005

header ads

“MENGENANG  TRAGEDI GALODO BUKIK TUI MELALUI MUSIK”

Penulis: Muhammad Egi, S.Sn.

Pengkarya: Vindo Alhamda Putra, S.Sn.

 

Sayup-sayup takbiran berkumandang hingga isak tangis dari korban bencana tanah longsor “Bukikk Tui” di implementasikan oleh pengkarya melalui Audio Effect, ditambah dengan alunan nada dari bansi dan saluang menambah kesan dramatis dari pertunjukan ini. Permainan Lighting hingga asap  dari atas panggung menambah kesan realistis dari tragedi tanah longsor “Bukik Tui”.

                                                      (Sumber Foto: Rizky Wahyudi)     

                                                      

Pada tanggal 4 mei 1987 bertepatan dengan 6 Ramadhan 1470 H sekitar pukul 14.00 WIB, cuaca mendung yang ikuti dengan turunnya hujan lebat dari pukul 14:30 WIB sampai senja. Derasnya hujan yang disertai petir dan guntur yang dahsyat, saling sambung menyambung berbeda dari hari-hari biasanya. Pada pukul 17.25 WIB terjadilah longsor pertama, terdengar bunyi gemuruh dan diselingi oleh suara ledakan yang datang dari arah Bukit Tui. Asap dari tungku-tungku kapur yang meledak mengepul ke udara, seakan-akan daerah tersebut terkena bom. Sebagian masyarakat yang selamat yang rumahnya terletak di tepi sawah berlarian menyelamatkan diri kearah Gelanggang Pacu Kuda Bancah Laweh, (Sumber: Satkorlak, 2018).

 

Sewaktu upaya pertolongan diberikan, pada pukul 18.30 WIB terjadilah longsor kedua yang begitu dahsyat dan menimbun tungku kapur yang tersisa, dan puluhan rumah penduduk yang ada di bawahnya hingga ke seberang jalan sampai rata, masyarakat menyelamatkan diri dan anak istri mereka. Semua bangunan  berserta  harta benda lainnya hancur musnah tertimbun tanah, batu bercampur lumpur dan pohon-pohon kayu besar kecil, bersamaan dengan puluhan orang penduduk dan segala yang hidup di bawahnya karena tidak sempat menyelamatkan diri. Pekik kesakitan, isak tangis dan rintihan minta tolong  serta teriakan memanggil-manggil anak, ayah, ibu dan saudara serta suami istri berbaur dengan gemuruh hujan guntur, mengubah suasana menjadi suram, menakutkan, mengerikan sekaligus juga sangat mengharukan. Pada peristiwa  ini telah menelan korban jiwa hingga 133 nyawa melayang, (Sumber: Satkorlak, 2018).

 

Dari fenomena tersebutlah pengkarya mengambil ide dan konsep untuk menggarap sebuah karya yang melatarbelakangi tanah longsor, dan digarapan menggunakan bentuk musik Programa Tiga bagian. Musik Programa adalah musik instrumental yang besar pada abad ke-19 berhubungan dengan cerita, puisi, ide atau adegan. Bagian instrumental pada Programa dapat mewakili emosi, karakter dan peristiwa cerita tertentu.  Pengkarya memberikan judul besar dari karya ini adalah “BUKIK TUI dengan Movement Pertama diberi judul “kikisan” Movement kedua “bahala” Movement ketiga “imbas”.

                                                                                              

(Sumber Foto: Rizky Wahyudi)


Movement I “Kikisan”

            Pada Movement I pengkarya mencoba menginterpretasikan sebab terjadinya tanah longsor. Disebabkan ulah aktivitas tanbang batu kapur yang mengakibatkan terjadinya  bencana tanah longsor. Pengkarya juga menginterpretasikan bagaimana susahnya para pekerja pemecah, mengambil batu dan bekerja dengan tingkat keselamatan yang sangat rendah hingga bisa mengancam nyawa mereka sendiri, hal ini menyebabkan benturan hebat antara permasalahan eksploitasi alam dan kebutuhan ekonomi masyarakat setempat

Movement II “Bahala”

            Pada Movement  II pengkarya menginterpretasikan bagaimana peristiwa tanah longsor terjadi. Dari awal terjadinya kronologi tanah longsor hingga pasca terjadinya tanah longsor. Pengkarya juga menginterpretasikan bagaimana suasana peristiwa tersebut terjadi melalui musik yang pengkarya sajikan.

Movement III “Imbas”

            Pada Movement III pengkarya menginterpretasikan bagaimana dampak dari sebuah perbuatan manusia yang menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor dahsyat yang merenggut korban jiwa hingga ratusan jiwa, sehingga kejadian tanah longsor tersebut sangat berpengaruh pada psokologi para korban bencana, memiliki trauma mendalam, hingga kehilanggan orang tercinta.

 

Vindo alhamda putra merupakan putra daerah, lahir  pada tanggal 18 Oktober 1998 Padangpanjang. Pernah Studi strata 1 (S1) di Institut Seni Indonesia Padangpanjang Prodi Seni Musik dan melanjutkan Studi Strata 2 (S2) di Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang.

 

Pertunjukan Karya Akhir Pascasarjana ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan sebagai Karyasiswa minat Penciptaan Musik Barat untuk meraih gelar kesarjanaan Strata-2 (S2), Pertunjukan ini gelar pada 28 juli 2023 bertepatan di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam Institut Seni Indonesia Padangpanjang. Di balik kesuksesan dari pertunjukan Karya akhir ini  dikomandoi langsung oleh Chepri Zulda, S.Sn., M.Sn selaku Pimpinan Produksi, Vindo Alhamda Putra, S.Sn selaku Kondaktor sekaligus Karyasiswa teruji, Concert Master Andre Dwi Wibowo, S.Sn, Andika Bayu Putra, S.Sn., M.Sn selaku penyaji Vocal Tradisi dan Muhammad Hadi Habib, S.Sn sebagai pemain bansi/saluang.



Posting Komentar

0 Komentar