Oleh: Tri Wulaning Purnami
Pengalaman terbesar pada tahun 2023 adalah tentang ikhlas. Ikhlas yang sering digandengkan dengan tulus, menjadi topik perjalanan saya selama satu tahun kemarin. Baik pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Bahkan menjelang tutup tahun dan pada saat buka tahun, beruntun saya melihatnya dalam waktu yang berdekatan. Bagi yang tidak pernah mengalami, rasa empati yang dimiliki kecil. Sehingga mudah menyematkan kata "salah paham", pada orang-orang yang merasa keikhlasan dan ketulusannya tidak dihargai.
Tulus dan ikhlas merupakan aktivitas tanpa pamrih dari seseorang kepada orang lain. Pada umumnya rasa tulus dan ikhlas ini dilandasi dengan rasa senang membantu. Itu sebabnya banyak pelaku tulus dan ikhlas membantu dengan bahagia. Tanpa pamrih bisa diartikan tanpa dibayar pun mau dan tetap dilakukan. Karena membantu orang lain adalah salah satu dari ajaran agama, berpahala.
Perlu diketahui jika tulus dan ikhlas dapat meningkatkan rasa percaya diri. Hal ini dikarenakan dapat melaksanakan amanah yang diberikan dengan baik. Tidak berharap pujian dan atau pengakuan dari orang lain. Jika mendapat pengakuan/pujian, hati merasa senang dan lega.
Tetapi tidak demikian yang dirasakan oleh dua orang kawan saya. Menurut keduanya, ketulusan dan keikhlasan tak dihargai sebagaimana mestinya. Sebut saja A, kawan pertama. A begitu terpukul manakala namanya tidak disebutkan. Justru orang lain yang tidak berkiprah sama sekali, disebut-sebut sebagai orang yang telah berbuat banyak. Hujan air mata dan cerita darinya, bertubi-tubi menggelontor dari malam sampai malam lagi. Saya bisa merasakan sakit hatinya. Sudah membantu siang malam, malah orang lain yang disebut.
Lalu ada B, kawan kedua. Saya tahu ia telah berusaha membantu sebaik mungkin. Bahkan selalu menanyakan, apakah yang dikerjakan sudah sesuai? Setelah yakin, ia pun membagikan pada sebuah komunitas. Siapa sangka, reaksi dari petinggi komunitas di luar dugaan. Ia merasa hasil kerjanya tidak dihargai. Saya membayangkan, usaha yang dilakukan malam sampai dini hari tak ada artinya. Ia merasa diremehkan dan direndahkan. Maka pecahlah emosi seketika. Si tulus dan ikhlas, memutuskan keluar dari grup saat itu juga. Di balik grup, ia pamit dan mengatakan bahwa harga dirinya mahal. Betapa kecewa hatinya.
Menjadi pelajaran berharga bahwa tulus dan ikhlas melakukan semuanya dengan pengorbanan ruang, waktu, tenaga, hati, pikiran, juga materi. Alangkah bahagianya jika jerih payah si tulus dan ikhlas dihargai perasaannya. Bukan malah menyuruh orang lain untuk mem-buly-nya. Rasa lelah bertubi-tubi menjadi sirna. Bahkan kebaikan yang tulus dan ikhlas, bisa menjadi teladan bagi orang lain.
Apakah berat mengucapkan terima kasih kepada si tulus dan ikhlas? Apakah minta maaf bisa menurunkan harga diri? Semua jawaban ada pada pribadi masing-masing. Sulit menemukan orang yang benar-benar tulus dan ikhlas pada zaman now. Maka, jika mendapatkan orang seperti ini, marilah belajar menghargainya. Dunia ini indah jika tiap orang bisa saling menghargai dan mengerti satu sama lain. Setidaknya berbicara dengan baik dan bijak.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024