005

header ads

Serpihan Cinta Yang Membisu |: Hana Maharani

 Serpihan Cinta Yang Membisu

By: Hana Maharani

download (1).jpg

Rintik hujan dan semilir angin menerpa tubuh mungil seorang siswi SMA favorit di kota kecil ini. Adinda Azkiya namanya, dia adalah murid pindahan dari Surabaya. Saat  hendak memasuki kelas tak sengaja bertabrakan dengan laki-laki yang berjalan berlawanan arah. Laki-laki itu langsung meminta maaf dan terus berjalan. Tanpa disadari tasbih lelaki itu jatuh dan terinjak. Adinda pun langsung berbalik arah  mencari pemilik tasbih tersebut. Namun sayang, di situ tak ada siapa-siapa . Akhirnya tasbih itu disimpan di sakunya sebelum memasuki kelas.

Pada saat bel istirahat telah berbunyi, Adinda langsung keluar kelas dan pergi ke kantin untuk membeli jajan bersama temannya. Saat di kantin, ternyata Adinda bertemu dengan laki-laki yang tidak sengaja menabrak dirinya pagi tadi. Ia pun langsung teringat dengan tasbih milik lelaki itu yang terjatuh dan masih tersimpan rapi di sakunya sedaritadi. Ia langsung menghampirinya dan mengucapkan salam untuk membuka pembicaraan dengannya.

“Assalamualaikum..” Ucap Adinda pada laki-laki tersebut.

“Waalaikumussalam, Astaghfirullahaladzim,”

Lelaki tersebut menjawab salam Adinda sambil mengangguk pelan dan tetap menunduk untuk menjaga pandangannya, karena ia tahu bahwa lawan bicaranya sekarang adalah seorang perempuan.

“Sebelumnya maaf mengganggu, saya cuma mau bilang kalau tasbih kamu tadi jatuh sewaktu bertabrakan sama saya kak dan ini tasbihmu, kak”

“Ah, iya. terima kasih banyak. maaf jikalau saya merepotkan, ya”

“Tidak apa-apa kok, kak. Sama-sama.”

“Saya tinggal ke kelas dahulu, ya. Sekali lagi terima kasih banyak”

Adinda hanya membalas dengan anggukan sambil tersenyum lalu kembali ke kelas dan mengobrol dengan teman-temannya yang lain.

“Habis ngobrol sama siapa tuuhh? Bisa-bisanya baru masuk beberapa minggu udah berani ngobrol sama kakel. Genit” Sindir Caca dengan pedas, namun tak digubris sama sekali oleh Adinda.

Caca langsung menatap Adinda dengan tatapan sok sinis khas dirinya bersama anggota-anggota geng-nya.

Tak terasa, makin banyak interaksi di antara Adinda dan sang Kakak kelas alias Kak Gamantara Djeavas. Kak Gama memang aktif ber-organisasi di sekolah, pintar mengatur waktunya, juga merupakan salah satu siswa yang sangat pintar dikelas.

Karena makin banyak interaksi antara Adinda dan Gama, tak terasa salah satu dari mereka mempunyai rasa lebih. Adinda, dia menyukai Gama. Ia langsung merasa seperti orang yang berdosa saat menyukai kak Gama. Akhirnya, Adinda menjauhi Gama dengan harapan perasaan itu akan hilang seiring berjalannya waktu. Namun Adinda salah. Semakin dirinya menghindari Gama, semakin besar rasa tertarik yang ia rasakan pada Gama.


Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan telah berlalu. Adinda menyerah. Batinnya berkata bahwa tak mungkin bahwa dia bisa langsung menghilangkan perasaannya pada Gama secara begitu saja. Pada akhirnya, dia memilih untuk mencintai Gama secara diam-diam. Adinda menyukai Gama karena jiwa kepemimpinannya dan dia sangat ramah kepada siapa pun yang dia jumpai. Namun saat Gama sedang marah, tidak ada satu pun orang yang berani membantahnya. Gama pernah memergoki salah satu adik kelasnya yang kebetulan anggota osis yang tengah duduk berduaan di dalam kelas. Gama langsung masuk kedalam kelas dengan membawa satu guru BK yang menjaga kelas 10.

“Ngapain kalian berduaan di kelas, hah? Kalian pikir, sekolahan ini punya kalian?” bentaknya saat dia melihat kejadian tersebut.

“Kamu Aditya Al Wibawa, kan?” sambungnya.

Adit langsung mengangguk sambil menundukkan kepalanya. Perempuan yang sedang berduaan bersama Adit ternyata Caca, temannya sendiri. Adinda langsung menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Akhirnya, mereka berdua langsung dibawa ke ruang BK untuk menanggung perbuatan mereka sendiri. Padahal selama ini, Aditya cukup dikenal baik dikalangan kakak kakak osis. Namun ternyata, ya.. begitulah.

Tiba sudah saat yang Adinda harus jalani. Mau tidak mau, harus mau. Ya. Gamantara Djeavas lulus SMA. Adinda sempat mengucapkan selamat kepadanya, namun ternyata Gama tak sempat mendengar ucapan selamat dari Adinda. Adinda hanya mengangguk dan sedikit memundurkan dirinya dari kerumunan laki-laki yang merupakan teman-teman Gama. Mereka berfoto bersama dan saling mengucapkan selamat satu sama lain. 


see you on top, kak Gama,” Batin Adinda sambil tersenyum tipis lalu pergi dari lapangan sekolahan yang sedang digunakan untuk berfoto para siswa siswi yang telah lulus. Gedung untuk wisuda mereka juga tak jauh dari sekolah. Jadi mungkin, mereka memilih untuk menikmati saat-saat terakhir mereka sebelum pada akhirnya akan berpisah dan menjalani kehidupan yang sebenarnya. Adinda cukup bahagia melihat Gama bersenang-senang dengan semua teman-temannya, meski ia hanya melihat dari kejauhan. 


Di bawah pohon beringin yang lebat nan rindang, Adinda menatap kedepan dengan tatapan yang kosong. Angin yang melintas pada saat itu unik juga, ya. Tiba-tiba saja, Adinda teringat akan Gama. Padahal kalau di ingat-ingat, ia terakhir bertemu Gama satu tahun yang lalu.

“Kak Gama ngapain ya sekarang,” Batin Adinda sambil membayangkan Gama yang tiba-tiba berada dihadapannya.

Adinda pun langsung ditegur oleh salah satu guru disana,

“Jangan melamun, bahaya.”

Perkataan guru tersebut langsung membuyarkan pandangan Adinda dan langsung mengangguk dan tersenyum tipis.

“Kalau ada masalah, sharing ke teman terdekat ya”

“Iya pak, tidak ada apa-apa kok. Cuma pengen nyari angin aja”

Guru tersebut hanya membalas dengan senyuman dan meninggalkan Adinda sendiri disana. 

Tiba-tiba, Syella menghampiri Adinda dan memberinya sebuah susu coklat. Syella berfikir bahwa Adinda sedang dalam kondisi mood yang buruk. Maka dari itu, ia memberinya susu coklat. 

“Kenapa, Din? Ada masalah?” tanya Syella pada Adinda.

“Eh, ngga ada apa-apa kok Sye,” Balas Adinda pada Syella

“Lagi kangen kak Gama, ya?” ledek Syella sambil tersenyum jahil pada Adinda.

“Syella!” Tegur Adinda yang dibalas tawa oleh Syella.

“Kalau kangen, doain aja. Kan kamu sendiri yang bilang gitu?”

 Adinda hanya mengangguk dan tersenyum tipis.

Selama ini, Adinda yang mengajarkan segala hal tentang percintaan kepada Syella. Adinda juga yang memberi Syella peringatan saat dirinya sedang diluar kendali. Adinda berpesan pada Syella, bahwa mencintai itu harus yang sewajarnya dan secukupnya saja. Jangan terlalu di umbar-umbar, ataupun terlalu ditonjolkan ke ranah publik. Istilahnya, keep it secret aja. Adinda dan Syella langsung menuju ke kelas bersamaan sembari bercanda tawa tentang hal-hal yang random.


Esoknya, Adinda telat memasuki kelas karena tiba-tiba ia dipanggil ke ruang guru. Ia bahkan belum sempat menaruh tas nya di kelas. Jadi, ia berbincang dengan salah satu guru yang memanggilnya tadi sembari memondong tas miliknya di pundak. Ternyata, Adinda akan diikutkan olimpiade IPS tingkat Nasional. Adinda senang tak ketulungan. Ia langsung berterimakasih kepada guru tersebut dan bersalaman, lalu Adinda langsung berpamitan kepada si Guru dan menuju ke kelas. Sesampainya dikelas, Adinda langsung diusili oleh Caca dan gengnya. Astaga! Masih pagi-pagi buta, suka banget berulah. Giliran masuk BK, nangis nangis dramatis. Heran sama Caca. 

“Astaghfirullahaladzim, Caca!” ucap Adinda kaget saat caca tiba-tiba menjatuhkan tiga buah telur busuk dari balik pintu. Caca hanya tertawa dan mengelap tangannya yang terkena telur busuk tersebut ke seragam Adinda lalu pergi entah kemana. Syella yang melihat kejadian tersebut langsung membantu Adinda meletakkan tas miliknya di kursi tempat duduk Adinda dikelas. Syella langsung menarik lengan Adinda dan pergi entah kemana. Menjadi pusat perhatian? Tentu saja. Ternyata, Syella membawa Adinda ke ruang BK. Sesampainya disana, guru-guru yang berada di dalam ruang BK langsung berdiri dan menghampiri Syella serta Adinda.

“Adinda? Kamu kenapa nak?” Tanya salah seorang guru BK disitu.

“Caca baru aja ngelempar telur busuk ke Adinda, bu,” Adu Syella pada Bu Naning selaku guru BK disana.

“Caca Almahera?”

Pertanyaan Bu Naning hanya dibalas anggukan oleh Syella, dan setelahnya Bu Naning menginstruksikan Syella untuk ke kamar mandi terlebih dahulu dan ia akan memakai baju pinjaman dari UKS. 

Tak berselang lama, bel masuk berbunyi. Sementara itu, kelas masih dalam keadaan kotor akibat ulah Caca dan teman-temannya. Tak ada satupun dari mereka yang mau membersihkan kotoran tersebut karena takut dengan Caca. Ia akan menghajar mereka satu persatu apabila tak tunduk pada dirinya. Manusia aneh. 

Setelah Adinda berganti ke seragam yang lebih bersih, tanpa banyak una inu ia langsung memasuki kedalam kelas. Alangkah kagetnya Adinda saat melihat Caca, Rin dan Sasa yang sedang berdiri didepan papan tulis dan menghadap ke arah semua siswa siswi dikelas tersebut. Saat Adinda masuk, ia ditatap sinis oleh mereka bertiga. Namun Bu Naning berhasil membuyarkan tatapan tajam yang mereka berikan pada Adinda dengan bentakan. 

“Jelaskan apa yang sudah kalian perbuat pada Adinda,” Ucap Bu Naning

Hening. Tak ada sepatah kata apapun yang keluar dari mulut mereka saat ditanyai oleh Bu Naning. 

“Kok diem aja? Kenapa kalian? Sariawan?” lanjut Bu Naning saat menunggu jawaban dari trio ondel ondel tersebut.

“Maaf bu,” saut Rin

“Saya ga butuh maaf kalian. Yang jadi korban disini itu Adinda, bukan saya. Kalian ga perlu minta maaf ke saya,” balas Bu Naning dengan tegas.

“Apa kesalahan Adinda pada kalian sampai-sampai kalian semua melakukan hal se-sampah itu pada Adinda?” lanjutnya.

“Tidak ada, Bu,” balas mereka kompak.

Adinda mendekati Bu Naning dan mengatakan bahwa sudahi saja dengan cara damai. Biarkan mereka bertiga diberi hukuman yang ringan, bukan skors. Awalnya, Bu Naning sempat tak setuju dengan keputusan yang diambil oleh Adinda. Tapi setelah mencoba berdiskusi, ia akhirnya menerima keputusan Adinda. 

“Hari ini, kalian harus meminta maaf kepada Adinda sekaligus berterimakasih. Karena Adinda, kalian tidak jadi saya skors. Sampai saya mengetahui hal ini terjadi lagi, akan saya buat keputusan sepihak.” Ancam Bu Naning lalu pergi meninggalkan kelas, dan mereka bertiga duduk di kursi mereka masing-masing. 

Begitu banyak rasa tak suka Caca pada Adinda, hingga berulang-ulang kali ia melakukan hal yang mempermalukan Adinda didepan publik. Namun sayangnya, Adinda sama sekali tidak merasa malu akan hal-hal yang telah diperbuat oleh Caca dan antek anteknya. Hari demi hari selalu Adinda jalani dengan rasa sabar menghadapi Caca dan kawan-kawannya. Adinda tak pernah menggubris apapun yang mereka lakukan. Entah disaat mereka sedang berusaha mempermalukan dirinya, mengusili dirinya, dan masih banyak lagi. Penyabar bukanlah sifat yang mudah dimiliki umat Manusia diseluruh dunia. Namun, Adinda mampu. Adinda berhasil menjadi salah satu orang yang bersabar menghadapi semua ini. Hingga pada saat kelulusan, ia mendapatkan nilai terbaik serta dirinya berhasil masuk ke Universitas ternama di kota kelahirannya, Surabaya. 

Saat wisuda, Adinda seperti melihat sesosok Gama diantara kerumunan kepala-kepala yang sedang berdiri dan saling memberi selamat satu sama lain. Namun saat diperhatikan kembali, ia tak menemukan Gama. 

“Udah deh, Din. Itu bukan kak Gama, gausah ngawur kamu,” batinnya

Acara wisuda pun dimulai pada pukul 09.00 WIB. Semua siswa maupun siswi berhasil melepaskan semua ekspresi senang mereka dengan cara yang berbeda-beda. Banyak dari mereka yang menangis karena berhasil melewati masa putih abu-abu hingga sampai saat ini. Sedih, senang, terharu bercampur menjadi satu dalam gedung tersebut. Banyak anak-anak yang bersalaman dengan kedua orang tua mereka untuk mengucapkan terimakasih atas semua doa dan dukungan yang telah mereka berikan dengan penuh kasih sayang serta tulus dari lubuk hati mereka paling dalam. Adinda? Ia pun turut memeluk Sang Ibu dan Ayahnya, karena ia merasa bahwa semua ini berkat doa mereka yang selalu mengiringi langkah demi langkah Adinda selama ia berjalan di putih abu-abu. Namun, ada hal yang masih mengganjal dalam benaknya. Apa benar, Gama turut hadir dalam acara wisuda tadi? Atau, itu semua hanya haluan Adinda semata? Atau.. ah, sudahlah. 


Tanpa disadari, tanggal demi tanggal sudah terlewati. Kini, sudah waktunya bulan untuk berganti nama dan Tahun berganti angka. Adinda berjalan-jalan dibawah indahnya sinar bulan purnama di malam pergantian Tahun itu sembari menghirup udara segar di Taman Kota. Ramai? Tentu. Mengingat malam ini adalah malam pergantian Tahun. Banyak kenangan manis di Tahun sebelumnya yang amat sangat membekas difikiran Adinda. Banyak hal-hal yang sudah Adinda alami di Tahun sebelumnya. Mencintai seseorang dengan membisu, salah satunya. Tak lama kemudian, Adinda mendapat notif dari grub Alumni SMA-nya. Itu dari Dhevara, adik Gama. Dhevara mengirim sebuah foto di grub alumni, dan mereka semua membalas dengan kata “selamat” ..? Apa maksudnya? Apakah Dhevara menikah? Atau ia lulus kuliah terlebih dahulu?


DEG!


Jantung Adinda tiba-tiba saja melemah. Nafasnya tertatih-tatih. Tebakannya benar, tapi pelakunya salah. Iya, itu adalah undangan pernikahan dan bukan Dhevara yang menikah, melainkan Gamantara Djeavas, kakaknya.  Setetes bulir bening berhasil membasahi pipi Adinda. Tangan dan jari-jari mungilnya langsung mengelap air mata yang membasahi pipi lembutnya dan berusaha mengontrol emosinya. 

“Sudah, tak apa-apa. Mungkin, kak Gama memang bukan jodohku,” ujar Adinda berusaha menenangkan dirinya sendiri. Namun semuanya sia-sia. Ia tetap merasakan sakit hati karena tiba-tiba, ia mendapatkan kabar bahwa Gama menikah dengan orang lain. Ya, Adinda tahu ini semua adalah kehendak dan takdir serta rencana yang telah Allah berikan untuk kedua belah pihak. Namun, apakah harus secara tiba-tiba? Tapi bukankah apabila mengetahui secara perlahan juga akan menyakitkan? Nyatanya, semua ini sama saja. Gama bukanlah lelaki yang dititipkan Allah untuk dirinya, begitupun sebaliknya. Adinda selalu saja menyebut nama Gama dalam setiap doa-doanya, namun sayangnya, bukan nama Adinda yang Gama sebut disemua doa-doanya. Tak ada yang bisa Adinda lakukan selain mendoakan keluarga kecil milik Gama dan selalu mendukung apapun keputusannya. Malam Tahun baru, mempunyai bekas tersendiri bagi Adinda. 


******


WhatsApp Image 2022-11-20 at 14.21.42.jpeg


Hana Maharani Purnomo, alias Hana. Orang-orang yang mengenalnya baik selalu menyapa dia dengan sangat ramah. Entah itu satu tingkat di atasnya maupun satu tingkat di bawahnya. Ia sedang menjalani pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negri di kota kelahirannya, Madiun. 16 Juni 2008 tercatat bahwa Hana lahir pada tanggal itu. Percintaan, drama, kesedihan, dan semua yang Hana rasakan, akan ia tuangkan dalam sebuah karya yang abadi.


Posting Komentar

0 Komentar