005

header ads

Puisi Eddy Pranata PNP | CATATAN KECIL RAMADAN

 Puisi Eddy Pranata PNP | 

CATATAN KECIL RAMADAN


1/

ada yang selalu engkau rindu

ketika ramadan menderu


: "tangan halus mengelus kalbu

   sepenuh kasih-Mu!"


2/

keringat dingin mengalir

membasahi tubuh

lapar-haus


: "beri aku seribu kata

   untuk kuperas jadi sajak!"


ya, kuperas jadi sajak.


3/

masuk ke dalam diri

nyaris serupa labirin

serpih kata-kata


: "tangkap dan tuliskan

   sebelum kau kehilangan bentuk!"


intuisi bagai pendar cahaya embun.


4/

suara itu serupa gema

datang dari kedalaman jiwa

jauh, jauh


: "aku mau hidup bukan sekadar

   berseteru dan bercinta!"


tak jauh dari telaga dewi 

di leher gunung; edelweis pun gugur.


5/

gerimis memecah pagi

kenangan jingga mengapung

sedih, perih


: "kekalahan dan pertarungan,

   gelanggang menyisakan genangan

   dendam!"


air mata tetes, luka itu sungguh 

tak mengering jua.


6/

telah kukuras isi perutku

agar jauh amuk nafsu

agar lempang jalan kutempuh


: "engkau nikmati haus lapar, 

   sepenuh kasih-Nya

   sehabis-habis rindu-Nya!"


aku mabuk 

sepenuh kasih

sehabis-habis rindu.


7/

aku mencari yang maha kasih

dari satu lorong ke lorong lain

dari satu kota ke kota lain


: "pejamkan matamu

   akan kau lihat sajadah panjang

   untuk berpasrah diri pada-Nya!"


di sebuah lorong senyap dan sempit

di sebuah kota pesisir yang panas 

aku menemukan seberkas cahaya

jatuh membelah jantung-hatiku

aku tersungkur di sajadah panjang-Mu!


8/

engkau merayap di antara batu sunyi

dengan tangan gemetar

dengan dada berdebar


: "ampun aku ya Allah

   atas dosa besar dosa kecilku

   aku mau jadi bayi lagi!"


berkali-kali tersungkur engkau

meratap engkau

hingga tuntas zikir

hingga kosong ruh

: ampun dan berkah-Mu ya Allah!


9/

dari jendela kamar 

dunia kecil; kupu-kupu dan kembang

dan embun yang menguap


: "setiap matahari meretas pagi

   doa dan keringat

   berjatuhan dari sayapmu!"


berkahi ya Allah

setiap gerak setiap sayap mengepak

kupu-kupu yang lahir 

dari rahim rahasia-Mu


: hidup dan mati menuju liang sunyi

  yang paling puisi!


Jaspinka, April 2022




Eddy Pranata PNP

TELAH AKU BAKAR SELURUH KENANGAN JINGGA


telah aku bakar seluruh kenangan jingga

dengan dada bergemuruh

abu pembakaran itu aku larungkan ke laut jauh


: "tak ada lagi puisi, tak ada lagi edelweis!"


segalanya kembali ke ruang kosong

ruang di mana aku memilih tiang cahaya

tempat bersandar lalu melanjutkan perjalanan

mungkin tanpa beban lagi

mencatat sejarah kecil

melupakan bukit-bukit yang tandus

juga rumah kayu yang telah ambruk

dan sangat banyak bunga dan duri di taman

menghibur dan melukai


aku sungguh ingin tidak ada air mata jatuh

dan perjalanan harus dilanjutkan

: "pertarungan demi pertarungan menghadang

   menang atau kalah adalah hikmah!"


o, telah aku bakar seluruh kenangan jingga

abunya aku larungkan ke laut jauh

: "tak ada lagi puisi, tak ada lagi edelweis!"


Jaspinka, Jumat Wage  8 April 2022



Eddy Pranata PNP


Eddy Pranata PNP

SAMPAN ITU MENEPI JUGA AKHIRNYA


ia ingin segera menepi

dari ombak dan gemuruh laut

dikayuhnya sampan sehabis-habis tenaga

dadanya berguncang, sampan dilambung-lambung 

gelombang,  beberapa kali nyaris 

membentur runcing karang

: "hidup tidak harus jadi penangkap ikan!" entah

teriak siapa : "kurasa engkau lebih tepat jadi penyair!"


sampan itu menepi juga akhirnya

ia berguling-guling di bibir pantai

lalu berteriak seraya mengangkat kedua 

tangan ke udara: "seliar apa pun imaji, selicin apa pun 

ruh puisi kutaklukkan, kudekap kupeluk!"


di kejauhan ombak menggunung lalu memecah

menghempas ke tebing-tebing karang

: "aku akan terus bertarung dan berburu kata-kata

    hingga ajal!"


Jaspinka, 6 April 2022




Eddy Pranata PNP

HUJAN DI LUAR, MALAM KIAN SENYAP


hujan di luar, malam kian senyap

aku menemukanmu terluka dengan air mata tetes

di antara baris-baris puisi yang baru usai kutulis


: "bertahun-tahun kautikam-tikam rekah mawar

    durinya kaunikmati dan kian tajam rindumu!"


tetapi entah kapan lagi kita bersua

di dermaga paling jingga atau 

di pinggang bukit edelweis


segalanya akan senantiasa berujung aroma 

pengkhianatan, o, hujan di luar, engkaukah yang 

berjalan meninggalkan rumah puisiku

dengan menyeret luka tak pernah mengering 


: "... bayangan itu kian luruh kian jauh..."


Jaspinka, 30 Maret 2022



Eddy Pranata PNP

MUSAFIR PALING FAKIR


udara panas, senja telah berlalu

usai magrib mahaguruku berkata lirih

 : "bung, tak ada keinginan manusia terpenuhi semua

    bahkan dari seluruh angan-angan dan rencana

    tetapi itulah realita, manusia hanya sebutir debu

    Allah segalanya, Allah segala maha!"


aku berusaha tersenyum, walau getir, hatiku berkata

: 'benar mahaguruku, akulah musafir paling fakir

   berusaha dan berserah hanya pada Allah!'

 ... mahaguruku menepuk-nepuk kedua bahuku

sebelum pergi (lagi) berkata lirih

: "bung, jangan sekali-kali putus zikirmu..."

aku mengangguk, sorot mata mahaguruku bagai gurun es!


Jaspinka, 28 Maret 2022



Eddy Pranata PNP

SUNGAI AKAL


aku ingin engkau tidak kian dangkal sungai akalmu

apalagi engkau sampai mengajari ikan berenan

: "ini ruang-- penuh kata-kata, tetapi tidak semua

   kata layak untuk jiwa puisi!" merenunglah; 

satu helai rindu yang kausematkan pada kesetiaan 

dalam hidupmu  akan menjelma cahaya yang berkilauan 

siang-malam dan aku, sekali lagi, ingin engkau tidak kian 

dangkal sungai akalmu  apalagi engkau sampai mengajari

sang kiai berzikir!


Jaspinka, 26 Maret 2022

 








C:\Users\edy pranata\Downloads\280618258_3219279341639475_1338220629511941337_n.jpg










Eddy Pranata PNP— adalah Presiden Penyair Banyumas Raya, Indonesia. Juara 3 Lomba Cipta Pusi FB Hari Puisi Indonesia 2020, meraih anugerah Puisi Umum Terbaik Lomba Cipta Puisi tahun 2019 yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Hari Puisi Indonesia.  

Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021) 

Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Haluan, Minggu Pagi, dll.

 


Posting Komentar

0 Komentar