005

header ads

PUISI: Muara Hitam karya Sultan Musa

MUARA HITAM

Bersimpuh
Sebusur sungai  jalan  helai
Lelah abai  sebagian usai
Kembali belai gundah  lalai

Berselirat
Sebutir  awan layu tinggalkan
Langit  renungan  sapa  iman
Pintu  kenangan hidup tersimpan

Bersilah
Sebatang  keruh nan hitam
Jentik  penuh  rasa  geram
Mencibir ruh terkunci kelam

Perihal hari itu
Mengabadikan damai  yang  di  rebut

#2019







MOZAIK DO’A : KAMU

Kamu lagi
Mencari  jawaban asa
Bertautan waktu tak terhingga
Dalam luapan pinta tanpa henti

Kamu terus
Sibukkan urusan mendekati-Nya
Habiskan waktu  tersemogakan
Dalam tumpahkan titipan

Kamu lupa
Kesabaran tersisip pada doa
Kodrat berkutat bahwa ini hamba
Layak menunggu untuk di sapa

Kamu raba
Siang menyambut terang
Malam menyapa gelap
Mengamini ramai untuk tandang

Tahukah kamu ?
Bahwa doa  sebuah kejutan, datang terjawabkan bersama waktu yang  tepat

#2019


MAUT

Peluru kamu panas
Dan membawa kematian

Tetapi ..
Bukankah kamu abdi kami yang setia
Tanah Hitam….
Kamu kelak menjadi selimut kami

Tetapi…
Bukankah kami menginjakmu dengan kuda kami ?

Maut kamu dingin tetapi kamilah tuanmu..
Bumi akan merebut jasad kami
Surga menjemput jiwa kami…

#2019










BUKAKANLAH PINTUNYA

Mendesak  terima  dunawiyah
Menghantui  beri  ukhrawiyah
Menghadapi upaya pasrah
Mengimani dengan benah

Kesedihan membawa sesaat rebah
Hadapi konteks  melupa namun jengah
Perihal menerima tapi ogah
Butuh waktu untuk menggugah

Sesuai fitrah tentang hati
Tergores  ego  dalam sendi
Melepaskan keterbatasan instuisi
Wujud realitas eksplorasi

Mereda  terima kesediaan
Terhembas oleh kemahakuasaan
Percuma lukis kemampuan
Kini ujiannya  keterbatasan

 #2019


MEMOAR KEHARIBAAN

Ingin ku gapai tinggi gunung
Sembari memeluk erat dengan kecupan
Sebagai penawar sakit terhias di antara hidup
Dan selimut langit siap di bentangkan

Kudaki di antara hujan
Memaksa rindu berujar
Namun tak berjiwa
Tapi hanya  jumpa gugusan awan

Gunung ini menggenggam tangan  dingin
Meski mengawang – awang tanpa balasan
Tak memaksa untuk bergejolak
Tak memaksa untuk di pertemukan

Dan kini masih hadir di ruang tengkorak
Saling melengkapi
Saling mempercayai
Saling menjaga
Saling mengingatkan
Saling bahu membahu

Pada  gunung kulihat mentari memantaskan diri
Mengalah pada awan hadirkan jingga
Seakan menggiring  cakrawala
Ikuti saja hari berirama

Bukankah menakjubkan jika bersama
Menghantar pada ranjang raya
Dengan doa – doa resah
Menghaturkan segenap harapan

 #2019















PENULIS

SULTAN MUSA,  berasal dari Samarinda  Kalimantan Timur. Traveling dan menulis adalah kegemarannya. Beberapa karyanya termaktub di beberapa buku antologi puisi dan cerpen, baik nasional maupun Internasional, seperti “Balikpapan Kota Tercinta Kumpulan Cerita Pendek” Jaringan Seniman Independen Indonesia 2008, “Hantu Sungai Wain  Kumpulan Puisi dan Cerpen” Jaringan Seniman Independen Indonesia 2009, “Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia“ Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur Juli 2011, “Ketika Senja Mulai Redup Kumpulan Puisi”  Kaifa Publisihing Bandung 2016, “Candramawa” Sunrise Yogyakarta 2017, Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017 “The First Drop The Rain” Wahana Resolusi Jogyakarta, 2017. Tercatat pula di buku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Pada Juli 2018 puisinya lolos kurasi Antologi Puisi Penyair Dunia “Wangian Kembang : Antologi Puisi Sempena Konvesyen Penyair Dunia – KONPEN 2018”  yang di gagas Persatuan Penyair Malaysia dan di ikuti sebanyak 11 Negara. Antologi Puisi “Dari Balik Batu – Batu Candi” Kelompok Pemerhati Budaya & Museum Indonesia (KPBMI) Jakarta 2019. Dan Antologi Puisi “Jazirah 2 Segara Sakti Rantau Bertuah” Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2019. Karya terbarunya berjudul “Petrikor” 2019.


Posting Komentar

0 Komentar