005

header ads

[RMD] Ucap Lagi Janji Itu | Ambar Setyawati

 

 Ucap Lagi Janji Itu | Ambar Setyawati

 

Janji hati di satu Ramadhan berteriak bising liar merambati denyut nadi  kala cahaya pertama Ramadhan datang menyerbu

Janji hati sekali lagi, satu yang terbaik untuk dipersembahkan

mungkin menjadi yang terakhir

karena nafas ini milikMu

Tak ada isyarat akan ada lagi sisa usia esok hari

 

Gelora membara memanasi sukma di awal Ramadhan

Nyala berkibar hangat menelusup pori-pori raga

Janji itu tergenggam kuat semakin hangat membalut hati

Tak ingin Ramadhan berlalu sia-sia

Hanya yang terbaik, begitu janji hati di Ramadhan pertama

 

Dua ramadhan.. belum juga

Tiga.. empat.. belum juga

Sepuluh.. nyala api meredup kayu hampir habis

Menangis di ujung malam..

Namun tak jua beranjak ke hutan untuk mencari kayu bakar

Hanya diam berharap api takkan padam

 

Kayu hampir musnah lenyap dari pandangan, bara kehilangan panas

Masih saja menatap bodoh pada sang redup

berharap bara kecil memerahkan sunyi

 

Janji itu terlempar jauh mendekati kaki iblis yang menyeringai

Terus berbisik, di sini saja jangan pergi mencari apapun untuk menahan nyala api

Masih ada bara kecil warna merahnya masih mengintip mesra

Lalu tersadar waktu telah habis di akhir Ramadhan

Terlambat, bara itu telah padam

Menangis diujung malam..

Tahun depan masih adakah waktu? Masih tiada malu berharap diberi satu tahun lagi.

Buat lagi  satu janji hati..

Kau Maha pengampun dan aku terlalu bebal.

 

Ambar Setyawati

Samigaluh, 12 April 2022

 

2. Pekat Jiwa

 

Terjaga di pekat malam Ramadhan hingga kokok ayam meneriakkan hari baru

Bulir cahaya merambat pelan memberi isyarat fajar hendak menggantikan malam yang lebih baik dari seribu bulan

Mengabarkan hari telah berganti seraya membisikkan rebahku usai sudah

 

Masih ingin terbaring memeluk lelap meresapi rahmat kantukMU untuk menyempurnakan rebah

Hingga aku tak cemas menjalani esok hari yang bermain di kelopak mata begitu sarat beban berat bertengger di pundak

 

Ada sesuatu yang hendak Kau sampaikan kala mata tak mampu lagi terpejam dalam sunyi pekat gulita

Aku terlalu bebal memahami

Tak jua kusentuh air wudhu itu.

Ia merindukan usapan  jemariku

Tak ku rengkuh jua sajadah tengah malam lailatul qodar

Ia putus asa menungguku, menangis menanti hadirku di sana

 

Noktah perak cahaya kecil samar mengintip

Menguliti legam sang malam yang tak sudi lagi menyelimuti bumi

Iblis terus menahanku hingga terus saja memeluk erat bantal hangat tempat bersandar letih itu

Nyaman mengikuti setiap bisikannya yang hendak menjauhkanku dari kemuliaan

Aku tahu pasti

Rayuannya akan berakhir dengan gelak tawa penuh seringai menyala kejam yang  teramat jauh dari kasih sayang

 

Tidak..

Tak rela

Kali ini biar aku yang menang

 

Ambar Setyawati

Samigaluh, 12 April 2022

 

 

Ambar Setyawati lahir di Jakarta 17 Oktober 1973. Lulusan Sastra Arab UI Jakarta (1995) dan Pendidikan Bahasa Inggris UT Jakarta (2001). Sejak tahun 1997 aktif mengajar Bahasa Inggris dan Seni Budaya di beberapa sekolah di Jakarta. Kadang mengajar matematika secara privat.  Tahun 2011 meninggalkan Jakarta dan mengajar di SMK Ma’arif 1 Nanggulan. Karya dari alumni workshop Belajar Menulis Sastra Jati Moncol ini masuk di beberapa buku Antologi baik berupa puisi maupun Cerpen. Di antaranya adalah Kluwung Lukisan Maha Cahaya (2020), Suara Hati Guru di Masa Pandemi (2020), Logophile Nadir (2020), Bukan Kasat Mata (2021)

 

Posting Komentar

0 Komentar