Pintu
Manakala musafir itu tahu bagian mana ia pulang dan pergi
Diantara kakinya belas kasih, sebuah ruang dari hulu ke hilir.
Tempat-tempat ia menyelami nasib, atau sedikit merapikannya.
Dimana sebuah pintu dengan ukiran daun dan bunga segar
Tumbuh menjelma teman,
Musafir rajin berbincang dengan garis lurus, menyamping, atau kebawah yang menghujam.
Menanyakan hari-hari rumah, atau sedikit mendiskusikan usia yang semakin membuncah.
Nasib dan pintu senang bertukar lengan
Dimana musafir bersalaman dan berpelukan.
2021
Ruang Tamu
Bulan dan bintang suka menonton bapak dan seorang anak
Lewat jendela melalui siaran malam,
Bulan dan bintang kadang terenyuh, melipat dahi
Ketika bapak tak kuasa membelikan sebuah cita-cita.
Bulan dan bintang tak kuasa, menggaris-garis air mata.
Malam begitu kejam, kepingan nasib begitu terurai,
Manakala bapak tak kuasa menata potongan nasib,
Bulan dan bintang kadang tersenyum
Tubuhnya dipinjam setiap malam.
Untuk dikenakan anaknya.
2021
Halaman
Halaman suka memandikan tubuhnya dengan angin dan air hujan
Kadang kala menjadi tempat berkumpul senyum anak-anak
Sekadar bermain bola, lempar melempar batu, atau hanya seutas tawa
Bila mengenang matahari, halaman begitu arif
Tempat rumput-rumput meliar, rumah bagi pohon menikmat matahari.
Sejak pasir dan batu disulap menjelma bangunan,
Halaman kehilangan tubuhnya,
Halaman sempit senyumnya,
Halaman sesak nafasnya.
2021
Rembulan
Malam itu kau begitu senang menggandeng bulan
Menyapa lampu-lampu jalan, atau sekedar memunggungi aspal
Tapi malam itu kau begitu senang, berjalan-jalan dengan bulan
Tak ada yang menanya, kemana atau keluar untuk apa?
Dan kau mulai senyum semakin lebar
Kala bulan belum juga pergi, entah kau sedang membuat sandiwara apa?.
Orang-orang belum juga bertanya, kemana dan hendak apa?
Kau terus melangkah, kau mulai sedih
Bulan kaget bertanya-tanya, mengapa dan kenapa?
Dan kau kembali pulang.
Orang-orang mulai bertanya,
Mengapa dan bagaimana?
2021
Gemunung
Orang-orang telah mengenalkan elok dan rupawan-manakala kau setia dengan kabut dingin atau lahar panas dalam tubuh mu.
Punggung mu berjejer kata-kata indah yang dipungut para penyair, kala musim penghujan atau ketika matahari begitu lembut membelai mu.
Pohon bershaf-shaf, berdiri tegak memeluk tubuh mu. Dan kau begitu arif merawat ilalang dan lumut-lumut liar.
Kau menyembur,
Bunga hutan berguguran
Dihalaman rumah, perkebunan, bangunan terbengkalai.
Di Tepi jalan,
Pada abu yang menempel,
Orang-orang duduk diatas batu,
Melelahkan air mata.
Matahari buru-buru menghilang,
Telah dimakan abu.
Udara yang sesak menyapa tubuhku.
Menyebar bau belerang yang menggulung-gulung diawan.
Orang-orang datang menyapa,
Melihat pipi basah oleh air mata.
Orang-orang hendak berkata,
Jangan menangis, jangan mengeluh.
2021
Pulang
Bulan pergi hendak pulang,
Rona cantik dan semburat senyum membekas di kursi taman.
Tas dan buku hariannya tertinggal,
Mungkin saja catatan kepada siapa ia untuk bersinar dan pulang.
Aku benar-benar takut membukanya, rahasia terdalam.
Tas kecil berisi identitas, lipstik dan cermin.
Uangnya sedikit, mungkin sudah ia simpan di jurang atau laut.
Atau bisa di saku, aku hanya menebak.
Bulan pergi hendak pulang
Ia bisa saja kembali, tapi akankah datang juga ke kursi taman
Memberi lipstik pada bibirnya, saling bercermin dan menulis ceritanya.
2021
Sang orator
Seorang pria pergi sebelum matahari mampir dirumahnya
Mengancing mimpi-mimpi dan mengenakan sepatu.
Udara pagi masih temaram,
Tapi nasib tak ia biarkan karam.
Tanah yang lembab mengenang dirinya ketika berjalan bersama bulan
Melawan segerombolan ayak
Yang mencabik-cabik lahan pertanian.
Orang-orang datang membantu, usir-usiran dengan si penjarah.
Ia mengenang masa-masa perlawanan.
Lalu bermain lari dan lari ke satu tempat ke tempat lainnya.
Seorang pria pulang setelah matahari membuang tubuhnya,
Melepas mimpi-mimpi,
Melepas seorang diri.
2021
Takut
Takut sering bersemayam dalam tubuh, tumbuh bersama usia.
Semacam bunga-bunga mekar dimusimnya,
Kita gentar. Meminimalisir bunga-bunga yang bermekaran
Takut leluasa menjarah garis-garis hidup, menggambar bersama waktu
Semacam lukisan hidup dengan warna-warni
Kita cemas. Menghalau goresan-goresan coretan.
2021
Semacam lilin
Malam itu kau hanya
Mengeja-eja huruf rumah atau sedikit menghiburnya
Agar tak bosan dan jenuh. Mungkin juga menghitung sepi atau merumus berapa kali
Orang-orang telah meninggal dan pergi.
Malam itu kau serta merta
Menjelma lilin, yang menerangi sunyimu. Atau yang membakar jenuh mu.
Aku ada dalam barisan panjang bus angkutan,
Dalam sebuah kota yang semuanya bertanya tentang dirimu.
2021
Selepas
Selepas pulang rapat dengan bulan
Membicarakan birokrasi gelap, kesimpulannya
Belum juga bertandang.
Siapa yang harus dilenyapkan?.
Lampu-lampu jalan membias dikepala, dan menjatuhkan tubuhnya ke aspal.
Selepas latihan orasi
Melayang-layang suara,
Kesejahteraan, Kemakmuran, Hak.
Gemuruh suara tersangkut,
Lampu-lampu jalan pasi, meredup.
2021
: Anam Mustofa
Kelahiran: Brebes
Keterangan: Hamba Lokal. Dan bermukim di Purwokerto. Dapat dikunjungi lewat @anam_mushthofa
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024