Bulan Madu
Sungguh pepohonan-pepohonan hijau nan rindang. Sungai-sungai susu yang segar mengalir. Burung-burung bersayap merah jambu terbang dengan riang gembira. Bunga-bunga beraneka warna mekar. Kupu-kupu hinggap kesana-kemari mencumbu bunga. Udara sejuk memanjakan hidung. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan rumput-rumput. Padi-padi menguning siap untuk dipanen. Matahari terbit dari barat laut. Bersinar malu-malu. Aroma kasturi mengudara bercampur dengan harum bunga-bunga. Embun-embun hinggap pada buah-buah yang segar. Wajah-wajah yang enak dipandang bercahaya. Mereka mengenakan pakaian berbahan sutera yang halus. Berdandan sederhana. Tak perlu berlebihan. Karena mereka sudah menawan. Karena mereka sudah rupawan. Hajat sudah disiapkan. Makanan lezat sudah dihidangkan dengan piring-piring emas, mangkuk-mangkuk perak dan gelas-gelas perunggu.
***
“Ayo Mas mandi dulu sana! Sudah kupanaskan madu untuk mandi. Nanti kita telat lagi.” Surwea jengkel sambil mengahadap cermin memakai beha.
“Ah kaya mau kemana saja. Telat ya kan ndak papa.” Zerkwun memeluk Surwea dari belakang mencumbu tengkuk.
“Mas. Sudah ah Mas. Kamu ini. Nanti madunya dingin Mas. Sana mandi dulu. Telat kan ndak enak sama Raja.” Surwea jengkel tapi sempat menggelinjang.
Zerkwun memang tangan kanan Raja Yordaz. Tapi sungguh Zerkwun tidak suka datang ke pesta pernikahan. Hari ini mungkin adalah hari yang menjengkelkan bagi Zerkwun. Ya, hari ini adalah pesta pernikahan Pangeran Azup. Putra semata wayang Raja Yordaz. Sungguh, Zerkwun sempat berniat pura-pura sakit. Karena pesta akan dilangsungkan tujuh hari tujuh malam. Tapi sungguh, kepala Zerkwun tiba-tiba pusing. Ia tak sanggup membayangkan betapa melelahkannya rangkaian acara pernikahannya nanti.
***
Istana gaduh penuh hiruk-pikuk. Taman sudah dihias semewah mungkin. Ya karena hari pertama pesta akan dilangsungkan di taman. Kolam-kolam ikan memantulkan sinar matahari. Angsa-angsa berenang di atasnya. Rusa-rusa berlarian dengan hati-hati. Penduduk Kerajaan Sorga Firdoz berbondong-bondong datang. Dari Utara. Dari Tenggara. Dari Timur. Dari Barat Daya. Dari Timur Laut. Dari Selatan. Dari Barat. Dari Barat Laut. Ada yang berjalan santai. Ada yang berjalan cepat. Ada yang berlari. Ada yang menunggang kuda. Ada yang menunggang unta. Ada yang menunggang balon udara. Mereka semua datang dengan wajah bersinar. Hati berbunga-bunga. Siap menjadi saksi untuk pernikahan Pangeran Azup dan Putri Zsasya dari Kerajaan Sorga Zannack.
***
“Bangun Pangeranku yang paling rupawan sejagat raya.” Sang Ratu Tyonah berusaha membangunkan Pangeran Azup yang masih tertidur. Menggelitik halus tubuh pangeran.
“Ah Bunda. Apa sih? Aku masih ngantuk. Ah Bunda!” Pangreran Azup merengek menutup tubuhnya dengan selimut bulu harimau.
“Ih bangun. Ini kan hari pernikahanmu! Kamu lupa ya? Ayo bangun siap-siap!” Ratu Tyonah menarik selimut itu dengan sekuat tenaga.
“Santai kali Bun. Masih jam segini. Aku masih ngantuk.” Pangeran Azup bangun melihat ke arah jendela. Sinar matahari pagi menyapa wajahnya yang sungguh teramat rupawan.
Pangeran Azup beranjak mandi dengan malas. Ia mandi dengan susu segar dicampur sulingan anggur yang wangi dengan suhu lima puluh derajat celcius. Ia berlama-lama berendam di bak mandi yang terbuat dari emas. Ia membayangkan betapa cantik jelitanya Putri Zsasya di pelaminan nanti. Ia merasa menjadi Pangeran yang beruntung.
***
Di aula, Raja Yordaz mengumpulkan seribu pasukan ajudan terpilih untuk memberi arahan. Raja Yordaz akan melakukan pengamanan ketat untuk keberlangsungan acara pernikahan putranya nanti. Ia harus turun sendiri memberi arahan. Ia tak mau diwakilkan oleh siapapun. Karena Raja Yordaz ingin selalu memastikan semuanya aman.
“Kalian semua siap?” teriak Raja Yordaz.
“Siap Raja!” teriak seribu pasukan ajudan terpilih. Kompak.
“Penjagaan ketat dari semua pintu. Tak boleh ada penyusup masuk!” teriak Raja Yordaz nyaris seperti raungan singa.
“Siap Raja!” teriak seribu pasukan ajudan terpilih. Kompak.
“Pastikan semua hidangan makanan dan minuman aman. Tak ada sabotase racun.” Teriak Raja Yordaz menggema.
“Siap Raja!” teriak seribu pasukan ajudan terpilih. Kompak.
“Segera laksanakan tugas masing-masing. Menyebar ke seluruh sisi. Laksanakan tugas dengan riang dan wajah yang santun.” Teriak Raja Yordaz dengan penuh wibawa.
“Siap Raja. Laksanakan!” teriak seribu pasukan ajudan terpilih. Kompak.
Seribu pasukan ajudan terpilih balik kanan. Menyebar ke segala sisi. Langkah-langkah kaki yang tegas. Bergemuruh sepatu dari kulit kuda pada lantai marmer yang mengkilat. Siap mengamankan acara pernikahan Pangeran Azup dan Putri Zsasya. Sampai selesai. Tujuh hari tujuh malam.
***
Tamu undangan sudah hadir. Raja-raja dari kerajaan lain. Jajaran petinggi-petinggi kerajaan. Para peminmpin-pemimpin daerah. Orang-orang penting. Dokter-dokter alhi. Para ksatria yang gagah berani. Penyair-penyair kondang. Pelukis-pelukis termasyhur. Para pemain-pemain peran yang pandai. Pakar-pakar politik yang cerdas. Profesor-profesor yang tekun belajar. Dan golongan yang lainnya. Datang memenuhi undangan. Begitupunn pendudduk Kerajaan Sorga Firdoz hadir dengan penuh kegembiraan.
Kedua mempelai memasuki pelaminan dengan balutan pakaian adat serba emas. Berjalan pelan diiringi musik tradisional yang mengalun dengan indah. Kemudian serangkaian prosesi adat kerajaan berlangsung dengan lancar. Setelah duduk di pelaminan. Para tamu undangan antri mengular untuk bersalaman memberi selamat. Sembari menikmati hidangan yang lezat.
Hiburan musik tangtut yang kemudian berdendang dengan irama yang aduhai. Biduan-biduan cantik dengan pakaian minim yang menggugah birahi. Menyanyikan lagu-lagu yang membuat para hadirin bergoyang. Suara gendang. Pinggul bergoyang. Asyik. Sampai sore. Malam tiba. Pangeran Azup dan Putri Zsasya masuk kamar pengantin.
***
“Bukankah acara ini membosankan wahai Putri?” Pangeran Azup menggoda Putri Zsasya yang sedang berbaring di ranjang pengantin yang wangi.
“Iya acara yang sungguh monoton. Apakah Pangeran ada tawaran lain yang lebih menarik?” Sang Putri centil gantian menggoda.
“Bagaimana kalau kita bulan madu saja? Pangeran Azup menawarkan sambil menciumi leher Putri Zsasya.
“Hah bulan madu? Sungguh wahai Pangeranku?” sang Putri menanyakan balik sembari mendesah lirih.
“Iya kita bulan madu turun ke Bumi. Ke Negeri bernama Indonesia.” Ciuman Pangeran sudah pindah ke bibir Putri yang lembut.
“Hah bumi? Hah Indonesia?” Sang Putri bertanya lagi. Ia suadah siap melewati malam dengan nikmat. Dan ia tak tahu tempat bernama Indonesia itu. Tapi itu tak penting.
Setelah bersenggama dengan hebat. Pangeran Azup dan Putri Zsasya bersiap-siap untuk pergi bulan madu ke Indonesia. Mereka berdua menyamar sedemikian rupa supaya misi kabur ini berjalan dengan lancar.
***
Berbekal pengetahuan Pangeran Azup tentang Indonesia yang minim. Ia hanya sempat mengetahui Indonesia dari dongeng seorang Juru Dongeng tua yang ia temui di pasar sebulan lalu. Ia mendengar barang sebentar tapi terngiang terus di kepalanya.
“Konon di Bumi yang indah. Berdirilah sebuah Negeri yang pandai menerima rasa sakit. Penduduk Negeri Indonesia sudah belajar dengan baik tentang rasa sakit. Ditindas. Dikebiri. Dibungkam. Dirampas haknya. Dibuat lapar. Dibuat miskin. Dibodohi. Diadu domba. Dihasut. Disesatkan. Dan bermacam-macam rasa sakit lainnya. Tapi penduduk Indonesia menerima semua itu dengan dada yang lapang senyum lebar.”
Itulah secuil dongeng dari seorang Juru Dongeng Tua yang terngiang di kepala Pangeran Azup. Sejak saat itu ia sering memimpikan Negeri Indonesia itu. Dan ingin sekali datang kesana walaupun hanya sekadar berlibur.
***
Pangeran Azup dan Putri Zsazya masuk ke mesin waktu berangkat ke Indonesia untuk bulan madu. Di perjalanan mereka membayangkan bulan madu yang indah. Berlibur ke pantai. Berenang di danau. Berbelanaja di pasar tradisional. Makan makanan yang lezat. Menikmati senja yang berwarna biru di atas bukit.
***
Di Kerajaan Sorga Firdoz pesta tujuh hari tujuh malam masih digelar. Tamu-tamu undangan masih berbondong datang. Pesta berjalan lancar hikmat. Gelaran wayang tulang digelar tujuh malam suntuk. Tanpa pasangan pengantin ada di situ. Penduduk tak masalah. Mereka masih bisa menikmati hidangan makanan yang lezat dengan lahap.
Sukoharjo, 8 Agustus 2021
Gigin Hilal Ahmadi lahir di Kebumen, 7 Juli 1995. Bergiat di Monolog Pejalan Surakarta.
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024