Token Akses
Dimuat Majalah Panji Balai edisi 17, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur
cerpen ini ditulis untuk merespon maraknya perundungan di kalangan pelajar.
Suara kokok ayam membangunkan, ketika sang penguasa hari masih enggan menampakkan wajahnya yang berseri-seri, pijarnya masih bersembunyi di balik ekor sang malam. Di ufuk timur terlihat sang Kejora menari-nari menemani paginya yang masih buta. Setiap kali melihat planet kedua di tata surya itu, ia sangat ingin pergi ke Venus. Pikirnya, disana mungkin ada kehidupan, yang lebih baik dari kehidupannya di rumah ini. Terlahir dari keluarga miskin, seorang anak SD yang bercita-cita ingin jadi Astronot. Sepertinya mustahil, tapi kehidupan ini ajaib, kadang hal yang tidak masuk akal sekalipun, bisa terjadi ketika Tuhan telah berkehendak.
Dengan cahaya yang masih temaram, dan embun pagi yang enggan pergi lewat celah jendela. Menggunakan kain lusuh, namun bersih sehabis dicuci kemarin, ia mengelap daun daun pisang itu dengan tekun, yang akan dijual ke pasar sebagai bungkus makanan. Setidaknya daun daun pisang itu menjadi sedikit penolong kebutuhan hidup, meski hanya cukup untuk memanjangkan nafas.
Kini ia tinggal anak satu-satunya di rumah yang membantu bapak dan ibunya. Kakaknya pergi merantau ke kota besar. Sesekali kakaknya mengirimkan uang setiap awal bulan, namun sering juga tak ada kiriman. Ibunya memaklumi saja, hanya mendoakan semoga selamat, sehat, dan selalu dimudahkan di tanah perantauan. Tak bisa diharapkan memang. Namun apa boleh buat, hidup harus terus berjalan. Usai mengelap daun-daun pisang, Tono langsung pergi untuk mandi dan berangkat ke sekolah. Tono berangkat ke sekolah diantar bapaknya, sembari membawa daun pisang untuk dibawa ke pasar, dijual. Dengan sepeda motor buntut, yang sebetulnya sudah waktunya ganti skok dan setir depan yang tidak stabil. Motor itu terus melaju menerjang lika liku jalan makadam yang tak kunjung tiba kapan jadwal pengaspalannya.
Kemiskinan tidak membuatnya menyerah pada keadaan. Tono anak yang optimis, ia rajin belajar. Di sekolah dasar, ia selalu masuk ranking 3 besar, kalau tidak juara satu, ya masuk dua atau tiga. Hanya saja kondisi ekonomi keluarganya yang kurang beruntung, membuatnya sering disingkirkan, lebih tepatnya mengalami perundungan. Beberapa anak yang merasa iri padanya, anak orang-orang kaya. Merasa Tono tak layak dapat juara kelas. Meskipun masih anak SD, mereka lagaknya udah seperti mafia kelas kakap. Menggunakan uangnya untuk memperdaya Tono. Misalnya dengan cara memberi uang Tono untuk membeli makanan ringan di kantin, dengan gaya menyuruh layaknya majikan kepada pesuruhnya.
Badannya yang kecil kurus dan kurang gizi, membuatnya lemah tak bisa melawan perundungan dari teman-temannya yang nakal. Apalagi mereka anak orang kaya dan merasa bisa berbuat semaunya. Salah satunya bernama Rizal. Nakalnya tidak ketulungan, orang tuanya tak pernah secara langsung mendidiknya, sentuhan kasih sayang pun tidak didapatkan. Yang diberikan ortunya hanya uang, uang, dan uang. Selebihnya Rizal hanya bergaul dengan asisten rumah tangga yang mengurusnya. Sehari hari hanya main game. Ketika pelajaran, hanya bikin onar, gurunya pun malas untuk menegurnya. Pernah suatu ketika, guru membentaknya karena bikin rame di kelas. Besoknya malah guru itu dimarahi ortunya Rizal di depan kepala sekolah. Orang kaya mah bebas. Apalagi guru itu cuma honorer yang gajinya 1% dari gaji ortunya Rizal yang seorang boss perusahaan besar.
Nasib orang kecil membuat Tono terdidik untuk selalu mengalah, namun ia tidak akan menyerah pada keadaannya. Ortunya yakin Tono adalah anak yang pandai, suatu saat nanti ia pasti jadi anak yang sukses di masa depan. Begitu besar harapan ortunya pada anaknya, suatu saat akan jadi kebanggaan, mengangkat derajat kedua orangtuanya. Mikul dhuwur, mendhem jero, begitu kata pepatah Jawa. Suatu hari ibunya terkejut, karena ketika Tono spontan kaget ada ular yang masuk dalam rumahnya. Tono berteriak kencang, ''A*su, J*nc*k, ada ular masuk rumah.''
''Tono tadi kamu ngomong apa? Siapa yang ngajarin kamu ngomong seperti itu?'' Ibunya tak terkejut adanya ular masuk ke rumahnya, karena sudah biasa di sawah bertemu ular, dan rumahnya yang dekat hutan sudah biasa dimasuki ular. Namun kagetnya Tono yang spontan mengumpat itu hal yang mengherankan. Tidak pernah pernahnya anaknya yang santun itu ngomong kasar. Pasti ada yang ngajari dia di luar sana. Di rumah dan lingkungan sekitar tidak ada yang suka mengumpat kasar. Ibunya penasaran, Tono belajar kata-kata itu dari mana. Sudah didesak untuk bercerita, namun Tono tak mau memberitahu.
Kini Tono semakin terpengaruh dengan pergaulan bersama Rizal dan gengnya. Kelas 5 SD, mulai berani berbuat kurang ajar. Salah satunya suka menggoda teman lawan jenis. Dengan bersiul, memanggil-manggil. Pernah juga Rizal menyuruh Tono untuk memegang pantatnya Rina, teman sekelasnya. Tono tidak mau, namun Rizal tetap memaksa. Cerdiknya Rizal, tahu kelemahannya Tono. Anak miskin itu tak akan menolak jika diberi imbalan uang. Dengan memberikan uang Rp 50.000, bujukan Rizal untuk memegang pantat Rina, pun dilakukan juga oleh Tono. Rina kaget dan berteriak kencang. Mengejutkan satu kelas, sampai terdengar ke ruang guru. Suasana menjadi gempar. Tak menyangka, Tono yang selama ini santun, berbuat senekat itu.
Tono pun dipanggil ke ruang Kepala Sekolah. Ia hanya bisa diam, menyesali perbuatannya. Ia takut, kalau bicara terus terang, akan dihajar sama Rizal dan komplotannya. Kepala sekolah bisa membaca situasi itu. ''Tono, dengarkan bapak. Saya yakin Tono tidak secara sengaja melakukan perbuatan tercela seperti itu. Apakah ada yang memaksamu untuk melakukannya?'' Kepala Sekolah berbicara mendekat tepat di depan wajah Tono.
Tono tidak menjawab dengan sepatah katapun. Hanya mengangguk 3 kali. Kepala sekolah pun paham dengan yang terjadi. Semua guru sudah tau kelakuan Rizal, suka bikin onar. Hanya saja dia anak orang kaya yang secara tidak langsung ortunya bisa mengendalikan kebijakan sekolahnya. Kasus itu pun ditutup, dirahasiakan. Rina dibujuk agar melupakan kejadian itu, diberitahu bahwa itu hanya unsur ketidaksengajaan. Agar kasus itu tidak semakin melebar.
Di lain hari, Rizal berulah lagi. Mereka bermain sepak bola. Tono dijadikan penjaga gawang. Rizal sebagai pemain penyerang. Tubuhnya yang kecil, tak kuat menahan tendangan bola dari lawan. Goal pun tak terhindarkan. Dengan geram, Rizal berlari ke arah Tono, dan memukuli kepala Tono berkali-kali dan berteriak di dekat telinga Tono. ''Gobl*K, g*bl*k, g*bl*kkk, gitu aja tidak bisa jaga gawang!''
Usai main bola, Rizal masih geram dengan kekalahan Tim nya. Tono yang dijadikan sebab kekalahannya. Ia punya ide untuk mengerjai Tono. Ketika Tono mau duduk, sengaja Rizal menarik kursi yang akan diduduki Tono. Dan Tono pun jatuh ke lantai, merasakan kesakitan yang luar biasa, karena tulang ekornya mengalami benturan yang sangat keras. ''Halah cemen, gitu aja nangis!!'' Bentak Rizal kepada Tono.
Karena saking kesakitannya, Tono makin menangis. Bukannya coba menolong, Rizal makin emosi, dan menendang-nendang pantat Tono berkali kali. Hingga Tono tak sadarkan diri. Kejadian itu diketahui penjaga sekolah, dan segera meminta pertolongan. Untuk membawa Tono mendapatkan pertolongan darurat.
Di rumah sakit, orang tua Tono pun datang. Menanyakan keadaan anaknya kepada dokter yang menangani. Dokter memberitahukan, bahwa anaknya mengalami luka yang parah di bagian tulang ekor dan tulang belakang. Mengakibatkan jaringan sarafnya banyak mengalami cedera parah. Seandainya nyawa Tono bisa diselamatkan, pun kondisinya tidak akan bisa kembali normal. Kemungkinan Tono akan kesulitan berbicara dan koneksi jaringan otaknya mengalami masalah. Mendengar informasi dari dokter yang seperti itu, ortunya langsung lemas. Antara sedih dan harus pasrah dengan takdir Tuhan yang telah digariskan.
*****
Dalam kondisi koma. Tono dibawa alam bawah sadarnya ke dunia antah berantah. Dunia yang sangat indah, seperti surga. Dalam batin Tono bertanya, “Benarkah di Surga tak ada perundungan?”
Di tempat itu, ada banyak tumbuhan dan hewan-hewan yang tak pernah ia temui di sekitar rumahnya. Tiba-tiba muncul seseorang yang berpenampilan seperti astronot. ''Hai Tono, bagaimana keadaanmu?'' Tanya astronot itu.
Tono hanya tertegun tak menjawab. Ia masih terheran-heran dengan apa yang ia lihat. Selama ini ia bercita-cita ingin menjadi seorang astronot. Kali ini ia bisa melihat secara langsung dan mendengar astronot itu berbicara padanya?''
''Pak Astronot, saya dimana? Seingat saya tadi di sekolah, dan saya terjatuh, lalu dihajar sama Rizal hingga merasakan kesakitan yang tak terkira. Kenapa tiba-tiba saya ada di sini?''
''Tono, jangan bersedih. Terima kenyataan ini. Kuberitahu, aku adalah Astronot dari masa depan. Yang datang dari portal multidimensi untuk menemui kamu. Untuk menolongmu. Lihatlah itu, Elektrokardiogram yang terhubung ke jantungmu, sudah tak bergerak. Orang Tuamu menangis. Artinya kamu sudah…''
''Sudah mati pak?'' Sahut Tono, dengan wajah muram.
''Iya, kamu sudah meninggal dunia.'' Suasana hening. Tono tak percaya dengan apa yang sudah terjadi.
''Aku ingin hidup lagi, aku belum bisa membahagiakan kedua orang tua. Aku tak ingin membiarkan ibuku bersedih, ini tidak adil. Aku ingin hidup, aku ingin hidup!!!'' Tono berteriak sekencang-kencangnya.
''Tono, dengarkan saya. Kedatanganku dari masa depan memang untuk membantumu. Untuk menegakkan keadilan. Dengan Transferensi Memory.'' Astronot menjelaskan.
''Apa itu pak Astronot, saya tidak paham''
''Kamu tidak perlu paham, kamu bisa belajar nanti setelah hidup lagi. Namun karena secara fisik syarafmu sudah rusak. Maka kamu tidak bisa hidup di tubuhmu yang dulu. Aku pindahkan semua memory atau jiwamu ke tubuh seseorang yang masih sehat.''
''Apapun caranya saya setuju pak, saya masih ingin diberi kesempatan untuk bertemu orang tuaku dan membahagiakan mereka.'' Jawab Tono dengan tegas.
*****
Tujuh hari berlalu, ketika ortu Tono nyekar bunga di makamnya. Keduanya menangis, masih belum ikhlas akan kepergian anaknya. ''Bapak, Ibu, Ini Tono datang.'' Terkejut kedua orang tua Tono, melihat seorang bocah, mereka tau itu Rizal. Anak orang kaya yang telah merenggut nyawa anaknya. ''Aku Tono, anak kesayanganmu.''
Tono yang hidup dalam tubuh Rizal, menjelaskan semua yang telah terjadi. Hingga ortunya yakin bahwa itu benar-benar anaknya. Tono hidup di lingkungan keluarga Rizal yang kaya raya. Tono rutin datang ke rumah orang tuanya, membawa banyak uang milik keluarga Rizal. Kenyataan ini hanya diketahui Tono dan ortunya. Kemana jiwa Rizal dipindahkan, hanya pak Astronot yang tau. (*)
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA +62 811-8860-280