005

header ads

"KORUPSI DI KORONA" Puisi Menolak Korupsi 8

"KORUPSI DI KORONA"

Puisi Menolak Korupsi 8

 

GAGASAN

Mencermati penanganan pandemi covid 19, sejak kasus pertama dikonfirmasi disusul upaya penegakan protokol kesehatan (yang kerap tak terintegrasi) hingga program vaksinasi belakangan ini, indikasi silang sengkarut sistim pengelolaan berikut kebocoran anggaran kian tak terelakkan. Terlebih dengan terjadinya penangkapan terhadap penilap bantuan bagi masyarakat terdampak serta temuan statistik (penularan) yang rapuh validitasnya (hingga memicu perdebatan antar pemda dan lembaga), aroma korupsi serta manipulasi yang dilakukan oleh sejumlah oknum pemerintah dalam penanganan bencana pandemi itu kian teruar.

 

Sementara di kalangan akar rumput dan masyarakat awam, kematian tersebab penyakit lain kerap dimanipulasi oknum tenaga kesehatan sebagai kematian lantaran paparan virus korona, entah dengan surat keterangan yang terlambat diterbitkan atau bahkan tanpa catatan resmi yang bisa dipertanggungjawabkan. 

 

Kala terjadi lonjakan penularan yang menyebabkan rumah sakit kewalahan menampung pasien positip pun sempat dimanfaatkan para oknum bermodus menawarkan antrean berbayar mahal bagi penderita yang menghendaki perawatan. Demikian pula ketidakpastian harga swab dan rapid tes di awal menjalarnya wabah, menyusul fenomena masker dan hand sanitizer yang hilang dari pasaran, melengkapi indikasi keteledoran pemerintah dalam menghadapi wabah. Teranyar, gonjang-ganjing proses vaksinasi yang berubah-ubah aturan main dan prioritasnya kian melengkapi kecarut-marutan penanganan pandemi ini.

 

Di sisi kebijakan, ketentuan perundang-undangan yang kurang tegas, ditambah turunannnya (di berbagai daerah) yang tidak membangun kesamaan langkah dan kepaduan tindakan, terbukti kian memperparah keadaan. Ironisnya, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID 19 malah menyertakan klausul yang menyatakan, bahwa tiap biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk penyelamatan perekonomian dari krisis bukan merupakan kerugian negara. Artinya, keberadaan pasal 27 Perpu itu telah menutup kemungkinan munculnya gugatan (secara hukum) terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

 

Sepantasnya, bukan hanya termasuk sebagai kejahatan ekonomi yang merongrong keuangan negara, korupsi dan manipulasi yang terjadi di masa pandemi patut digolongkan sebagai kejahatan kemanusiaan paling barbar. Di tengah derita warga bangsa yang terancam nyawa dan hajat hidupnya, di dalam kepungan krisis ekonomi yang mengancam kebangkrutan dunia, perilaku tak beradab itu harus dicatat sebagai sejarah kelam kehidupan. Jika hukum mandul serta tak berdaya membeberkannya, puisi mesti mengambil peran untuk mengabadikan laku tercela sebagian orang yang mengaku manusia, namun kehilangan kemanusiaannya.

 

TEKNIS

1.      Penerbitan Antologi PMK (Puisi Menolak Korupsi) 8; “Korupsi di Korona” bersifat independen, nirlaba serta berdasar kemandirian individu yang menjunjung asas kebersamaan.

2.      Penerbitan ini merupakan kelanjutan dari program penerbitan antologi puisi sebelumnya yang selama ini dilakukan oleh Gerakan PMK; merangkum dan mengakomodir puisi karya para penyair dari seluruh Indonesia dengan beragam latar belakang, usia, dan gaya puitika.

3.      Puisi merupakan karya asli (bukan saduran, bukan jiplakan) bertema “Korupsi di Korona”, memotret indikasi terjadinya korupsi dan manipulasi terkait dengan penanganan pandemi covid 19 di Indonesia.

4.      Puisi dapat juga merupakan representasi atau tafsir dari gagasan di atas, berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di berbagai daerah selama ini.

5.      Untuk menjaga ketepatan tematik dan kualitas puitik agar penerbitan ini layak sebagai buku kumpulan karya sastra, seluruh puisi akan diseleksi secara obyektif oleh Tim Kurator yang terdiri dari Acep Zamzam Noor (Tasikmalaya), Ali Syamsudin Arsy (Banjarbaru), dan Dr. Sahadewa (Kupang).

6.      Biaya penerbitan/percetakan didukung bersama-sama oleh para penyair yang karyanya lolos seleksi serta dimuat dalam antologi.

7.      Selain mengirim puisi, penyair yang karyanya lolos dimohon mengirim iuran untuk proses penerbitan/percetakan minimal Rp100.000.

8.      Iuran tersebut akan dikembalikan kepada para penyair dalam wujud buku Antologi PMK 8; “Korupsi di Korona” yang jumlahnya sebanding dengan nominal iuran.

9.      Seluruh prosesmulai dari pengumpulan naskah, seleksi, administrasi, dan penerbitan akan diinformasikan secara transparan lewat Grup Fb: PUISI MENOLAK KORUPSI, WAG PMK 8, dan Fb: Sosiawan Leak.

10.  Naskah puisi maksimal 5 judul (diketik dalam Ms. Word, A4, Times New Roman, spasi 1) disertai biodata (maksimal 10 baris), alamat, email, facebook, dan nomor HP serta foto wajah diemail sebagai lampiran ke: sosiawan.leak@yahoo.com

11.  Deadline pengiriman puisi tanggal 30 April 2021.

12.  Pengumuman hasil seleksi tanggal 15 Mei 2021.

 

Solo, 11 Maret 2021

 

Sosiawan Leak

(Koordinator Gerakan Puisi Menolak Korupsi)






Posting Komentar

0 Komentar