GELEGAK
Asap pekat yang bergantung arah angin
selalu menyisakan rasa sesak menusuk dada
para pencari belerang
Keringat terus mengalir di sekujur tubuh
seperti geliat kehidupan yang tak berakhir
Jalur pendakian perlahan mulai terang tanah
tak menyurutkan langkah berpijak pada sisa guguran lava
siap membenamkan diri ke kawah yang menggelegak.
Aku memunguti remah-remah belerang
yang tercecer di jalan setapak
seperti memunguti kekayaan alam berlimpah
dihasilkan dari gelegak kawah
Tercium asap berbau tak sedap seperti
terasa bau pergulatan hidup mempertaruhkan nyawa
sebab melakoni pekerjaan yang sangat berbahaya.
Engkau menyapaku dengan bahasa sederhana
namun sorot matamu menampakkan rasa lelah
Di bibir kawah Ijen jati diriku telah remuk dibenturkan
karena kehidupan yang keras para pencari belerang
telah menampar nuraniku yang sekadar hanya
ingin menyaksikan keindahan api biru.
Dalam perjalanan kembali menuju pos Patulding
kulihat remah-remah belerang di sepanjang jalan
seperti guratan emas yang terus menghidupi. Entah nanti.
Yogyakarta, 16 Februari 2022
Bambang Widiatmoko, penyair berasal dari Yogyakarta. Kumpulan puisinya al, Mubeng Beteng (2020); Kirab (2021). Sajaknya tergabung dalam puluhan antologi bersama al. Kartini Menurut Saya (2021); Kebaya Bordir untuk Umayah (2021); Mata Air - Air Mata (2021); Manuskrip Bintoro (2021); Luka Manakarra (2022); Tarian Laut (2022). Ikut menulis di bunga rampai al. Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (ATL., 2021); Esai dan Kritik Sastra NTT (KKK, 2021); Mencecap Tanda Mendedah Makna (FIB UI, 2021); Sastra, Pariwisata, Lokalitas (HISKI Bali, 2021).
fb bambangwidiatmoko WA 082112507979
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313