005

header ads

“Pertunjukan Musik Alu Katentong dalam Festival Pamenan Minangkabau”













Festival Pamenan Minangkabau meletakkan aktivitas seni dan budaya sebagai aktivitas perintang hari atau pengisi waktu senggang yang sudah langka ditemukan di Sumatra Barat. Khususnya di nagari-nagari dan juga rumah gadang milik kaum. Rumah gadang sebagai identitas , sekaligus entitas budaya Minangkabau tidak hanya diposisikan sebagai tempat tinggal, tetapi kehadirannya memiliki filosofi dalam sistem kekerabatan matrilineal. Bentuk, tekstur,arsitektur,dan fungsi kultural rumah gadang Minangkabau secara keseluruhan, berhubungan erat dengan falsafah hidup masyarakat Minangkabau, yaitu “Alam Takambang Jadi Guru” falsafah ini menjadi dasar bagi manusia sebagai individu yang belajar dan menggali sumber ilmu pengetahuan melalui alam dan lingkungan sekitar.

Acara festival pamenan Minangkabau diselenggarakan 2 hari yaitu sabtu dan minggu pada tanggal 12-13 November di Batusangkar tepatnya di istano silinduang bulan. Salah satu kesenian yang di tampilkan pada hari minggu pagi adalah pertunjukan alu katentong yang dibawakan oleh masyarakat dari sungai tarab. 

Pertunjukan alu katentong tidak ditampilkan di atas panggung, melainkan di halaman depan stan stan yang menjual makanan dan kerajinan umkm hasil dari masyarakat kab. Tanah datar, karena alu katentong menggunakan lantak Yaitu ranting pohon yang ditancapkan atau ditanam ke dalam tanah. Lantak mesti terbuat dan berasal dari ranting pohon yang kuat, biasanya ranting pohon kopi atau jambu biji. Lantak memiliki ukuran sekitar 15-20 cm dan ber diameter 3-4 cm, sekira ukuran jempol jari orang dewasa. Lalu, menggunakan alu Sejenis galah kayu yang secara umum digunakan masyarakat Minang Sumatera Barat dalam menumbuk padi. Alu yang digunakan berukuran panjang 4-5 meter serta berdiameter 7-10 cm. Semakin panjang Alu yang digunakan semakin bagus pula bunyi nada yang dihasilkan. Biasanya jenis kayu yang digunakan untuk dimuat jadi Alu adalah kayu surian dan kayu bayua. Dan batu pipih Yaitu batu alam tipis dengan permukaan datar dan licin. Warga Padang Laweh menyebutnya dengan batu nan alah mati. Batu seperti ini bermateri sangat padat dan kuat serta akan mengeluarkan suara yang keras dan nyaring apabila dipukul. Ukuran ketebalan batu pipih antara 3-7 cm, lebar 20-30 cm, serta tinggi 15-25 cm. 

Para pemain berjumlah 9 orang karena ketentuan bermain alu katentong harus bilangan ganjil dan dibawakan oleh ibu ibu dari sungai tarab. Pada saat pertunjukan para pemain membuat lingkaran, melingkari batu dan memukul batu pipih tersebut menggunakan alu dengan pola pola yang sudah ada.

Dalam pertunjukan ini, para pemain alu katentong membawakan 5 lagu diantaranya  alang babega, singgalang mendaki, aguang jana , karupuak layua, dan balalu. Dalam penampilan pertunjukan alu katentong ini durasi per lagu disingkat dikarenakan banyaknya acara lain yang sudah ditetapkan dalam rundown acara.

Pada saat penampilan ibu ibu ini menggunakan baju seragam dengan baju kuruang warna hitam  dipadupadankan dengan rok batik dan jilbab kuning, namun yang mengganggu pandangan mata saya sebagai penonton, beberapa ibu ibu masih membawa tas nya pada saat pertunjukan, dan pada saat perpindahan lagu sedikit terhenti lama dikarenakan panitia meneriaki mobil yang terparkir menghalangi jalan, menurut saya ini sedikit mengganggu. Dikarenakan pertunjukan dilaksanakan tidak di pentas, atau atas panggung penonton seharusnya bisa dikondisikan agar tidak terlalu dekat, karena sedikit mengganggu pemain dan  untuk kebutuhan video live streaming.



Nama : Yolanda Aurora Hartini Putri

Nim: 120104921

Tugas Kritik Seni


Posting Komentar

0 Komentar