005

header ads

Puisi Lalik Kongkar | Dijebak Kata

 Puisi Lalik Kongkar 

| Dijebak Kata


Pernah satu masa aku percaya

Pada mulut yang fasih menghafal kata

Meramu dengung dan gumam fana

Tentang aroma-aroma rasa

Yang diseduh dalam cawan penuh dusta


Kemudian aku mulai mengekang ragu 

Dalam cengkeraman jemari yang merangkai kata

Untuk sejenak meletakkan rasa pada risalah semu

Hingga terpenjara prasasti rekayasa

Dan leburkan asa bersama lara


Perlahan aku pun beralih haluan

Bahwa rasa hanya boleh diletakkan pada lidah

Yang tak pernah menaruh muslihat 

Pada setiap yang berharap

Untuk meneguk sebuah kejujuran


Pada akhirnya jiwaku memasrah

Sebab hati telah dijebak barisan kata

Dari mulut dan jemari hingga terluka 

Yang meski tak berdarah 

Namun sisakan gores amat dalam


Biarkanlah Kau yang Menungguku


Setiap bait nada rinduku

Ku jahit dalam sebuah rajutan cintaku padamu

Untuk tiap kata-kata cinta

Yang selalu datang saat aku memikirkanmu


Akan ku pantulkan dengan cermin kesetianku

Agar aku terhindar dari rindu yang menghampiriku

Kan ku biarkan kau yang menungguku

Kan ku coba bagaimana kesetianmu


Agar kau bisa merasakan 

Bagaimana rindu itu sebenarnya

Agar kau dapat mengerti apa kesungguhan

Bukan sebuah kepalsuan bukan candaan


Yang kau tuduhkan kepadaku itu

Inilah rasanya rindu

Memberatkan diri membuat cemburu

Inilah rasanya rindu

Biarkan kau yang menungguku 

Pena Cinta


Aku ingin menulis

Menuangkan ribuan kata nan telah mengapung dalam sukma

Aku ingin terus berkarya 

Menghadirkan makna dalam goresan tinta


Aku ingin tertawa, tersenyum bahkan menangis melihat keakraban antara pena, kertas, tinta dan kata

Meski Tuhan membutakan kedua mataku

Aku sanggup melihat dengan mata penaku

Meski Tuhan melenyapkan bunyi pada daun telingaku 

Aku masih sanggup mendengar dengan gesekan mata pena mencabik gumpalan tinta


Meski Tuhan membisukan bada dari pita suaraku 

Aku masih sanggup bicara dengan goresan tintaku bersama kata

Meski Tuhan memancung kedua kakiku kaku 

Aku masih sanggup berlari dengan jemari mengayunkan penaku


Aku masih sanggup berkata “Aku masi sanggup hidup!”

Meski tanpa mata 

Meski tanpa bicara

Meski hening tanpa suara

Meski harus mematung dalam diam

Ya, aku masih sanggup berkata “Aku sanggup!”


Tapi bagaimana jika aku kehilangan salah satu dari mereka?

Kehilangan tinta mengisi pena

Kehilangan pena menggoreskan kata

Kehilangan kata-kata menjadi makna

Atau kehilangan kertas menjadikan karya


Penantian Tiada Arti


Saat keinginan berlayar tak tertahan

Ku bawa hati mengarungi samudera nan terbungkus awan

Indah, seindah rasa menyelimuti harapan

Tentang asa, cita-cita dan masa depan


Ku penuhi perahu dengan segumpal cinta

Ku gantungi secercah cahaya sebagai penyerta

Ku hiasi dinding-dindingnya dengan rindu yang sejuta

Ku ayuh sesekali dengan cemburu dan air mata


Dan…

Ketika perahu terlalu sarat akan beban

Ketika terbentuk hasrat memiliki perahu tambahan

Ketika aku tak sanggup mengayuh sendirian


Aku tergulung ombak demikian kencang 

Terguncang keras menerpa bebatuan karang

Meninggalkan cerita tentang harapan terbuang

Mengikis gumpalan cinta yang terlanjur memberi terang



Lalik Kongkar <paskaliskongkar@gmail.com>


Posting Komentar

0 Komentar