005

header ads

PROBLEMATIKA TONTONAN WAYANG KULIT (Oleh: A. Djoyo Mulyono)

 PROBLEMATIKA TONTONAN WAYANG KULIT

(Oleh: A. Djoyo Mulyono)


Pengenalan Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata "Ma Hyang" yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna "bayangan", hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar. Tetapi pada dasarnya kita lambat laun akan paham sendiri jika sering melihatnya.

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki Dalang bisa juga memainkan lakon karangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji. 

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat

Wayang kulit dibuat dari bahan kulit sapi yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda. 

Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront. 


Fenomena Wayang Kulit Sekarang :

Di era milenial seperti ini sudah sangat jarang sekali orang-orang yang menyukai pertunjukan wayang kulit, selain memang sangat minimnya waktu di jaman sekarang menonton wayang kulit juga banyak yang menganggap kuno. Kurangnya minat pada masa sekarang membuat pertunjukan wayang kulit kian menghilang. 

Banyak yang mengatakan anak muda ketika saya tidak sengaja mendengar. Bahwasanya dia merasa aneh jika harus melihat pertunjukan wayang kulit, alasanya seperti orang tua saja jika ikut-ikutan menonton wayang kulit, seperti tidak ada hiburan lainya saja. banyak hiburan lainya yang lebih asyik, lebih kekinian dan tidak membosankan seperti wayang kulit.

Memang pada dasarnya menonton wayang kulit itu sangatlah membosankan bagi anak muda, seperti yang sudah dikatakan di atas, menonton wayang kulit itu harus memahami semua tokohnya jika ingin tidak bosan dalam menonton. Sedangkan tidak bisa di pungkiri anak muda di masa sekarang sudah pasti tidak akan tahu tokoh-tokoh dari wayang kulit. Karena memang tidak ada yang mengajarkan atau mendongengkan kisah-kisah dunia pewayangan padanya. Bahkan orang tuanya pun tidak mengenal hal tersebut. Hal tersebut menandakan sudah sangat lama sekali wayang kulit tidak dilestarikan, yang tersisa hanya kakek nenek kita saja yang memahami dan itupun tidak semuanya.

Di daerahku saja sudah tidak ada orang hajatan yang mengadakan pertunjukan wayang kulit, kini di ganti dengan hiburan-hiburan yang bersifat sementara dan kurang akan segi nilainya. Padahal pertunjukan wayang kulit itu akan menyesuikan dengan acaranya jika mengadakan pertunjukan. Tidak musti akan tidak nyambung.  Misalnya saja ketika di adakan di acara pernikahan, ki dalang akan membawakan lakon yang mempunyai hubungan dengan orang yang akan menjalankan rumah tangga. Jadi sungguh memliki nilai dan kesan tersendiri dalam pagelaran wayang kulit itu. belum lagi biasanya ki dalang akan menambahkan acara pengruatan (ritual tradisi jawa agar terhindar sial) di akhir acaranya sebagai bonus atau pengharhormatan terhadap tuan rumah. 

Memang, kesenian wayang kulit kini memiliki penyajian yang segar ketika dibawakan oleh seornag tokoh masyarakat, yaitu Alm. Ki Entus Susmono. Beliau sangat cerdas dan inovatif dalam pembawaan pewayanganya, sehingga sudah mampu membuat pemuda mendadak tertarik pada pertunjukannya.

Sekarang pertunjukan wayang kulit hanya terlihat ketika adanya acara-acara adat saja, seperti Mapag Sri (menyambut hari panen) yang dilakukan rutin setiap tahunya di Balai Desa, atau acara Ngunjung Buyut Leluhur yang menurut sejarah adalah orang yang berjasa atau berpengaruh di daerah tersebut. Sudah itu saja. 


Penyikapan Mengenai Peristiwa :

Melestariakan kembali Wayang Kulit supaya anak muda mencintai budaya Indonesia memang seperti susah-susah gampang. Maksudnya akan terbilang gampang jika kita hanya memikirkan dan terlihat susah jika kita memulainya. memang kalau kita ingin melestarikan kembali wayang kulit ini kita harus turun langsung berpertan aktif di dalamnya. Karena langkah awal untuk melestarikan wayang kulit itu adalah memperkenalkan terlebih dahulu kepada anak muda. Misalnya : banyak memberikan pengetahuan menganai kesenian tersebut, mengenalkan sejarahnya, mengenalkan karakter para tokohnya, llau banyak memperlihatkan atau menceritakan dunia pewayangan. Itu baru seseorang akan menyukai wayang kulit. Karena kalau seseorang sudah memiliki dasar-dasar tersebut, sesorang akan tidak sulit mengetahui lakon, tidak sulit untuk mencoba menyukai kesenian tersbut.

Lalu bangaimana cara mensosialisasikannya, itu pertanyaan besar bagi kita yang ingin melestarikan kesenian wayang kulit ini. Karena pemahaman mengenai kesenian wayang kulit adalah pemahaman unutuk memiliki jati diri bangsa kita. Jati diri yang besar, jati diri yang yang berlandasakan sejarah yang kuat di dalamnya.

Jaman sekarang banyak kesenia-kesenian yang sudah hilang dimakan jaman dan kalah dengan budaya asing. Anak-anak muda kita banyak menyukai budaya asing dibanding menyukai budaya sendiri. Akibatnya malah kehilangan jati dirinya. 

Aku jadi teringat kata-kata yang pernahku baca dalam sebuah buku, di dalamnya mengatakan; “Untuk menghancurkan sebuah bangsa, engkau akan memutus bangsa itu dengan sejarah dan leluhurnya. Katakan terus menerus kepada mereka, bahwa leluhur mereka tak beradab, kafir, dan sesat hingga mereka mempercayainya sebagai kebenaran. Hancurkan pengetahuan dan peninggalan-peninggalanya, niscaya engkau akan mendapati sebuah bangsa yang tidak punya pijakan dan kepribadian, persis seperti robot-robot yang bisa engkau isi dengan program baru apa saja”

Untuk menyikapi hal seperti ini kita tidak sendirian dalam melawanya, seperti sudah saya samapaikan di atas, banyak keseniat yang mendadak hilang. Akibatnya banyak orang-orang yang ingin mempertahankannya. Seperti sini Bela Diri, dia sudah hilang dalam tradisinya. Padepokan bela diri sudah semakin mengurang. Dan sekarang menggandeng dunia pendidikan gujna untuk melestarikanya, kemudian munculah ekstrakurukuler silat. Dan itu tujuanya sekedar untuk mempertahakan kan mengenalkan saja kepada pemuda.

Mungkin alangkah lebih baiknya jika kita melakukan hal yang sama, dengan menggadeng dunia pendidikan adalah langkah yang tepat dan aman agar tidak adanya unsur pemaksaan dalam merekrutnya. Dengan membentuk eskul seni pewayangan juga efektif di dunia pendidikan untuk bersanding dengan eskul-eskul seni lainya. Anak- anak juga akan mudah menerima dan mempelajari pengetahuan dunia pewayangan. Akan tidak memjadi kontra lagi dalam memandang sebelah mata Wayang Kulit.



A. Djoyo Mulyono - Penulis dan Jurnalis wilayah III Cirebon

IMG-20200205-WA0006

No WA: 089-666-424-966

Ig: @agungdjoyo


Posting Komentar

0 Komentar