005

header ads

APRESIASI KARYA PADA PUISI MUHAMMAD LEFAND YANG BERJUDUL WATUKOSEK DALAM INGATAN


Oleh: Lubet Arga Tengah
(Mahasiswa UT UPBJJ Jember)
 
WATUKOSEK DALAM INGATAN        
 
Wajah dan malam di watukosek
Hati berdebar
Jiwa bergetar
Rindu mengalir di urat nadi
Menjadi darah
Menjadi gairah
Menjadi ingatan
Menjadi kenangan
Watukosek menjadi ruh dalam tubuh
 
Mata dan wajah
Lelap dan gelap
Karena sepi
Tersebab jarak
Jauh menjelma rindu dan cumbu
Ada bayang setiap waktu
Mengenang pertemuan dan tatapan
 
Watukosek
Ruang bius
Rindu mengganggu debar
Malam menyuburkan ingatan
 
Jember, 2019
 
 
Puisi Muhammad Lefand ini merupakan puisi pembuka yang terdapat dalam sehimpun puisi yang berjudul “Yang Abadi di Watukosek”. Buku ini sebenarnya masih dalam proses terbit. Puisi yang berjudul 'Watukosek dalam Ingatan' terlihat dibangun dengan gaya bahasa yang sederhana namun sarat dengan makna. Penggunaan kata-kata seperti “hati berdebar” dan “jiwa bergetar” menciptakan nuansa emosional yang kuat. Repetisi kata “menjadi” juga memperkuat imajinasi bahwa Watukosek bukan hanya sebuah lokasi fisik, melainkan juga memiliki dimensi emosional dan kenangan.
 
Puisi ini membentuk citra yang kuat melalui imaji dan personifikasi. Watukosek digambarkan sebagai entitas yang memiliki kekuatan untuk “menjadi ruh dalam tubuh”. Ungkapan seperti “rindu mengalir di urat nadi” dan “mata dan wajah lelap dan gelap” menciptakan gambaran yang nyata.
 
Meskipun berbicara tentang ingatan, puisi ini lebih fokus pada rindu dan cinta daripada sekadar memori pengalaman yang indah atau pahit. Watukosek menjadi pusat dari perasaan ini, dijelaskan sebagai sesuatu yang “menjadi gairah” dan “menjadi ingatan”. Ungkapan ini mencerminkan hubungan yang dalam dan emosional antar penyair dan tempat tersebut.
 
Watukosek dijelaskan sebagai “ruang bius” suatu tempat yang memikat dan membebaskan imajinasi. “Malam di Watukosek” dianggap sebagai penumbuh ingatan, menekankan peran waktu dalam merawat dan menjaga kenangan. Puisi menciptakan perasaan kedekatan dan jarak secara bersamaan. Meskipun jarak fisik menciptakan kegelapan dan sepi, Watukosek tetap hadir dalam kenangan dan tatapan, dengan bayangan dan ingatan menjadi pengganti kehadiran fisik.
 
Puisi ini memberikan ruang interpretasi pembaca dengan meninggalkan beberapa elemen terbuka. Misalnya, mengapa “rindu mengganggu debar” dan bagaimana malam dapat “menyuburkan ingatan”. Hal ini menambah dimensi ketidaktahuan, memungkinkan pembaca untuk membawa pengalaman dan interpretasi pribadi ke dalam puisi. Puisi-puisi lain dalam kumpulan ini juga diyakini akan memberikan pengalaman yang berharga bagi pembaca. Maka siap-siap untuk memiliki dan menikmatinya.
 
Situbondo, 26 November 2023
 

Posting Komentar

0 Komentar