005

header ads

Menuju Kei Hingga Kembali ke Pangkuan Ibu- Puisi Firman Wally


MENUJU KEI HINGGA KEMBALI KE PANGKUAN IBU



sepuluh menuju sembilan belas juli

katong bakumpul di ruang tunggu yosudarso

dari berbagai budaya, beda agama, 

beda suku untuk satu

berbagai dan berbeda itu sebagaimana

kapal sandar pada dermaga yang datang

setelah mencicipi sagala musim 

di dada samudra



pukul delapan gelap

katong lapas dermaga melintasi tanjung alang

jauh dari bahu pulau ambon


ambon sio sayang eee

jauh di mata


arus dan gelombang antar katong balayar

para biduan bernyanyi dan berdendang

menjelang jamuan makan malam 

masakan koki menanti di dulang




mabuk laut adalah tradisi

untuk dong yang bukan anak laut 

turun ke laut

anak laut sudi menikmati ayunan laut

sebagaimana buaiani ibu menjelang tidur 



di atas anjungan katong menatap kosong

buih menari, angin bernyanyi dengan lagu karangan sendiri

di mata katong masih tetap kei 

yang digendeng tanjong-tanjong



sebelas juli

biru laut tual terasa hangat

sentuhan angin tual mengikat

pulau-pulau tak berpenghuni ramai sekali

para buruh dan jemputan menanti dengan percakapan pada halaman yang baru

****

malam mati gelap

perjalanan menuju ohoililir

truk besi, bus kota menjadi

teman sejalan menyusuri kota

menuju desa yang menyediakan pangkuan



fajar untuk yang kesekian kali

bertamu di mata kelana

menganga pada keindahan

kei di pagi hari

nelayan pigi deng pulang

semacam angin yang membelai

di sepanjang hari


ini ohoililir 

inilah kei sumber cinta mengalir





tanpa tatapan, tanpa suara bagaimana bisa saling mengenal warna warna jiwa

kita berbagi cerita tentang apa yang harus kita isi di ransel sebelum kembali ke rumah


di sinilah 

ya di sini cerita dan kenangan dijalankan





malam api unggung cinta menyala

suara-suara paling puisi membara

membakar dada, membakar mata

tarian adalah percikan yang panas

pada tungku-tungku rindu 



perjalanan adalah cara seseorang 

menciptakan rindu di setiap kali mata memandang, di setiap kali jejak diciptakan

di sepanjang kaki melangkah


tempat-tempat wisata adalah buku gambar

untuk menggambarkan senyuman merekah  

potret ceria akan diabadikan sebagai sempul perjalanan

dan akan kembali dikenang setelah lepas pisah

pecah air mata dalam ruang yang bisu

****

dua puluh Juli

barang bawaan disiapkan

dimasukan di ransel beserta kenangan

dan kali ini bus kota menjadi teman sejalan

menuju dermaga air mata


pada dermaga

tidar yang membawa katong pigi

kini menanti untuk mengantar katong pulang menuju pulau yang menyediakan masakan ibu


tangisan siapa yang pecah kala itu adalah dia yang paling banyak menciptakan kenangan

dan coba lihat air mata siapa pecah kala itu adalah dia yang tidak rela pelukannya dibuat dingin oleh rindu. 


****



meskipun katong samua sudah kembali 

ke pangkuan ibu masing-masing namun pukulan ombak yang antar katong pigi deng pulang kala itu masih barasa sampe sekarang 


Tahoku, 2023


_________________________________________________
Firman Wally penulis kelahiran Tahoku, 03 April 1995. Alumni Unpatti, Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Penulis buku Lelaki Leihitu, Kutemukan Penyesalan di Setiap Kehilangan, dan Menghibur Luka. Karya sastranya sudah termuat di berbagai antologi bersama penyair nasional-internasional, kurang lebih 70 antologi. Saat ini aktifitasnya selain menulis, juga sebagai pengajar di SMA NEGERI 27 MALUKU TENGAH. Akun Instagram: firmanwally02
Nomor WA: 081240039343







Posting Komentar

0 Komentar