005

header ads

PERTEMUAN | Nur Sodikin

 PERTEMUAN

| Nur Sodikin

Di Padang ilalang kita duduk berdua

di bangku dari pohon bambu 

rimbun daun pohon jati cukup untuk berteduh pagi ini.


Masih pagi sekali kita bertemu seperti janji hari itu 

rambutmu masih berantakan aku tau kau tidak mandi pagi ini, helaian rambut di keningmu dibasahi embun justru membuatmu tampak semakin anggun.


Kita memang tidak janjian untuk saling bertukar cerita apalagi tukar rahasia

jadi tidak perlu resah menyiapkan kata dan diri

paling cuma sekedar pertanyaan basa basi.


'Bagaimana malammu sayang apa kau sempat begadang?

tentu bukan hanya aku, nyamuk nyamuk pasti ngantri untuk mencumbumu

juga semilir  angin yang bertamu lewat celah celah genteng

diam diam menyelinap ke selimut, masuk lubang pernapasan mu dan meraba dadamu.


Ternyata benar kau isyaratkan itu lewat senyum tengil mu

mungkin kau malas menjelaskan

malah membalas dengan pertanyaan

'lalu bagaimana dengan malam mu?


Malam ku panjang sayang

tiap malam ku buka jendela lebar lebar

kubiarkan angin masuk kamar biar bisa aku hajar

kusedekahkan juga darahku awas saja jika nyamuk nyamuk itu masih menggigit kekasihku.


cit cat cittt cittt dua ekor monyet ketawa 

dari tangkai pohon dibelakang kita

baru kusadari sedari tadi mereka menguping pembicaraan kita,

malam ku panjang sayang lain kali akan lebih mudah bila kau bermalam disampingku.


jutaan butir mata di pucuk pucuk rimbun ilalang 

serasa datang tiba tiba

diantara kemelut kabut mereka juga diam diam mengintip pertemuan kita

tetapi aku tidak malu pagi ini kita memang seperti raja dan ratu.


mata langit seperti curiga perlahan ia mulai menengok pertemuan kita

jutaan mata yang tadi mengintip kita segera sembunyi seluncuran ke bumi

lalu kita, lagipula kita adalah sepasang dua hati kuharap langit mau mengerti.


ribut dedaunan dua monyet mengayun ayun ranting

teriak teriak mengusir mata langit yang hendak mengganggu raja dan ratu,

katakan kawan bisakah mata langit itu sedikit menunggu

atau apakah mereka marah pada kita sayang, yang tak sempat bersenggama

mungkin lebih baik kita sudahi saja pertemuan kita hari ini kuharap langit mau merestui.




CATATAN RINDU


Di perempatan pinggir pohon trembesi itu

masih ramai orang datang dan pergi

dengan sabar ku amati satu persatu pengguna jalan itu

berharap melihat kelebat rambutmu.


Aku pun pergi

ke kedai favorit mu

ke tempat tempat dimana kita bertemu

masih kuingat wewangian tubuhmu, ya ia pernah bersemayam di meja ini bersatu dengan bau bakaran roti.



Aku tak menyerah begitu saja

ku cari kau lewat puisi

Juga lagu lagu yang kau sukai

namun kau lebih suka menjadi kisah

untuk aku yang sering lupa sejarah.


Jujur saja aku tak ingin menulisnya

tentang rencana manis yang gagal tiba tiba

apalagi tentang rindu dan sabar 

yang tak pernah dibayar


tapi aku masih mengingatnya

cara mu menggunakan garpu

mengiris roti bakar 

sambil berbincang bincang sore itu.


sebelum pulang

kutitipkan secarik kertas kepada kasir di kafe itu

nona' aku tak memesan apa apa

dan untuk rinduku, itu kubayar saja dengan doa.




UNTUK YANG KESEKIAN KALI

Aku pernah ingin memilikimu

tapi tidak lagi

karena aku ingin menjadi pelaut

kau teramat dingin

untuk aku yang banyak ingin


lagipula aku tak mau melarangmu

seperti aku yang tak suka dibelenggu

skedul bertemu kita terlalu rumit

bagiku  yang tak tahan rindu


aku ingin berlayar menuju mercusuar

kau bilang itu tidak benar

kau bilang rumahmu di dekat bandara

bukan di dermaga


tapi aku tak mau peduli

aku ingin berlayar untuk kesekian kali

dan aku pasti pulang sayang

meski pintu rumahmu

akan kembali kau tutup untukku.



BAGAIMANA KABAR SENJA

Aku pernah mencintai gerimis dan hujan

di teras rumah duduk menikmati teh

menguping desas desus semilir angin yang datang

kukira ia sedang membicarakan beberapa burung pipit yang sembunyi di antara dedaunan.



lalu segerombolan awan gelap datang

bersama para pasukan angin

yang kurang ramah dan dingin

aku pun tak sempat menyapa, segera menutup jendela.



lalu duduk di kursi menikmati teh yang tak hangat lagi

musim ini belum juga berlalu

pelan pelan kurasa rindu

dengan tatapan mata langit

yang cerah dan bersahabat.


Aku teringat masa itu

seharian saling terjaga

menjalani rutinitas yang ada

bersama melewati waktu ke waktu.


di ujung hari yang cukup melelahkan

ku amati telah jauh ia disana

mengapa, juga akhirnya kusadari

ternyata ia pandai juga menggoda

meski itu jadi isyarat kepergiannya.







PULANG

Selamat pagi..

jendela

yang selalu lebih dulu dibuka

sebelum membuka mata.



Selamat siang hidup

kau selalu lebih dulu hidup

di kala aku masih redup.


Selamat sore harapan

kau selalu lebih dulu pulang kerumah

sebelum kutemukan rumah.


Selamat malam rumah

kau selalu lebih dulu di singgah

sebelum kuputuskan singgah.






ANAK PODANG


Anakku sayang

bagaimana hari harimu?

menyenangkan bukan

jaga diri dan kesehatan.



Anakku sayang

kau sudah dewasa?

tentu tak seperti yang kau kira

anakku sayang.


Anakku

bisakah kau nyanyikan sebuah lagu?

tak harus merdu

tapi untukku

juga untukmu.


Anakku sayang

jangan lupa pulang

anakku sayang

jangan lupa pulang.




ANGAN DAN INGIN

Angan dan ingin ialah dua hal

yang sama sama akan terbawa angin

tak pernah bisa dimiliki.


Dulu waktu kecil kau melipat lipat kertas menjadi perahu

bertuliskan impianmu lalu melayarkan nya

beranjak remaja kau kembali melipat lipat kertas menjadi pesawat lalu menerbangkan nya.

Setelah dewasa yaaa' kertas kertas itu memang tak pernah kembali.



PAGI TRAGEDI 

Wanita tua itu masih meniti waktu

disela subuh merengkuh,

mengayuh, sepeda tua

sembari menyapa sang surya.


Selamat pagi

dedaunan menyapa

dengan parang yang masih garang

Ia tebas ranting ranting kering


di hutan alam raya di bawah pohon cemara

tetes hujan jatuh tanpa aba-aba

mengalir ke pipi

terjatuh dari dahi

meresap ke ke kerah kain yang basah.


Burung perkutut yang meneduh

saksi ranting cemara yang jatuh

Tepat di kepala wanita tua

Sempurna pada pagi yang baik dan tragedi

diantar kereta kencana ke langit nirwana

ke singgasana surga.









DI JALAN KEHENINGAN

Kenapa kita tidak berhenti saja

mencoba menyapa lagi basa basi seperti baru saja menjalin hubungan

aku rasa mengejar dan dikejar itu sama sama melelahkan

karena keduanya sama sama terpaksa untuk terus berlari.


Tetapi jika memang memaksa untuk tetap kejar kejaran

barangkali Jika berhenti dianggap selesai

semoga kita tidak terlalu berjauhan,

jalanan begitu sepi

aku tak tega membiarkanmu sendiri


atau barangkali aku yang takut sendirian

atau sebenarnya kau juga tak ingin sendiri

atau kita memang sama sama takut sendirian

apalagi jika bersama masih terasa sendiri.




DONGENG PENGHABISAN MALAM

Ayam tetangga

selalu berkokok lebih dulu

mungkin malaikat memang sengaja

turun disana lebih dulu


diam diam menanyakanku

kepada ayam yang tiap hari main di pelataran rumahku

mungkin memang begitu

cara dia mencintaiku


adzan subuh tiba

dengan lantunan mengantuk

dengan suara batuk batuk

yang terdengar disengaja


tapi malaikat suka disana

menonton setia sambil tertawa

pantaskah jadi canda tawa?

mungkin begitulah cara dia mencintainya.



TUAN BLEGEDES

badanmu yang gagah sumringah

diterpa angin semilir semilir anyir

kini lemas gelisah

merapikan gerah dan resah


seekor bajing lompat jumpalitan di pohon jambu depan rumahmu

meringis mencibir menertawakanmu

hei tuan ini hanyalah angin biasa

seperti kemarin atau tahun lalu,


bumi ini berputar batu di pinggir pintu yang kau lempar dengan kasar 

jatuh di jalanan becek berumput liar

dan suatu hari bisa saja menyandung mu.


ini hanya angin biasa, angin yang sempat menyapu helaian rambut di keningmu

saat kau merentangkan tangan mengangkat dada dan kepalamu tahun lalu.



KAWAN DI JALAN KEHENINGAN

malam itu

malaikat turun dari singgasana langit

membawakanku sebungkus nasi

sebagai makan malamku

begitu ajaib tentu

bagi seorang bajingan sepertiku.


Kutawarkan tangan kananku

sebagai balasan terimakasih

kulihat nafasnya mengkah mengkih

dan berkata

jadi kau mau makan dengan tangan kirimu?

kau ingin menghinaku?


aku kehabisan akal

kutawarkan kepalaku

kulihat matanya menyala

seraya berkata

Aku ingin kau hidup

Kau beri kematianmu?


aku kehabisan kata kata

tak sanggup ku tatap wajahnya

ku peluk saja dia

kubisikan kata kata


ambilah kawan

perasaanku

apapun yang kau mau

ia lalu tersenyum, berkata

aku ingin kau hidup

maka hiduplah.




SI PENJAGA

meniti pagar rumah itu gampang gampang susah

tergantung keinginan penghuni rumah

butuh kesabaran dan lelah

merakit satu persatu kayu

hingga keliling dengan sudut sudut tertentu


tidak terlalu sempit atau luas jaraknya

dari rumah yang dijaga

terkadang juga perlu menyediakan satpam sebagai tambahan penjaga

namun di suatu hari buruk

terjadi cekcok di dalam rumah

penjaga pun gugup


seseorang lalu keluar dari pintu

lari ke gerbang yang terkunci,

lalu kembali datang dengan palu ia rusak  kunci

gagal merusak kunci ia rusak pagar yang masih rapi

ia pun lari keluar sambil mencaci.


lalu disuatu hari lagi

ia kembali berdiri didepan gerbang yg masih terkunci

dan pagar yang sudah rapi kembali

ia panggil panggil penjaga untuk membuka kunci

penjaga duduk di kursi

tak peduli.





MENGALAH

kesetiaan itu tentang darah dan luka

dan itu sangat mahal tuan

untukmu yang tak mampu

menentukan

harga dan mutu


selalu berhitung

berapa untung

apakah untung

sedang ia rela

buntung.



ANGIN

angin itu datang dan pergi

tapi tenang saja

atau awas saja

malam ini atau malam nanti

ia pasti kembali



untuk memelukmu

hingga kau terbangun

dan kembali menata selimut tebal mu


begitu mesra

ketika ia pelan pelan

menyelinap di balik selimut mu

pelan pelan meraba tubuhmu

membuatmu terlelap

makin terlelap.



MEI

Perlahan kau menjelma kata

yang makin tak sanggup ku terjemahkan

beberapa pertemuan

masih meninggalkan pertanyaan

itu siapa?


perlahan kau menjelma angin

dingin dan mematikan

yang sesekali ingin

kutanyakan

ia darimana?


perlahan kau menjelma aroma

yang memenuhi dada

hingga sesak kurasa

masih tak dapat ku pahami

ia untuk apa?



BIONARASI

Nur sodikin lahir di blora jawa tengah

gemar menulis sejak 2015, beberapa puisinya telah dibukukan dalam beberapa event antologi juga dimuat di beberapa media

salah satunya di suarakrajan






Posting Komentar

0 Komentar