005

header ads

BERDANSA DI BAWAH HUJAN | Wahyu Sastra

 BERDANSA DI BAWAH HUJAN

| Wahyu Sastra


Ia dan lelaki itu kini berhadap-hadapan.


Tak ada yang berbicara. 

Tapi keduanya seolah paham, siapa yang harus memulai dari mengapa, dan apa yang hilang dari bagaimana.


Bulan dan bintang tak menyoal festival apa dan siapa yang haruslah dirayakan dengan dansa.


Malam itu.


Tiba-tiba langit bergemuruh. 

Kabut datang tanpa kata.


Mereka hanya bergerak, sekali tempo menjauh, dua kali mendekat, hingga wajah mereka bertemu.


Sekulum bibir menyentuh bibir lainnya. Sementara hujan terus merinai tanpa sedikitpun merasa cemburu.


2022 05


TIARAKU

 

Di bawah rimbun malam.

Masih kudengar suara kakimu, Tiara.

 

Oh, kian mendekat.

 

Apakah dosa, jika gersang harimu kutaburi bunga?

 

Siapa yang salah, jika rinduku tak henti berkidung puisi?

 

Tersenyumlah engkau, Tiara.

Jika terik dunia semantiasa menyakiti, puisiku dan senja selalu menyentuh berwarna teduh.

 

2022 08


SIBUK


Setelah pulang berkelana, apa lagi cita-citamu? 


Aku sih sederhana: 

Ingin sampai rumah saat sore, supaya aku dan kamu sempat minum kopi bersama di beranda. 


Ah cita-cita.

Makin hari kesibukanmu makin bertumpuk.

Tergesa, jalanan macet. 

Akhirnya pulang terlambat.


Seperti turis saja kau bagiku: Singgah, menginap sebentar di hatiku buat sekedar melepas penat.


Terberkatilah rindu yang dengan tekun dan sabar membangun harapan di hatiku, menjadi rumah besar yang bisa kau tinggali seorang diri.


Ketika kau pulas, aku berbisik mesra sambil membawa nampan dan secangkir kopi, “Sudah kubuatkan sarang senja di bujur barat tubuhmu. Sayang, bangunlah dan mari menunggu mereka di beranda."


Tak beringsut, kau malah berbalik memeluk mimpi sembari berhangat-hangat di dalam sarang.


2022 08


SECANGKIR KOPI DI UJUNG PAGI


Secangkir kopi di ujung pagi.

Melantunkan kidung mesra.

Meramu aroma cinta.


Sesosok wajah mangkir di bibir cangkir.

Seruput katup senyum cemberut secawan.

Oh, alangkah menawan.


Uapnya menjelma bayang di lintas kabut.

Bayang wajah tak asing.


Jangkrik melarik kidung simfoni.

Mengetuk debar dada.

Liriknya senandungkan jiwa.


Ada seteguk memori di cangkir kopi pagi ini.

Perasaan yang dingin.

Secangkir rindu yang penuh ingin.

Menjelma hidangan cinta.


Tiap teguknya adalah puisi untuk lusa.

Tiap reguknya adalah kehangatan dekap mesra.


2022 07


.

BIOGRAFI


Wahyu Sastra, nama pena Wahyudi, lahir di pulau Lombok tahun 1982. Mulai suka menulis saat kuliah di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar. Suka melukis, membuat sketsa, karikatur, berkebun dan aktif di kegiatan konservasi alam di Portir Indonesia Internasional, sambil sesekali menulis dan bekerja paruh waktu sebagai kurator. Mulai menulis dengan gaya surealis di cerpen dan gaya mantra di sajak. Beberapa karyanya dimuat di beberapa media cetak dan online. Tahun 2022 ini membukukan buku Trilogi Raindu (Kumpulan Puisi). 



Penulis bisa dihubungi di : 

Email : ayahnailah82@gmail.com 

Telpon : 085337487477 dan 083117143064

Instagram : wahyusastra.penulis

Facebook : Wahyu Sastra

Tweeter : wahyupenulis07


 



Posting Komentar

0 Komentar