005

header ads

Puisi Mohammad Mukarom

 Gita Hikayat Kota

: Giri Gisik


Misalkan musim berlalu lalang

dan kau ibarat sekar

kematianmu begitu dekat

sedekat patah hati paling trauma. 


Kau pasti hapal

wirid-wirid barangkali kerap kau rapal. 

Sawah dan sejarah kolonial

datang dengan kapal-kapal

engkau berpeluh pada dirimu sendiri, praja. 


Bangsamu merantau nun jauh di sana

apa yang mereka saksikan sebenarnya?

: kulitmu yang lapuk? air amis masin? sehampar kekhawatiran?


Bila orang-orang melantik dirinya sebagai pelimbang ke dada kota lain

yang kilau atau risau,

kau tetap cantik di umur senjamu.


di lembah garam itu piramid

senyum peladang radang

langit biru pucat

mentari menghunus kulit.


di selasar lahan-lahan

dahulu aku kau timang

dengan kepulan tabun

sepenuh kasih.

Sebab memang kau tak bisa apa-apa kecuali tetap tabah dan masygul, praja.

Aku bersama seperangkat kail

melestarikan rutinan diri

- mengais ikan-ikan sungai

sekadar untuk mendapatkan seringai demam emak. 


tapi tenang, sayang.

Apa sejatinya jatuh cinta paling sempurna?

Mencium harum atau memperparah luka yang ranum? 

Bau brendi atau rami lembab air mata? 

aku mencintaimu

giri gisik adalah biru matamu

: Lazuardi berkulit duli. 


"Ssssstttt.. jangan menangis!" kataku malam ini. 

Kotaku meraung di mana-mana

di bawah pohon mahoni, di pecah-pecah kaki peladang, di jalan berlubang, di air balam-balam kekeringan, di bukit-bukit kapur rapuh, dan di ketiak istriku berbau sengat keringat. 


Air matamu

menyusul kata-kata di kedalaman fantasi. 

Puisiku adalah tembang bagi ratapan kotaku.


Gresik | 2020 



Posting Komentar

0 Komentar