Sorak-serampai
Karya : Nandy Pratama
Bulan Juni menyelinap menjadi sisaaan remah-remah biskuit di permukaaan seprai
yang sesaat kemudian terhempas ke lantai menjadi bulan Juli.
Seperti belati yang kau temukan hilang dan sudah diganti, tetapi masih mahir dalam memotong daging
Ia hadir kembali dan mendekam di memori
Saya menebak, bulan Juni memang waktunya bunga-bunga merekah dan tangisan dibalut selimut
Mengalir dengan deras
Kau berharap mereka segera lenyap, nahasnya mereka seperti buih di lautan
yang jumlahnya meletup-letup selayaknya lukamu yang menganga abadi ditiup oleh hembusan napas.
Kau tertawa dan binasa, kau berteriak dan melamun ; menyaksikan sebagian dirimu yang kontradiktif
Kemudian kau kembali mencari sesuatu yang jelas-jelas raib menjadi histori
Beruntungnya kau bukanlah gurita yang ketika bersedih memakan dagingnya sendiri
Sebab, jika iya maka jemarimu sudah pasti binasa dan prosa hanyalah mimpi yang kau lupakan lima menit setelah terbangun dari nidera
Beruntungnya kau bukan jerapah yang hanya tidur dua puluh menit dalam sehari, sebab jika iya maka mampuslah kau ditikam oleh bulan Juni bertubi-tubi.
Beruntungnya, kau bukan serigala yang melolong ketika bersedih, sebab jika iya maka turut berduka citalah kepada jajaran tetangga tidak berdosa.
Bulan Juni terlampau membencimu
Merapal semua peristiwa yang terjadi di tiap tanggalnya
Merebah dan berkoar-koar melebur dalam hangus
mendengarkan hal dengan cukup mengernyitkan alis hingga kedua alurnya bertaut bak jembatan dibalut sinar baskara dari balik jendela.
Dan seketika seluruh masyarakat riuh akan sorak-sorai
Ternate, 12 Maret 2019
Wisata Doa
Karya : Nandy Pratama
Kau susuri remang jalan ini
tanpa rambu-rambu di bahunya
dan suara gaduh di perut kau
Memecah sunyi
dan menyulut api di dada kau
Rontak yang kau gontai
terus menentang jalan
lapuk dan berlubang
Kau tahu, alas kaki kau tak setebal
Doa-doa yang diukir sakit
Sedang kulihat di kening kau
Serupa tangis-tangis kecil yang terjal
deras dan menghanyutkan di tengah jantung kota
yang ingar-bingar
Di tepian mataku tertinggal amin yang belum tuntas
menghampiri suara yang gersang, sementara di tiap napas kau hanya tersisa
kabut-kabut menebal yang tumbuh karena air-air kesedihan telah mengering
di bulan yang menggantung.
Ternate, 12 September 2019
Menjelajah Ingatan
Karya : Nandy Pratama
Segala ingkar yang kau sembunyikan
kelak akan menjelma aku yang kau khianati ;
Menghantuimu dengan larung sesal dan seluruh ketakutan yang saru
Menggerutu pikiran dan hati pada tiap sepi yang datang dengan angkara murka
Sebagai tamu tak kenal kompromi ; menelenjangi durja hingga pilu
Aku bisikkan padamu bahwa ; ia adalah maha yang tak mengenal amnesti pada setiap durja
dan aku tak bisa menjadi kuasa hukum yang menyelamatkanmu.
Aku lontarkan peluru karat berukirkan lara menembus jejak bibirku pada keningmu ;
Mengingatkanku tentang seluruh janji dan kalimat cinta yang kau ucapkan padaku dulu
telah sekarat ; mungkin aku akan menjelma nestapa yang memelukmu erat-erat
Di setiap cinta yang basah pada tubuhmu yang dipenuhi harunya air mata
Sebelum akhirnya aku lapang melepas kepergianmu ; akan kuledakkan seluruh ingatanku
tentangmu yang kelak menjadi abu ampunan ;
Yang memeluk hangat di hari kematianmu
Pada waktu yang tak diikhlaskan luka ; sungguh, aku telah meniadakanmu
dari kalbu yang kau birukan – dan sekali lagi akan kau dengar bahasa kematian bernyanyi sendu tepat di telingamu.
Ternate, 16 Januari 2019
Rindu Yang Tertukar
Karya : Nandy Pratama
Kamu bukan sepasang lengan yang mendekap erat kedua buah ginjalku
Tak bisa kurasakan tangan yang meremas-remas
tatkala bibir mengucap sayang sembari nafsumu gelinjang
Birahi tak tuntas, apalagi rasa hausmu tak pernah habis.
Rindumu tak tercium seperti arak beras
Pesan-pesan singkat tak terbalas
sesekali di teras rumahku hujan mengalir deras
Manakan tidak, kau hanya berani bilang kangen setelah mendengarkan lagu-lagu Peterpan
Apa jangan-jangan aku sedang kasmaran sama sapi jantan, ya ?
Duh, meresahkan !
Kamu seperti tokoh-tokoh fiksi yang kubaca di Wattpad.
Ada, tapi tak bisa diajak kencan
Sedang dari jauh hari aku sudah memompa nadi sendiri ; menjahit senyum
Mata sembap dan binar merah pada pipi ;
Sejak hari-hari terjadi begitu penat dan sekarat,
Aku tidak lagi percaya dengan siapa-siapa
sebab aku juga tak menemukan alasan untuk itu
Di sekujur tubuhmu yang penuh dengan rimba-rimba mustajab
Menjamah garda yang pernah berontak
Hari-hari ia merintih kesakitan sebab dosa mengalir begitu cepat
untuk menghamba kepada penis jika perempuan jauh lebih diharapkan selaput daranya
Seperti perjamuan kau harus bertanggungjawab atas air mataku yang lambat waktu sayup pada purnama
Telentang dalam kisah yang sia-sia
Pundak membungkam pada segala musim di sekujur mata
Merisik ribuan malam yang tergesa-gesa menuju pagi
Kau pendusta yang cermat
sedang aku menjuntai-juntai selapang kalbu ibu
Ternate, 25 Desember 2020
Menjual Etika
Karya : Nandy Pratama
Di bulan purnama, kita saling menelanjangi diri sendiri
Membawa angin pada aroma tubuh yang intim
sedangkan aku serupa dermaga yang menautkan kesedihan selepas persetubuhan
Pada sebuah sepi kau bersembunyi di percumbuan ombak dan karang yang menghantam gemuruh rindu di palung dada
Aku terseret ke bibir pantai dan membawa ciuman-ciuman untuk pesisir hatimu yang basah
Tiba-tiba kata dijual begitu murahnya atau kata-kata membuang harga dengan kecanduan yang terlalu mudah
Mungkin kesendirian menjadi kemegahan di masa lampau
Menemukan kembali sekujur kita yang hancur oleh pelukan nilai
Ternate, 11 Januari 2019
Biodata Penulis :
Nandy Pratama lahir pada tanggal 15 Februari 1997 , beliau adalah seorang penyair dengan nama penanya Ternate Di Ujung Pena. Giat menulis telah ditekuni sejak masih SMP baik itu yang berupa cerpen ataupun puisi. Beberapa prestasi yang pernah diraih diantaranya pernah menjadi juara 2 lomba cipta puisi, 50 penulis terbaik, 100 penulis termuda selain itu beliau juga telah menulis 2 buah buku puisi yang berjudul “Terjebak Puisi dan Ina”. Pada tahun 2019-2022 beliau juga berkesempatan menjadi juri lomba cipta dan baca puisi yang diadakan secara online. Fb : Pratama Matali
No Telp/WA : 085232340866 (Nandy)
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024