005

header ads

Apa, siapa, dan bagaimana nafsu yang terdapat pada diri kita?

 ​“Man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu” 

(Siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.)

Maka perlu sekiranya kembali masuk ke dalam diri dan menelaah kembali apa, siapa, dan bagaimana nafsu yang terdapat pada diri ini. 

Apakah semua nafsu itu buruk? Sampai dimanakah perjalanan kita? 

Saya pun perlu menganalisis diri. 


1. Nafsu Ammarah.

Nafsu amarah adalah nafsu yang condong kepada kehendak badaniah seperti kemauan mata, telinga, tangan, kaki, dll.

Nafsu jenis ini mengarah pada sesuatu yang sifatnya duniawi, bersenang-senang, syahwat, ambisi, egoisme, dsb. 

Hal tersebut menjadi sumber terbungkusnya hati dengan sifat sombong, tamak, dengki (iri hati), sering terseret emosi, pelit, pendendam, dll yang kemudian tertuang dalam perilaku sehari-hari. 


2. Nafsu Lawwamah.

Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang  mulai terang dengan cahaya hati namun tidak maksimal, satu sisi nafsu amarah menguasai, di sisi lainnya dia mengingkarinya karena kesadaran mulai muncul. 

Pada fase ini seseorang sering menyesali perbuatannya, mengkritik diri sendiri namun terkadang mengulang hal yang sama dan menyesalinya kembali. 

Sebuah proses pertarungan dengan diri sendiri. 

Nafsu jenis ini mayoritas mendominasi manusia pada umumnya. 


3. Nafsu Mutmainnah.

Nafsu mutmainnah adalah nafsu yang sudah semakin dekat dengan kesadaran.

Seseorang semakin tenang menuju kesempurnaan, dia sudah mulai mabuk dan haus akan segala hal yang berhubungan dengan Tuhannya, bahkan ketika seseorang mempunyai nafsu seperti ini, ia tak lagi melirik apapun godaan yang bersifat duniawi, pandai menahan diri, rendah hati, arif dan bijaksana. 

Ini awal dari sebuah perjalanan/kesadaran spiritual. 


4. Nafsu Mulhamah.

Nafsu ini sudah diberikan ilham berupa pengetahuan, dan telah melampaui penyucian hati, ia menjadi tawadhu, qonaah, tidak ada lagi perasaan was was, ataupun kotor. 

Nafsu ini menjadi sumber kesabaran mengemban amanat, titah, perintah dariNya dan selalu penuh syukur. (Maqom wali & guru).

Seseorang lebih bisa menerima kehendak dan pemberian semesta, meski terkadang tak sesuai dengan apa yang diinginkan, ujian ujian baginya adalah proses untuk melebur dengan sang pencipta, dan ia mampu menyebarkan cahaya tersebut dengan merangkul orang lain. 


5. Nafsu Rodiyah.

Nafsu ini selalu ridha kepada Tuhan dan kehendakNya, menyadari keberadaan Dzat maha besar yang membuatnya merasa kecil. 

Seseorang dengan nafsu ini selalu mengembalikan apa yang terjadi pada setiap fase kehidupannya kepada sang pencipta. 

Keadaan baik dan keadaan buruk diterima tanpa perbedaan, karena dalam sudut pandangannya ia melihat ‘cermin’ apapun yang terjadi, apapun yang ia pandang, ia melihat Tuhan semata. 


6. Nafsu Mardhiyyah.

Nafsu mardhiyyah adalah nafsu yang bukan hanya ridha kepada Sang pencipta tapi juga ridha kepada dirinya, sehingga refleksinya menjadi karamah, memiliki mata batin/firasat yang tajam, hasil atas keikhlasan dan selalu mengingatNya. 

Dia tidak terjebak pada kesulitan ataupun kenikmatan yang diberikan, dia dengan pasti mengetahui segala kejadian itu jelas hakikatnya. (Maksud yang terkandung didalamnya)


7. Nafsu kamilah.

Nafsu kamilah ini menjadi puncak. 

Dengan sendirinya perintah nafsu kepada jasad adalah menuju jalan yang lurus dan pada proses-proses penyempurnaan itu sendiri

Dan tingkatan nafsu ini adalah tajaliyah sehingga asma dan sifat-sifat Allah ini menjadi jelas, pemilik nafsu ini selamanya bersama Allah, berjalan kepada Allah menuju Allah, kembali dari Allah menuju Allah, jadi tidak ada tempat untuk nafsu ini selain kepada Allah. (Manunggaling)


​ 


#Pus







Posting Komentar

0 Komentar