Gita Hikayat Kota
: Giri Gisik
Misalkan musim berlalu lalang
dan kau ibarat sekar
kematianmu begitu dekat
sedekat patah hati paling trauma.
Kau pasti hapal
wirid-wirid barangkali kerap kau rapal.
Sawah dan sejarah kolonial
datang dengan kapal-kapal
engkau berpeluh pada dirimu sendiri, praja.
Bangsamu merantau nun jauh di sana
apa yang mereka saksikan sebenarnya?
: kulitmu yang lapuk? air amis masin? sehampar kekhawatiran?
Bila orang-orang melantik dirinya sebagai pelimbang ke dada kota lain
yang kilau atau risau,
kau tetap cantik di umur senjamu.
di lembah garam itu piramid
senyum peladang radang
langit biru pucat
mentari menghunus kulit.
di selasar lahan-lahan
dahulu aku kau timang
dengan kepulan tabun
sepenuh kasih.
Sebab memang kau tak bisa apa-apa kecuali tetap tabah dan masygul, praja.
Aku bersama seperangkat kail
melestarikan rutinan diri
- mengais ikan-ikan sungai
sekadar untuk mendapatkan seringai demam emak.
tapi tenang, sayang.
Apa sejatinya jatuh cinta paling sempurna?
Mencium harum atau memperparah luka yang ranum?
Bau brendi atau rami lembab air mata?
aku mencintaimu
giri gisik adalah biru matamu
: Lazuardi berkulit duli.
"Ssssstttt.. jangan menangis!" kataku malam ini.
Kotaku meraung di mana-mana
di bawah pohon mahoni, di pecah-pecah kaki peladang, di jalan berlubang, di air balam-balam kekeringan, di bukit-bukit kapur rapuh, dan di ketiak istriku berbau sengat keringat.
Air matamu
menyusul kata-kata di kedalaman fantasi.
Puisiku adalah tembang bagi ratapan kotaku.
Gresik | 2020
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024