oleh Anjrah Lelono Broto
Gigil larut malam, batang penghabisan, juga kerak kopi legam,
mungkin kawan abadi dalam pelajaran menulis tentang
semesta kesan-epik pesan bertubuh puisi. Mereka seakan
selalu tinggal kelas meski tahun berganti. Yang dicintai
datang dan pergi. Atau hanya mereka yang sedemikian perkasa
memelihara ketidakwarasan dan sudi menerima uluran?
Tidak liyan.
Masa lalu mengingatkan, kian tajamnya indera
kemanusiaan dari ketekunan tarian pena.
Namun sayang, seiring sendawa masa,
tak banyak yang menjadi manusia meski berlaksa
puisi lulus dituliskan. Kini, sukar menjumpa beda
inspirasi dengan emoji.
Mungkin sekali, kawan abadi yang sering tinggal kelas
di atas mutlak ditambah lagi. Cermin nir belas
yang jujur membaca –walau beri luka membekas—
agar pelajaran menulis puisi tak berhenti pada retas
jenama dan seremoni.
Mojokerto, 2022 - 2023
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313