JATUH HATI (2)
Oleh : Dyah Kurniawati
Sekar Kinasih menghilang di balik gerbang rumah sebelah, hatiku juga ikut dibawanya serta. Novel yang baru kuterima dari penulis idola jatuh menimpa kaki kiriku. Menegang saraf sekujur tubuh. Aliran darah bagai tersumbat adonan semen kokoh tak tertandingi. Denyut jantung terhenti. Dada mendadak sesak bak tertimbun anak Gunung Krakatau. Kupejamkan mata tanpa setetes pun air terjatuh. Terlintas lagi kesedihan dua tahun lalu kala kanker merenggut nyawa istri tercintaku. Tapi yang ini lebih sakit, entah kenapa aku tak tahu.
Astagfirullah, untunglah segera siuman dari mati rasa. Kuambil novel yang terserak, kuletakkan di atas meja bersebelahan dengan seombyok kunci rumah sebelah. Kuseret kaki menuju kamar mandi. Lemas kaki menggotong beban rasa yang lebih berat dari bobot tubuhku. Segera ku sucikan hati dan pikiran dengan percikan air wudhu. Kugelar sajadah untuk pengobat luka hati. Berpasrah ke penguasa langit dan bumi. Kurapal semua doa dengan kerendahan hati, Allah hanya kepada-Mu aku berserah diri. Semoga semesta berteman denganku.
Kurebahkan kepala di bantal kursi. Mencoba pejamkan mata menghapus segala kesedihan di diri. Terlintas pikiran buruk terhadap nasib yang menimpa bertubi-tubi. Kehilangan istri tercinta kala pernikahan belum ada setahun. Mencoba membuka diri untuk jatuh hati, ternyata calon tambatan hati sudah ada yang memiliki. Segera sadar bahwa garis nasib sudah ada yang mengatur. Jalani sesuai aliran takdir, pasti indah pada waktunya.
Setelah kepergian perempuan biola yang ternyata penulis idolaku, yang telah berhasil memporak porandakan jiwa kelakianku, rumah sebelah kembali sepi. Tak ada lagi yang meninabobokan tidur malamku. Tak ada suara berisik mengisi hari sepiku. Namun, gesekan biola masih terngiang setiap detik seiring tarikan nafasku. Sampai hafal di luar kepala lirik lagu Fileski yang mewakili perasaanku saat ini. Jatuh hati di usia yang tak lagi dini, sungguh menyiksa sekali.
JATUH HATI
rindu bukan perkara jarak
bukan soal bertemu atau tidak
kamu adalah cahaya
nampak tapi berjuta jarak
dalam gelap aku diam
mengintip kau yang bersinar di sana
aku selalu rindu kamu
meski kau tak pernah menganggapku
aku tak sanggup untuk katakan sayang
meski dalam hati ku ingin kau tau
mungkinkah aku sanggup menghadapimu
untuk mengaku aku jatuh hati
*****
Di taman kota menjelang senja aku duduk di kursi kayu, tetap berteman sepi sendiri. Dan novel karya Sekar Kinasih sang penulis idola yang berjudul “Jatuh Hati” selalu ada di sampingku. Walau bentuk bukunya sudah tak karuan, aku selalu berselera membacanya. Entah berapa kali membukanya, hampir setiap kalimat, kata, titik bahkan koma hafal di luar kepala. Karena rasa mengalahkan segalanya.
Kututup novel dan berniat pulang karena sebentar lagi Magrib. Namun, dari arah utara kulihat sepasang lelaki dan perempuan sedang berjalan ke arahku. Berdegup jantung ini,
“Itu kan Sekar Kinasih...,” gumamku lirih.
Dua sejoli yang saling berpegangan tangan itu semakin mendekat. Setelah kuperhatikan sepertinya itu suaminya, Prabaswara pelukis yang lagi naik daun. Semakin dekat langkah mereka ke arahku. Senyumnya merekah, kali ini tidak memakai masker. Kucek mataku tak percaya. Si Prabaswara juga melambai kepadaku, seakan aku sahabatnya yang sudah lama tak bertemu. Padahal baru kali ini jumpa darat, aku hafal wajahnya karena sering mengintip IG-nya. Selain kepo tentang karya lukisannya, juga penasaran dengan kehidupan rumah tangganya dengan penulis idolaku, Sekar Kinasih.
Ups..., tambah jelas kala Sekar Kinasih mendekat. Aku semakin terpana karena pesonanya, walau sadar dia milik orang. Dengan tetap melambai ke arahku, langkah Prabaswara terhenti. Setelah mengangguk dua kali padaku, dia berbalik arah dan berjalan menjauhi tempatku terbengong. Pegangan tangan mesra keduanya terlepas. Anehnya, Sekar Kinasih tetap berjalan menujuku, semakin dekat, dekat, dekat....
Sayup-sayup terdengar azan, semakin jelas suaranya kala Sekar Kinasih hanya berjarak satu meter di hadapanku.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar....”
“Assalamualaikum, Mas..., Mas Gilar....”
Kubuka mataku, ku kerjap-kerjap kan pelan. Segera bangkit dari aroma bantal yang basah oleh keringat. Dahiku mengucur peluh dingin. Kusempurnakan kesadaranku, belum pulih akal sehatku kembali terdengar suara salam di pintu depan.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam, oh Pak RT mari silakan masuk.”
“Gak usah Mas. Saya sekedar mampir mau ke masjid sekalian ambil kunci rumah sebelah, rumah Pak Rudi.”
Kuambil kunci di cantolan samping lemari dan kuserahkan sambil bersapa sejenak. Sebelum pamit, Pak RT yang ganteng dan masih jomblo itu bertanya kepadaku,
“Sendirian ya Mas, semoga segera menemukan tambatan hati.”
“Aamiin, doa yang sama juga buat Pak RT hehehe....”
Pak RT pergi kuhempaskan bokong di kursi. Merenungkan kejadian yang baru terjadi, seperti nyata bukan mimpi. Kuambil nafas panjang dan kukeluarkan kasar,
“Uuuuuugh....”
Rasanya ingin rebah di bantal lagi meneruskan mimpi agar ketemu pujaan hati. Batinku berteriak,
“Tidaaaaaakkkk....”
Hati kecilku menangis, kenapa jatuh hati di tempat yang tidak semestinya. Astagfirullah....
*****
Kembali sepi malam-malamku, tanpa suara gesekan biola seperti saat Sekar Kinasih masih menulis novel di rumah sebelah. Kusibukkan hari dengan kerja, kerja dan kerja untuk menghibur hati yang dirundung pilu.
Mau pulang ke rumah orang tua takut semakin menambah kesedihan, setiap ditanya kapan membawa calon untuk ditunjukkan kepadanya. Ingin nongkrong dengan teman semakin tak nyaman, karena mereka sudah sibuk dengan anak istri masing masing.
Kulalui dan kujalani hari-hari menuruti kata hati tanpa menyalahi takdir Ilahi. Untuk saat ini cukup berdiam diri menghabiskan waktu dengan menyendiri. Tetap meminta kepada Rabb semesta alam, sambil menunggu kabar kejutan suatu hari.
*****
Sabtu pagi kala membuka jendela ada keramaian di rumah sebelah. Dengan penuh rasa ingin tahu, kuhampiri ibu yang menyapu di bawah pohon sawo rumah sebelah.
“Mau ditempati ya, Bu?” Tanyaku hati-hati
“Oh..., iya Mas. Rencana Mbak Sekar akan menetap di sini karena kemarin Mas Prabaswara meninggal karena kecelakaan.”
Innalillahi wa innailaihi rojiun, suaminya Mbak Sekar?” tanyaku tak percaya.
Jantungku berhenti berdetak. Terlintas mimpi waktu itu, apakah alam sedang bersahabat denganku?
*****
Madiun, 21 September 2022
# teks Jatuh Hati adalah lirik dan lagu karya Fileski.
Dyah Kurniawati lahir dan bermukim di Madiun. Menggilai fiksi sejak berseragam putih merah. Lulusan Pend. Bahasa dan Sastra Jawa ini mencoba selingkuh ke sastra Indonesia, tapi tak kuasa lepas dari hangat pelukan sastra Jawa. Menulis geguritan, cerkak, esai, cerita lucu juga menulis puisi dan cerpen. Bisa disapa di https://www.facebook.com/dyah.kurniawati.948.
....
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313