005

header ads

Sebenarnya Kesetaraan Gender itu Seperti Apa ?

 




Umumnya, orang mengartikan bahwa gender adalah laki laki dan perempuan. Padahal bukan. Laki laki dan perempuan adalah jenis kelamin. Sedangkan gender adalah sifat dan perilaku yang melekat pada laki laki dan perempuan. 

Hal-hal kecil yang dikaitkan dengan gender seperti warna misalnya. Perempuan yang wajarnya dihubungkan dengan warna cerah seperti pink, kuning, hijau, biru. Sedangkan laki laki maklumnya dikaitkan dengan warna gelap seperti hitam, abu, dan coklat. Sejatinya, tidak ada hal resmi yang menyatakan hal tersebut. Itu hanyalah opini individu yang telah diakui oleh masyarakat umum, yang kemudian menyatakan akan kewajaran hal ini. Lantas, orang lain ikut menyetujui dan hal ini menjadi konstanta yang tak tertulis. Ada lagi hal yang mengaitkan dengan model pakaian. Perempuan yang model pakaiannya bisa dikatakan lebih kalem dibandingkan laki laki. Mungkin ada sebagian yang bertanya apa alasannya model pakaian juga menjadi konstanta? Karena kebiasaan. Awalnya perempuan memakai model pakaian yang diibaratkan model A, laki-laki memakai pakaian model B. Semakin lama, model ini semakin terkenal dan sudah menjadi adat kebiasaan di dalam masyarakat.

Selanjutnya ranah tentang pendidikan. Seringkali terdengar bahwasanya pendidikan sangat dikaitkan dengan peran antara laki laki dan perempuan. Maksudnya bagaimana? Dalam masyarakat laki laki sewajarnya memiliki pendidikan tinggi sebelum pada akhirnya mereka akan bekerja. Dan ketika pendidikannya rendah, akan menjadi sebuah sindiran tersendiri. Namun sebaliknya, perempuan yang dianggap wajar ketika cukup menamatkan pendidikan di tingkat SMA/SMK/MA saja, bahkan ada pula yang hanya menamatkan SD atau SMP saja, dan ketika ada yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi justru malah dicibir. Anggapan buruk yang menganggap untuk apa perempuan sekolah tinggi tinggi padahal nanti ujung ujungnya berkutat di dapur. Sebenarnya kedua anggapan ini tak sepenuhnya benar. 



Pendidikan adalah hak bagi setiap orang baik itu laki laki ataupun perempuan, kaya atau miskin. Pendidikan yang pada akhirnya juga berhubungan dengan profesi. 

Misalnya saja setelah lulus sekolah, perempuan yang terkadang diharuskan menjadi ibu rumah tangga dan laki laki yang mencari nafkah. Banyak fakta seperti ini, tapi yang menjadi pertanyaan apakah perempuan benar benar sepenuhnya ingin menjadi ibu rumah tangga seutuhnya? Atau ada keinginan untuk sembari bekerja sesuai dengan cita citanya? Laki laki pun sama. Apakah benar tugasnya hanya melulu tentang bekerja?

Kalau ditanya, tentu saja jawabannya tidak. Ketika keduanya ada dalam sebuah rumah tangga, melengkapi adalah yang paling bisa diterima, karena masih banyak yang tidak tahu tugas ibu rumah tangga itu tak kalah berat dari bekerja diluar rumah seperti misalnya memasak, mencuci, membereskan isi rumah, mengurus anak dan tugas lainnya yang masih banyak. Hanya saja terkadang ada hal yang mungkin terkesan aneh di pandangan orang pada umumnya, ketika tugas ini terbalik. Tugas rumah tangga yang dilakukan sang suami, sementara istrinya bekerja diluar. Sudah lumayan banyak bukan hal ini terjadi? Atau bahkan mungkin ada di sekitar kita? Aslinya sih, paling tidak ya sesuai dengan komitmen yang mereka sepakati sebelumnya. 

Jika dikorek ulang, perempuan juga bisa memimpin sama halnya laki laki. Hanya saja, masih minimnya perempuan yang pemimpin dalam sebuah jabatan menjadikan salah satu alasan mengapa perempuan masih agak kurang saja menjadi pemimpin.  Atau biasa disebut dengan budaya patriarki. Dimana laki laki memegang kekuasaan utama dalam kepemimpinan sosial maupun politik. Jadi, mungkin karena budaya ini juga yang memperlambat naiknya persentase perempuan untuk menjadi pemimpin.






Realitanya, kesetaraan gender seperti apa yang diinginkan wanita dan laki laki? Kemungkinan besar kesetaraan gender yang sangat berbeda jauh. Gender dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari bahasa Latin, yaitu "genus", berarti tipe atau jenis. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Maka dapat diartikan bahwa kesetaraan gender adalah suatu keadaan setara dimana laki laki dan perempuan bisa memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Gender bukanlah berarti jenis kelamin. Banyak yang memiliki pengertian keliru terkait ini. 

Kemudian, sudah jelas gender yang diartikan dengan sikap dan perilakunya. Perempuan yang condong memiliki sikap dan perilaku lemah lembut, sopan,  tidak kasar. Laki laki yang condong memiliki sikap tanggung jawab, bersikap kuat sebagai pelindung perempuan, dan juga tegas. Maka dari sinilah seharusnya laki-laki dan perempuan memiliki akses hak yang sama dimata sosial dan mereka bisa melaksanakan kewajibannya, tanpa harus memikirkan latar belakang yang berbeda dan bagaimana tanggapan masyarakat.

Namun perlu diingat, untuk kesetaraan gender yang digunakan sekarang oleh perempuan-perempuan itu hanya untuk bagian yang lebih mudah, mereka hanya memperjuangkan kesetaraan pada bidang ataupun hal-hal yang tidak beresiko tinggi. Sedangkan untuk pekerjaan beresiko tinggi, lebih diarahkan kepada laki-laki.

Kesetaraan gender itu tidak akan pernah bisa terwujud dalam posisi sampai benar-benar setara. Seseorang itu sudah diciptakan berbeda, tugas kita juga pastinya berbeda. Laki-laki dengan kodratnya, dan perempuan dengan kodratnya. Perempuan juga diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, dan itulah salah satu alasan mengapa laki-laki juga memiliki tanggung jawab sebagai pelindung perempuan. Dan untuk mencapai kesetaraan gender itu sendiri, masing masing individu harus memahami apa hak dan kewajiban dari setiap gender serta melaksanakannya dengan baik tanpa paksaan



BIODATA PENULIS


Nabila Niranti, lahir pada 09 November 2004 Kebumen Jawa Tengah. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Memiliki riwayat pendidikan di SDN 2 Sidomukti, MTs N 8 Kebumen, serta Madrasah Aliyah Negeri 4 Kebumen.

Saat ini sedang menjalani studi di Universitas Islam Negeri Prof. K.H.  Saifuddin Purwokerto program studi Pendidikan Agama Islam semester dua. Aktif di organisasi kampus yaitu PMII dan juga aktif pada kegiatan komunitas berpenghasilan yang dibimbing Bapak Al Haddad seorang DPRD Bandung. 


Posting Komentar

0 Komentar