra di villa pegunungan.
“Intinya aku sudah mengerti, lelaki hanyalah properti bagi wanita. Semangat kerja keras, cari nafkah untuk keluarga. Pernikahan adalah ibadah, harus dijalani dengan penuh tabah. Semoga amal kebaikan dari hasil kesabaran bisa mengantarku ke surga menemui bidadari sang wanita idaman.” dalam hati ia menarik satu kesimpulan.
Gus Ridwan masuk ke ruang tamu, setelah menyelesaikan urusan “Gimana pak, ada pertanyaan lagi? kalau bisa yang jawabannya tidak terlalu panjang, soalnya saya mau berangkat mengisi pengajian di Jogokaryan. Misal jawabannya bakal panjang, bisa ke sini lagi lain waktu untuk disambung lagi”
“Insyaallah saya sudah paham dan lerem ati. Satu pertanyaan lagi. Gus, ganjaran yang diterima lelaki ketika kelak masuk surga kan berupa bidadari. Boleh apa tidak kalau misalnya memilih bidadarinya itu wanita yang ketika di dunia sudah jadi istrinya orang lain?”
“Wah bakal panjang ini jawaban” Gus Ridwan menggeleng kepala, heran dengan pertanyaan yang dilontarkan. (*)
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313