005

header ads

Puisi Effendi Kadarisman

BISMA GUGUR

            Effendi Kadarisman

 

Aku, Srikandi, menyaksikan Resi Bisma

terpental dari kereta dan jatuh

di bumi yang lumpuh

Kudengar tadi teriaknya nyaring

memanggilku, “Amba!”

Dan panah dari tanganku meluncur deras

menancap di dadanyaSekejap! Disusul

berpuluh panah Arjuna, suamiku, berdesing

bak kilat merajam merih lehernya

 

Lalu bendera putih dikibarkan di langit senja

Gemuruh perang mendadak berhenti

Dengan sisa napasnya, Sang Resi memandangku

dengan seribu sembilu kerinduan

Aku menunduk dengan mata iba dan hati teriris

Akulah si pembunuh!

Dengan mengantarnya ke gerbang kematian,

apakah yang kudapatkan?

Tak ada. Hanya luka dan sia-sia

 

Kulihat semua mendekat, memberikan

penghormatan terakhir

Duryudana memberikan bantal bersarung sutera,

dan Bisma menggelengWerkudara mengambil

setumpuk tameng, diletakkan di bawah kepalanya

Kulihat senyumnya mengembang, dan

lirik matanya mengarah ke jantungku

Kurasakan detak keras yang panas: ya,

akulah si pembunuh!

Aku tak tahu, apa yang ia bisikkan kepada

Arjuna, yang bersimpuh sambil

mendekatkan telinga

 

Bau harum pun memenuhi udara Kurusetra

Arakan awan merah—seolah langit merayakan

kelamnya permusuhan dengan warna darah

Tapi, bukankah itu juga lambang keperwiraan?

Ketika alam menjemput arwah pahlawan

dan membuka semua pintu nirwana?

 

Sesampai di gerbang Amarta, semua prajurit

meneriakkan namaku berapi-api, “Srikandi!

Srikandi! Srikandi!”

Ya, akulah si pembunuh!

Telah kudapatkan semuanya: luka dan sia-sia

 

Malang, 14 Juni 2021

 

 

Bionarasi Penulis

Effendi Kadarisman mendapatkan gelar Ph.D. di bidang linguistik dari Universitas Hawai tahun 1999, dengan menulis disertasi tentang puitika Jawa: Wedding Narratives as Verbal Art Performance: Explorations in Javanese Poetics. Selain menekuni linguistik, ia juga mencintai puisi. Ia telah menerbitkan empat antologi puisi: Tembang Kapang, Tembang Bebrayan (2007), kumpulan puisi Jawa modern; Uncommon Thoughts on Common Things (2020), renungan-renungan puitis dan terkadang konyol dalam bahasa Inggris; dan dua kumpulan puisi dalam bahasa Indonesia: dan Aurora di Kutub Utara (2010) dan Selembar Daun Hening (2020). (Antologi kedua ini sempat ikut lomba pada Hari Puisi Indonesia tahun 2021; dari 167 buku puisi, Selembar Daun Hening berhasil masuk ke tahap 15 nominees, tetapi gagal masuk ke tahap akhir: 5 buku puisi pilihan.) Puisinya “Sumpah yang Menggugah” dimuat di laman Sosmed Badan Bahasa Depdikbud pada bulan Oktober 2021. Sebuah puisinya masuk antologi puisi Seribu Tahun Lagi (2021); dan dua puisi lainnya masuk antologi Dunia: Suara Penyair Mencatat Ingatan—yang akan segera terbit di tahun 2022 ini. Sebagai guru besar di bidang linguistik di Universitas Negeri Malang (UM), Effendi pensiun  pada bulan September 2020; saat ini ia adalah guru besar linguistik di Program Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).

Asal kota: Malang

No. WA: 081 331 452 486

Akun Facebook: Effendi Kadarisman




Posting Komentar

0 Komentar