005

header ads

BERSANDAR DI BAHU RAKSASA

 BERSANDAR DI BAHU RAKSASA

Penulis: ............


pada suatu malam ia menangis tersedu-sedu

sambil berjalan membusung sepanjang lorong

ia ingin malam itu turun rintik-rintih membasahi

ladang desa untuk membungkus airmatanya


ia sepintas membayangkan kuyang bersenggama

dengan memeluk sendiri tubuhnya, membayangkan lagi

bercakap-cakap lagi dengan tuyul yang duduk di antara

pundaknya


seperti rumput yang tak pernah mengerti cara

mencintai akar, ia hanya tau harus jadi seseorang 

yang memiliki bahu raksasa ketika tuhan ingin

bersandar dan memompa tulang rusuknya


(Samarinda, 2023)

















ELAEIS


kalau siang hari nanti mengerucut

lalu sepintas kau bertemu tuhan

tolong tanyakan padanya:


“apakah kau diciptakan 

hanya untuk dimasak

seperti minyak yang berkilau ?”


wahai pohon-pohon menjalar 

mengisi satu karung penuh

seperti emas berada sepanjang perkebunan


(Samarinda, 2023)




















PAUT KEHILANGAN MATA


tuhan terlalu sabar untuk memanjakan aku,

membesarkanku dalam keadaan membabibuta.


gunung dan bukit terus bergumam,

layakkah melanjutkan hidup dalam terperukan ?

berpaut saja hingga mata takkan bisa lagi tertawa.


(Samarinda, 2022)

























PETA TAK BERWARNA


peta itu monokrom

mengawasi murid-murid yang membaca

embun siang menutupi akal sehat


peta itu netral

tidur di atas meja kayu

menjangkau murid-murid belajar jadi duta negara


peta itu tak berwarna

membolak-balik setiap lembaran

atlas tak lagi sanggup menolongnya


(Samarinda, 2022)




















NANTI KITA CERITA TENTANG KOPI SIANG HARI


menghirup secangkir kopi dengan pelan

lidah terbakar dengan tidak memberi kabar

kutuang sedikit ke area lapik

nikmat, senikmat-nikmatnya


mataku tertuju pada jendela kaca

silau oleh suasana luar

ramai dikunjungi selepas mandi keringat

menyeduh kembali dengan satu kali seruput


para sipil saling menertawakan hasil jerih payah mereka

ibu-ibu lansia mendorong gerobak, membawa sekarung lalapan

para penjilat tergesa-gesa mencari sesuap nasi

abdi negara telah siap syuting siaran 86


(Samarinda, 2021)

















BIODATA PENULIS


IMG_20211116_233335


Cahaya Daffa Fuadzen lahir di Samarinda, 4 Juni 2002. Sedang menempuh S1 Sastra Indonesia di Universitas Mulawarman. Aktif dan gemar menulis puisi, esai dan sesekali menulis naskah film pendek. Beberapa karyanya telah dimuat di berbagai media online dan dibukukan dalam antologi bersama. Menjalani hobi lain seperti berkelana dan menonton film. Dapat disapa melalui Instagram: @cahayadaffa_


Posting Komentar

0 Komentar