005

header ads

Pengumuman Keputusan Bersama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah


_SIARAN PERS_  
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 
Nomor: 017/Sipres/A6/II/2021 


*Pemerintah Terbitkan Keputusan Bersama Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan pada Sekolah Negeri* 

Jakarta, 3 Februari 2021 --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag), menerbitkan Keputusan Bersama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Keputusan ini merupakan wujud konkret komitmen pemerintah dalam menegakkan “Bhinneka Tunggal Ika”, membangun karakter tolerasi di masyarakat dan menindak tegas praktik-praktik pada sektor pendidikan yang melanggar semangat kebangsaan tersebut.

Dalam peluncuran yang diselenggarakan secara daring pada Rabu (3/2) di Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menguraikan tiga hal penting yang menjadi pertimbangan dalam menyusun SKB tiga Menteri ini. Pertama, bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. 

“Kedua, sekolah berfungsi untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Serta membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama,” terang Mendikbud Nadiem. 

Yang ketiga, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama, tambah Mendikbud.

Enam keputusan utama dari aturan ini di antaranya adalah 1) keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda); 2) peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: a) seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau b) seragam dan atribut dengan kekhususan agama. 

“Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” imbuhnya. 

Selanjutnya, 3) Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama; 4) Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

“Implikasinya, kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik sekolah maupun oleh Pemda yang bertentangan dengan aturan ini, dalam waktu 30 hari maka aturan tersebut harus dicabut,” tegas Mendikbud.

Kemudian, 5) jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang melanggar yaitu: a) Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan, b) gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota, c) Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, d) Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya. 

“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar,” lanjut Mendikbud. 

Terakhir, 6) peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh. 

Keputusan Bersama Tiga Menteri ini dirancang untuk dapat menegakkan keputusan-keputusan terkait yang telah ditetapkan sebelumnya serta melindungi hak dan kewajiban warga masyarakat Indonesia terutama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah negeri. 

*Mencintai Keberagaman Sejak Dini* 

Dalam paparannya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, dunia pendidikan harus menjadi lingkungan yang menyenangkan. Kunci keberhasilan suatu bangsa terletak kualitas SDM yang bersifat komprehensif. Tidak hanya terletak pada penguasaan hal teknis tapi juga moralitas dan integritas, salah satunya adalah toleransi dalam keberagaman. 

“Sekolah sejatinya juga mempunyai potensi dalam membangun sikap dna karakter peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk menyemai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Toleransi dan menjunjung tinggi sikap menghormati perbedaan latar belakang agama dan budaya suatu keniscayaan dan realitas bagi bangsa kita,” terang Mendagri Tito Karnavian. 

Dengan diterbitkannya keputusan bersama ini, Pemda diharapkan dapat mengambil langkah-langkah penyesuaian. “Bagi yang tidak sesuai, mohon untuk segera menyesuaikan karena ada sanksi bagi yang tidak sesuai,” tegas Mendagri. 

“Kemendagri memberi perhatian penuh terhadap kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila agar tercipta karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang menjunjung tinggi toleransi, sikap saling hormat-menghormati di tengah berbagai perbedaan latar belakang dan budaya,” imbuh Tito Karnavian memberi penekanan. 

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan, masih banyak sekolah yang memperlakukan anak didik dan tenaga pendidik yang tidak sesuai dengan Keputusan Bersama Tiga Menteri ini. Seyogyanya, agama bukan menjadi justifikasi untuk bersikap tidak adil kepada orang lain yang berbeda keyakinan. 

“Lahirnya Keputusan Bersama Tiga Menteri ini sebagai upaya kita untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat kita. Bukan memaksakan supaya sama tapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif bukan hanya simbolik,” terang Menag. 

“Memaksakan atribut agama tertentu kepada yang berbeda agama, saya kira itu bagian dari pemahaman (agama) yang hanya simbolik, Kita ingin mendorong semua pihak memahami agama secara substantif,” tegasnya.  

Salah satu indikator keberhasilan moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dijelaskan Menag terletak pada toleransi, harmonisasi umat beragama melalui perlindungan hak sipil dan hak beragama, serta mengukuhkan kerukunan sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024. “Oleh karena itu, Kemenag terlibat aktif dalam penerbitan SKB ini,” katanya. 

Adapun peran Kemenag dalam SKB Tiga Menteri ini adalah melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah dan/atau sekolah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam SKB Tiga Menteri. Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi kepada Kemendagri dan Kemendikbud terkait pemda dan/atau sekolah yang tidak melaksanakan ketentuan dalam SKB Tiga Menteri.  

“Keputusan Bersama Tiga Menteri ini adalah kiat pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, Kemendagri dan Kemenag untuk terus menerus mengupayakan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk Indonesia yang lebih baik,” jelas Menag.  

Acara pengumuman Keputusan Bersama Tiga Menteri dihadiri oleh perwakilan lembaga negara serta organisasi masyarakat. Turut hadir Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI); Agus Sartono, Deputi bidang Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK); Rita Pranawati, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); para pejabat dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 

Selain itu hadir perwakilan dari organisasi guru dan tenaga kependidikan, organisasi keagamaan, serta organisasi terkait kependidikan lainnya, di antaranya Arifin Junaidi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Saur Hutabarat dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta, Heny Supolo dari Yayasan Cahaya Guru, Eva Latifah dari Persatuan Guru Republik Indonesia, David Tjandra dari Perkumpulan Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, Vinsensius Darmin Mbula dari Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Fahrisa Marta dari Federasi Serikat Guru Indonesia, Hermin Tri Prasetyowati dari Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.  

Untuk aduan dan pelaporan terkait pelanggaran SKB, masyarakat dapat menghubungi Unit Layanan Terpadu (ULT), Gedung C, Lantai Dasar, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, 10270; atau menghubungi pusat panggilan: 177, Portal ULT: http://ult.kemdikbud.go.id/, email: pengaduan@kemdikbud.go.id, maupun Portal Lapor: http://kemdikbud.lapor.go.id

“Untuk memonitor pelaksanaan kebijakan ini, masyarakat harus terlibat didalamnya. Terkait pelanggaran, silakan mengadukan ke ULT, Pusat Panggilan 177, Portal ULT, Portal Lapor, dan platform lainnya. Di mana nanti secara terpusat akan kami monitor untuk memastikan pelanggaran ini tidak terjadi,” tutup Mendikbud. 


Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat   
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Laman: www.kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

#merdekabelajar
#pelajarpancasila
#cerdasberkarakter

Posting Komentar

0 Komentar