Teater Pilar Merah (muncul nama ini ketika di Madiun, 20 September 2020) yang sebelumnya kelompok ini berproses tanpa nama, dengan mengusung konsep eksperimental gerak dan dialog dari para aktornya. Sebagai artist-collective, kelompok ini beranggotakan para pegiat teater muda dari Kota dan Kabupaten Madiun, diantaranya: Fileski (penyair, dramatur, musisi), Gizzatara (sutradara, aktor), Maharani Novi (aktor/performer), Giwang Miftahul (aktor/performer), Afif Arna (musisi), Tulus Setiyadi (penulis, perupa), Fradiksa (kameramen), Roi (aktor/penata cahaya/musisi), Humam Arsya (aktor/performer), Deny Claket (manajer produksi).
Latar belakang
Kelompok ini semula adalah kumpulan dari anak muda yang suka nongkrong di kedai kopi, di sela-sela kesibukan mereka sempatkan untuk berdiskusi tentang teater dan sastra. Mereka sama-sama menyukai puisi, prosa, dan drama (teater), sehingga muncul ide untuk berproses bersamaa dalam garap teater.
Pada bulan September 2020 ada sebuah ajang Parade Teater Jawa Timur memicu keinginan mereka untuk berproses dengan target bisa menyelesaikan garapan sesuai deadline yang ditentukan panitia Taman Budaya Jawa Timur, sehingga dalam waktu yang cukup singkat mereka menentukan konsep garap yang paling tepat untuk mengangkat tema yang cukup menarik dan lagi hangat diperbincangkan, yakni tentang ketahanan pangan dan ancaman pandemik Covid19. Hingga mereka bisa menyelesaikan proses tepat waktu dan ternyata berhasil lolos seleksi di ajang Parade Teater Jawa Timur 2020 dengan naskah “Manusia Makan Manusia”.
Teater Pilar Merah merupakan teater independen nirlaba, tidak terikat dengan kampus, sekolah atau lembaga manapun, justru membatasi diri untuk tidak menerima anggota dari pelajar, sebab pelajar dinilai belum saatnya untuk belajar teater eksperimen, akan lebih bijak apabila pelajar belajar mulai dari teater realis terlebih dahulu.
Mereka mengambil bentuk Eksperimen Penciptaan Teater, untuk berkonsentrasi mengembangkan disiplin penciptaan pertunjukan dari berbagai sumber inspirasi, baik dari khasanah teater modern maupun teater non-Barat (eksplorasi teater Timur). Dimana dengan medium teater bisa bereksperimen merespon kegelisahan dari sosial, alih wahana dari karya sastra menjadi teater, atau eksperimen gerak dan musikal.
Eksperimen penciptaan teater
Fase ini adalah fase awal proses garap Teater Pilar Merah, penyutradaraan oleh Gizzatara dan Dramaturgi dikuatkan oleh konsep teoritis dari Fileski. Karya yang bersumber dari kegelisahan orang Jawa (Madiun) yang terkurung di dalam “Pawon”, sebagai simbol dari awal mula kegelisahan dan keterasingan dalam kemiskinan, himpitan ekonomi dan pandemik yang diangkat secara apik dalam wujud pertunjukan teater eksperimen berjudul “Manusia Makan Manusia” (2020).
Ranah penyelidikan Teater Pilar Merah kedepan akan membuka keluasan kemungkinan bentuk dan pendekatan pertunjukan yang demikian luas. Terinspirasi oleh gagasan teater Grotowski mengenali kebutuhan untuk membangun training culture, yaitu pembiasaan, penubuhan, dan penelusuran berbagai disiplin keaktoran secara rutin dan berkesinambungan. Kebutuhan ini disambut baik aktor dan performer Teater Pilar Merah dengan terus mengeksplorasi dan menafsir kesenian tradisional dari madiun, topeng Penthul Tembem, Dongkrek, bahkan sampai ranah eksplorasi seni bela diri asli Madiun pencak silat.
Pranala Luar:
Terpilih 6 teater terbaik Parade Teater Jawa Timur 2020
https://www.instagram.com/p/CFhAB3tjwtp/?igshid=1qvlki18j4mi6
PIMPRO: GIWANG MIFTAHUL | SUTRADARA: GIZZATARA | PENATA MUSIK: FILESKI, AFIFIRCHAS | ARTISTIK: TULUS SETIYADI | KAMERAMEN: FRADIKSA | PENATA CAHAYA: MAS ROI | PENDUKUNG PRODUKSI: DENY CLAKET.
KONSEP NASKAH “MANUSIA MAKAN MANUSIA”
Manusia Makan Manusia merupakan teater dengan konsep eksperimental yang dipadukan dengan culture tradisional khas masyarakat setempat. Kami mengambil idiom “Pawon” sebagai identitas yang layak diangkat ke atas panggung sebagai sumber kegelisahan yang erat kaitannya dengan fenomena dan problematika ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat pada akhir-akhir ini.
Naskah ini merespon ruang pertunjukan yang tidak mainstream, pawon (dapur) sebagai ruang eksperimen untuk mengaktualisasikan ide dan kegelisahan. Dimana semua tempat memungkinkan untuk menjadi ruang teater, yang bisa direspon dan menjadi ruang eksplorasi. Meskipun begitu tak menutup kemungkinan untuk mementaskan naskah ini di atas panggung konvensional, dengan catatan tetap tidak meninggalkan idiom tradisi (local wisdom) yang sudah menjadi simbol-simbol penting sebagai bagian dari kaidah interpretasi naskah yang didalamnya terkandung semiotika yang tak bisa terpisahkan dari esensi naskah ini.
Konsep keaktoran dalam naskah ini cocok menggunakan konsep Grotowski yang dikenal sebagai “Teater Miskin” (Poor Theatre). Grotowski lebih mengembalikan “segalanya” pada kekuatan seorang aktor, ketimbang "kekuatan" sutradara, meskipun dalam pertunjukan ini tetap melibatkan sutradara sebagai penjaga alur dramatik dan artistik untuk sampai pada target yang diharapkan. Metode ini kami gunakan agar aktor tidak "manja" untuk bereksperimen dalam proses latihan, sehingga aktor bisa memunculkan potensi terbaiknya, baik berupa gerak tubuh, suara, dan daya cipta verbal dalam eksplorasi dialog.
Teater itu aktor. Sehingga teater bisa dipentaskan dimanapun, tidak harus di gedung pertunjukan. Capaian aktor yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap ruang dan waktu adalah tujuan eksperimen yang kami lakukan.
Teater miskin mengurangi unsur-unsur plastis yang mempunyai arti sendiri dan mencoba memaparkan sesuatu yang berdiri sendiri untuk setiap aktivitas sang aktor yang semuanya menumbuhkan kreativitas aktor untuk obyek-obyek yang paling elementer dan nyata. Namun kami tidak mengambil sepenuhnya apa yang menjadi mazhab Grotowski, sebab eksperimen ini tak bisa lepas dari unsur tradisi yang dimunculkan dari topeng-topeng, properti, unsur musik, dan kostum untuk memperkuat karakter culture, meskipun aktualisasinya secara minimalis dan hanya mengambil unsur terpentingnya saja.
Teater ini menolak konsepsi borjuis, tetapi mengusulkan penggantian kekayaan material menjadi kekayaan moral sebagai tujuan utama. Aktor yang berada dalam proses disiplin khusus dan pengorbanan diri, penetrasi diri dan pembentukan diri, tanpa takut dan ragu berjalan melewati eksplorasi batas-batas normal. Ini akan menjadikan aktor lebih sehat raga dan pikiran dan jalan hidupnya akan lebih stabil dibandingkan aktor-aktor pada teater Kaya dengan tuntutan berbagai pernak-pernik kemewahan setting dan kostum.
Jika seseorang dapat menerima kesederhanaan ke dalam teater dan membuang segala sesuatu yang tidak pokok bagi teater maka akan tampak bagi kita kekayaan terpendam yang terletak dalam sifat yang paling alamiah dari bentuk seni teater. (Fileski - Pengkaji Dramaturgi)
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313