005

header ads

Cerpen JATUH HATI (6) Oleh: Dyah Kurniawati

 JATUH HATI (6)

Oleh: Dyah Kurniawati

C:\Users\TOSHIBA\AppData\Local\Temp\ksohtml3216\wps1.jpg 

POV Sekar Kinasih

Rumah masih terasa sepi walau ada pakdhe dan budhe di sini. Tapi kenangan Mas Prabaswara belum hilang dari hatiku. Peristiwa menyedihkan itu telah menghancurkan duniaku yang sedang mekar penuh warna. Rencana tahun ini akan berangkat umroh sekaligus  meremidi honeymoon , ternyata ketentuan Allah di luar rencana kami berdua. Kecelakaan beruntun dekat sekolah tempat suamiku mengajar les seni lukis telah merenggut separuh napasku. 

Bulan ini telah lunas masa iddahku, bertekad dalam hati untuk memulai hidup baru melepas segala kesedihan. Yakin kejadian yang telah terjadi adalah takdir terbaik bagi kehidupanku, pasrah sumarah berburu keberkahan. Deadline empat novel molor dari jadwal, beruntungnya penerbit yang mensponsori karyaku paham dengan kondisiku saat ini.

Berkali kucoba menata aksara untuk merangkainya dalam kalimat,  tetap tak bisa dipaksakan. Tangis telah mengering tanpa setetes pun air terjatuh. Belum bisa move on dengan keindahan berumah tangga dengan mas Prabaswara yang terlalu baik untukku. Saking baiknya Allah lebih mencintainya dari pada diri ini.

Minggu pagi  ibu  Mas Prabaswara menelepon akan berangkat ke sini. Walau putranya sudah tiada, akan aku anggap sebagai ibu sendiri karena beliau sangat baik. Lagi pula orang tuaku juga sudah tiada. Diperkirakan  sampai ke rumah ini sekitar tiga jam lagi,  masih ada waktu mempersiapkan hidangan untuk menyambutnya. Rombongannya dua mobil, karena keluarga besar juga ingin menjengukku setelah kepergian suamiku. 

Usai basa-basi sejenak dan melepas kangen,  ternyata kedatangannya kemari ada maksud terselubung. Mertuaku melamarku yang kedua kalinya untuk Dik Bagaskara kembaran almarhum suamiku, Mas Prabaswara.  Selama menjadi menantu di rumah itu baru tiga kali aku bertemu langsung dengan Dik Bagaskara . Walau  lahir dulu beberapa menit sebelum  suamiku,  menurut tradisi Jawa yang lahir terlebih dahulu akan  disebut adik dan yang lahir kemudian malah dipanggil kakak.

Dik Bagaskara telah lama menetap di luar negeri, sukses bisnis kuliner  di sana. Walau kembar tapi  sifatnya sangat berbeda, kebalikan dengan suamiku. Bisa jadi karena pengaruh  menetap lama di luar negeri sehingga  gaya hidup jauh dari tradisi dan budaya negeri ini. Aku sejak awal  tidak simpatik karena  paham kita sangat berbeda.

Kala  keluarganya memintaku menjadi istrinya, kulihat wajahnya agak mendung. Sepertinya dia  juga tidak menyetujui, terbaca dari bahasa tubuh. Tapi demi menghormati orang tuanya jadi kali ini dia mau diajak melamarku. Jadi kunci utama ada ditanganku, semua tergantung keputusanku.  Tidak ada paksaan  demi kebaikan bersama.

Belum hilang rasa kaget  akibat lamaran tadi siang. Ketika beberes  bekas hidangan keluarga besar almarhum suamiku, datang tamu lagi dua orang. Ternyata Pak RT dan Mas Gilar tetangga samping rumah  yang dahulu pernah aku titipi kunci rumah. Sepertinya dia pengagum berat karyaku, walau  dulu belum mengetahui kalau aku adalah penulis yang diidolakannya. Kalau ingat kejadiannya ingin ketawa aja, lucu juga itu orang. 

Aku kagum  sosok lelaki yang sangat menghargai karya sastra dan mengapresiasinya, pasti sangat romatis. Ups, pikiranku kembali ke peristiwa beberapa bulan silam. Sepertinya dia sangat menjaga marwahnya sebagai lelaki, tidak jelalatan seperti Pak RT. Uh..., kalau ingat Pak RT-ku yang ganjen rasanya risih banget, cara memandangku seperti ketemu mangsa saja, seakan mau menelanku hidup-hidup. Hiiii....

Tidak biasamnya Pak RT datang dengan Mas Gilar. Selama ini Pak RT keluar masuk rumah ini sudah biasa karena mengurus administrasi  kepindahanku ke sini. Sebenarnya sudah diurus sepupuku, tapi entahlah  beliau berkali-kali datang. Untung ada pakdhe yang selalu menemui, aku tak berani keluar karena menyadari statusku yang janda ini. Dan Pak RT adalah  duda, ehm menurut para tetangga Mas Gilar juga duda. Oh kenapa aku berpikiran jauh ya. Astaghfirullah.

Kaget banget para duda keren datang berpakaian rapi, Mas Gilar sangat teduh. Tanpa sadar aku sering meliriknya dan kepergok. Waduh, sebenarnya malu tapi kok mata ini tergerak meliriknya terus . Untung Mas Gilar orangnya sopan dan menjaga pandangan. Aku dag dig dug kala Pak RT mulai bicara serius dan agak tegang, padahal biasanya selengekan

“Apakah Pak RT diminta Mas Gilar  melamarku ?” batinku bergejolak.

Aku panik,  kulihat Pak RT  menatapku tajam. Kulirik Mas Gilar tertunduk sepertinya juga resah. pakdhe dan budhe serius mendengarkan ucapan Pak RT menunggu detik-detik menegangkan,

“Kedatangan saya ke sini tak lain ingin meminang Dik Sekar, untuk jadi istri saya. “

Hah...!

Ternyata Pak RT melamar untuk diri sendiri, spontan aku menatap Mas Gilar, budhe dan pakdhe pun sama tercengang. Beberapa hari ini pakdhe sering membicarakan tetangga sebelah rumah yang suka baca novelku itu. Pernah pakdhe bercanda akan menjodohkan aku dengannya. Aku mengingatkan pakdhe agar bersabar dulu  karena belum ada setahun suamiku meninggal kok mikir cari suami lagi. Tapi iya sih, sepertinya tetangga sebelahku memang orang baik, lumayan cakep. Sebenarnya  Pak RT juga ganteng, tapi kalau terlalu bernafsu dalam mengejarku rasanya kok risih, terkesan murahan seperti diobral. Lebih suka model suami seperti Mas Gilar, agak cuek tapi tidak sombong. Ini adalah tantangan tersendiri.

Semua terdiam, tak menduga dengan lamaran Pak RT sore ini. Belum hilang kaget atas lamaran kembaran suamiku tadi siang, sore ini  kembali terkejut dengan pinangan Pak RT. Sampai akhirnya aku tak kuat menahan rasa dan ijin ke belakang langsung masuk kamar, tangisku menetes lagi tak bisa kutahan, membasahi bantal putihku. Antara tangis  kangen almarhum suami dan rasa haru menerima dua lamaran dalam satu hari, tapi semuanya bukan kriteriaku. Yang kuharapkan malah tidak melamarku, semoga saja kami berjodoh. Aamiin.

Malamnya tak bisa tidur, ingin salat malam aku sedang datang bulan. Mataku menatap biola kesayangan yang sudah berbulan-bulan tak tersentuh. Suasana masih berduka hingga tangan ini belum berhasrat menggeseknya. Tapi hari ini aku kangen bermain biola untuk menjaga kewarasan diri. Kuambil lap khusus dan membersihkannya dengan rasa,  akan kurawat penuh cinta. Hanya alat musik ini yang akan menemani hari-hari sepiku ke depan. Kugesek perlahan sesuai irama yang sangat aku hafal, Jatuh Hati dari album Fileski.

JATUH HATI 

rindu bukan perkara jarak

bukan soal bertemu atau tidak

kamu adalah cahaya

nampak tapi berjuta jarak

 

dalam gelap aku diam

mengintip kau yang bersinar disana

aku selalu rindu kamu

meski kau tak pernah menganggapku

 

aku tak sanggup untuk katakan sayang

meski dalam hati ku ingin kau tau

mungkinkah aku sanggup menghadapimu

untuk mengaku aku jatuh hati

 

*****

Madiun, 8 Oktober 2022

 

 

# teks Jatuh Hati adalah lirik dan lagu karya Fileski.

 

 

Dyah Kurniawati lahir dan bermukim di Madiun. Menggilai fiksi sejak berseragam putih merah. Lulusan Pend. Bahasa dan Sastra Jawa ini mencoba selingkuh ke sastra Indonesia, tapi tak kuasa lepas dari hangat pelukan sastra Jawa. Menulis geguritan, cerkak, esai, cerita lucu juga menulis puisi dan cerpen. Bisa disapa di https://www.facebook.com/dyah.kurniawati.948.

 




Posting Komentar

0 Komentar