005

header ads

Esai "MERDEKA DARI KORUPSI" | Anjrah Lelono Broto

MERDEKA DARI KORUPSI

Oleh: Anjrah Lelono Broto


Kegembiraan anak-anak menyambut kemerdekaan (dok. detik.com)


      Di antara kibaran bendera merah putih, umbul-umbul, maupun lampu warna-warni di jalanan seantero negeri, kita semua diingatkan kembali bahwa bangsa ini telah setahun lagi menikmati sebuah kondisi yang bernama kemerdekaan. Sebuah kondisi berupa merdeka dari belenggu penjajahan bangsa asing. Ya, di tahun 2023 ini, usia kemerdekaan bangsa kita telah menginjak angka 78. (Cukup) tua bukan?
     Selain untuk mengenang semangat perjuangan para pendiri bangsa, riuh rentak perayaan HUT Kemerdekaan RI juga dimaksudkan juga untuk meneguh-ulang spirit cinta tanah air dari generasi ke generasi. Di era pragmatis seperti hari ini, meneguh-ulangkan spirit tersebut di atas laksana mengukir di atas air. Karena, secara fisik, Belanda maupun Jepang tidak lagi menjalankan politik imperialisme dan kolonialisme di tanah air. Dus, peneguh-ulangan spirit nasionalisme di usia 78 tahun kemerdekaan bangsa ini, idealnya dikontekstualisasikan denga problematika terdekat dan terkini.

     Meminjam istilah Bung Karno, sejatinya, bangsa kita sedang menghadapi neo-imperialisme dan neo-kolonialisme hasil muslihat para koruptor. Pergantian era Orde Baru ke Orde Reformasi ternyata menjadi peluang empuk bagi segelintir warga bangsa ini untuk mengembangkan kebanalan korupsinya. Republik  ini seakan tak bisa lepas dari bayangan kebangkrutan, karena hampir seluruh kekayaan alam dan kekayaan yang dihimpun dari dana pajak rakyat dalam bentuk APBN dan APBD, juga pinjaman luar negeri, menjadi mangsa koruptor. Korupsi menjadi pemandangan lazim di sumbu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dari pusat hingga ke daerah.

     Di sinilah, kita seyogyanya saiyeg saeka praya (bersama mewujudkan) spirit nasionalisme yang berlandas pada kesadaran publik akan perlunya mencintai negerinya yang sedang terseok-seok oleh neo-impreialisme dan neo-kolonialisme yang bernama korupsi. Seperti kata Ernest Renan (1823-1892) dalam bukunya “Qu’est-ce qu’une Nation?” (1996:41-55), bahwa timbulnya nasionalisme didasarkan pada perasaan menderita bersama (having suffered together) sehingga dirasa perlu menjemput kegemilangan (genuine glory).

     Dengan penuh kesadaran, korupsi mestinya kita tempatkan menjadi salah satu sumber penderitaan bersama bangsa ini. Karena korupsilah, bangsa ini tak juga lepas dari dari status "negara berkembang", hingga tak juga mampu mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pekerjaan yang layak bagi warganya secara merata. Jangan biarkan “pemberantasan korupsi” hanya menjadi slogan, judul proyek anggaran, dan atau topik-topik diskusi semata. Akan tetapi, diterima begitu saja menjadi budaya.

     Penulis pun sangat berterima ketika seorang Mochtar Lubis dalam orasi budayanya ”Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban” (06/04/77), mengatakan: “Mental manusia Indonesia cenderung hipokrisi yang ciri utama suka berpura-pura, lain di muka, lain pula di belakang, lain di kata lain pula di hati. Pendeknya manusia Indonesia adalah manusia yang hobi berbohong dan menggadaikan keyakinan sebenarnya.”

     Berterimakah kita dengan pernyataan Mochtar Lubis ini? Bersediakah kita tidak merdeka dari belenggu neo-imperialisme da neo-kolonialisme bernama korupsi? Jika tidak, dalam momentum HUT Kemerdekaan RI ke-78 ini, selayaknya kita bersama meneriakan pekik: “Merdeka dari Korupsi!!!”

 

****


______________________________

Anjrah Lelono Broto, aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa. Beberapa puisinya masuk dalam buku antologi bersama Buku karyanya adalah Esem Ligan Randha Jombang (2010), Emak, Sayak, Lan Hem Kothak-Kothak (2015), Nampan Pencakan (2017), Permintaan Hujan Jingga (2019), Kontra Diksi Laporan Terkini (2020), dan Garwaku Udan lan Anakku Mendung (2022). Terundang dalam agenda Kongres Bahasa Jawa VI (2016), Muktamar Sastra (2018), Kongres Budaya Jawa (2018), dan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia III (2020). Karya naskah teaternya “Nyonya Cayo” meraih nominasi dalam Sayembara Naskah Lakon DKJT 2018. Sekarang bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA), dan Komite Sastra Dewan Kesenian Mojokerto (DKKM). Kontak FB: anjrahlelonobroto, dan WA: 085854274197.



Posting Komentar

0 Komentar