SUATU MALAM DI AKHIR BULAN
MARET
Suatu malam di akhir bulan
maret
Tidak pernah ada kisah apapun yang
bisa ditulis
Semua hari-hari datar dan
kering
Seperti daun mangga rapuh yang jatuh
di halaman depan rumah
Tapi kupaksakan tetap menulis,
walaupun akhirnya harus kulempar huruf-huruf yang berjejalan memenuhi paragraf
itu ke keranjang sampah
Hujan malam ini tiba-tiba
berhenti
Hanya beberapa menit
Deras
Tak membuat malam kedinginan
Genangan air di jalanan berlubang,
menyimpan wajah pucat rembulan
Hampir saja terinjak perempuan tua
berkerudung kain sarung yang berjalan tergopoh menerobos gulita
Apakah ini kisah akhir bulan maret
yang menarik untuk ditulis?
Tidak
Perempuan tua berkerudung kain
sarung itu tak ubahnya bayangan kekecewaan yang menggelayuti malam
Dia selalu melewati jalanan itu
setiap sunyi dini hari
Wajahnya tak pernah kulihat
Tapi aku tahu dia seorang perempuan
tua dari suaranya yang selalu memanggil-manggil nama seorang lelaki entah
siapa
Beratus kali aku melihatnya lewat di
bawah cahaya lampu di jalanan itu saat duduk di kursi di atas balkon seraya
menghisap cerutu
Suaranya menyayat, hampir seperti
lolongan serigala malam yang kehilangan rembulan
Suatu malam di akhir bulan
maret
Kisah apakah yang harus kutulis agar
malam ini tak berlalu sia-sia
Agar hari yang kulalui tak hilang
begitu saja
Bahkan hujan malam ini yang hanya
sebentar pun meninggalkan genangan yang menyimpan wajah rembulan
Walaupun pucat seperti mayat
Keranjang sampah di sampingku mulai
berontak
Tak muat menampung huruf-huruf yang
kulempar
Meluber dan muntah berleleran di
lantai seperti darah
Huruf-huruf itu berteriak
marah
Mereka berebutan merambat ke
jari-jari kaki
Lalu bergerak cepat menelusup di
pahaku, di perutku, di tanganku, di kepalaku
Bergerak sangat buas dan liar
melilit membelit seluruh tubuhku
Napasku sesak
Pandanganku gelap
Aku roboh
Apakah aku mati?
Samar terdengar suara menyayat
perempuan tua berkerudung kain sarung memanggil-manggil namaku dari
kejauhan
Secepat tamparan kilat, tubuhku
melenting ke dalam genangan di tengah jalan bertindihan dengan wajah bulan
pucat yang hampir mati megap-megap
Aku sekarat
Dalam kesendirian yang
menjerat
Mulya Asri, 31 Maret 2022
Sulistyo
Lahir dan besar di Kudus.
Puisi-puisinya terkumpul dalam buku antologi tunggal Episode Bulan, Aku Ingin
Kembali Menulis Puisi, Sajak Pendek Untuk Tuhan, Jejak, Suatu Ketika, dan Masih
Ada Hujan di Pagi Bulan Juni. Berprofesi sebagai Disc Jockey (DJ).
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024