005

header ads

"Literasi Konservasi I Malam Pembukaan I Cipang Kanan" on YouTube


Masih LITERASI KONSERVASI

Desa Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rohul merupakan desa paling ujung yang berbatas langsung dengan Provinsi Sumbar, tepatnya Desa Rao, Kecamatan Mapat Tunggal, Kabupaten Pasaman Barat. Saya sudah tidak terhitung lagi berapa kali sampai ke desa ini saat menulis buku bersama Walhi Riau 'Cipang Warisan Leluhur yang (Hilang) Nyata' sekaligus membuat tulisan khusus untuk terbit di Riau Pos, media tempat saya bekerja.

Cipang Kanan salah satu desa dari empat desa di daerah yang saya sebut kawasan Cipang Raya. Ada tiga desa lain, yaitu Desa Tibawan, Desa Cipang Kiri Hilir dan Desa Cipang Kiri Hulu  Sama seperti ke Desa Cipang Kanan, saya juga sudah tak terhitung lagi keluar masuk ke desa-desa ini. Bahkan saya putar langsung ke Sumbar: berangkat dari Pekanbaru-Ujung batu-Cipang Kanan-Mapat Tunggal-Bonjol-Bukittinggi dan Pekanbaru lagi.

Jalan sepanjang dari Desa Koto Ruang-Banjar Datar-Cipang Kanan sampai perbatasan (waktu itu 2018) rusak parah.  Tidak hanya kaki, kata-kata di sinipun bau lumpur. Tidak motor yang membawa saya, tapi saya yang mendorong motor. Jalan kaki berkilo-kilo sampai ke batas Sumbar atau Desa Rumbai. Dan, begitu masuk Desa Rumbai, jalan aspal mulus. Ada jalan mulus sekitar 100 meter yang masuk ke Dusun Kampung Batas, Desa Cipang Kanan. Kata warga, itu sumbangan dari Sumbar.

Kawasan Cipang Raya inilah yang terancam hilang karena akan ditenggelamkan untuk pembangunan waduk PLTA melalui Proyek Strategis Nasional (PSN). Sejak saat itu (2018) masyarakat terus melakukan penolakan. Saya begitu penasaran, dan inilah yang membuat saya bolak balek ke Cipang sampai saya tahu persis Cipang sangat istimewa. Bentang alam kaki Bukit Barisan yang mengelilingi kawasan ini, membuat Cipang kaya dengan wisata alam yang luar biasa, hutan yang masih terjaga. Sedangkan masyarakatnya teguh memegang adat dan kearifan lokalnya.

Rasanya tidak cukup hanya dengan menulis dan memuat berita-berita tentang Cipang di media massa, media sosial dll, sebab jalan masih rusak, sinyal  entah di mana, listrik sehari hanya hidup empat jam (sebelum sekitar setahun lalu), maka saya ingin terus pulang ke Cipang membawa siapa saja untuk melihat Cipang lebih dekat. Bersama Komunitas Seni Rumah Sunting yang saya dirikan, dengan  semangat berkerja dan bersama tanpa pamrih  adek-adek di komunitas ini, Literasi Konservasi menjadi jembatan untuk 'Cipang, Aku Pulang'. Penulis, sastrawan, seniman, pegiat alam, pegiat ekowisata baik di Riau maupun luar Riau, turut serta. Dan, siapa saja, Ayo, pulang ke Cipang. Datuk, Omak, kakak, adik dan anak-anak kita ada di sana. Mereka penjaga budaya dan rimba raya yang oksigennya kita hirup bersama. 

Membangun Cipang perlu kerja keras, kerja sama, kerja kolektif antara banyak pihak, saling menyebarkan energi positif. Tidak hanya masyarakat dan kepala desa sendiri : Abadi (Kepala Desa Cipang Kanan) dan kepala desa lainnya di sana. 

Saat Literasi Konservasi ini, bahagia sekaligus terharu melihat semangat masyarakat Desa Cipang Kanan yang ingin memperkenalkan  keindahan alam dan kearifan lokal di deaanya   kepada masyarakat luas. Cipang Tanah lahir mereka sejak ratusan tahun silam, mereka berhak hidup di sana dengan lebih baik. 

Terimakasih kepada semua pihak yang mendukung hingga Literasi Konservasi terlaksana. Tanpa kita, kami bukan apa-apa..
Sungguh, di Cipang, saya melihat Indonesia yang sesungguhnya.

Mak Edi Pandrison Eri Moondo Riko Kurniawan Fandi Kok Arbi Tanjung Nuratika Ubai Dillah Al Anshori Hermawan An IcAmp Dompas Kasmon Dezilgiov'n Lisa Armis Kazzaini Ks Atan Lasak Atan Lasak Willy Fwi Rida Liamsi Rini Intama Siti Salmah

Posting Komentar

0 Komentar