005

header ads

Izinkan Aku Bersama Cadarku, Tidak Lebih


Kini, cadar yang melindungiku sudah mulai diragukan semua orang. Dan aku hanya bisa diam. Aku malas untuk berdebat dengan mereka yang tidak tahu posisiku. Mereka yang tidak paham keberadaanku. Mereka yang tidak mencoba memahamiku. Dan mereka yang tidak tahu seperti apa diriku. Percuma saja berdebat dengan mereka yang pikirannya selalu meragukan esensi dari perempuan bercadar. Percuma.
Rasanya aku ingin terbang, menutup kuping terhadap raungan yang dipenuhi ketakutan. Membuatku sesal, hanya nambah berdosa saja. Mungkin, dengan terbang aku tidak lagi merengek karena ocehan mereka. Terbang tanpa ekspektasi apa-apa.
Aku hanya penikmat ocehan itu, dan aku hanya bagian dari mereka yang tidak ingin didiskriminasi karena cadar, itu saja. Tidak lebih.
Bahkan, ada yang terpaksa membuka cadar hanya karena tidak ingin disangka radikal. Ada yang terpaksa membuka cadar, hanya karena tidak ingin disangka ekstrim, aneh, dan ikut-ikutan budaya arab. Dan lagi-lagi, aku ada dibagian mereka yang hanya ingin diterima sebagaimana muslimah yang lain. Tidak lebih.
Apakah aku harus membuka cadarku? yang barangkali, semua orang akan melihatku dengan seluruh keanehan di dunia. Karena kali pertama aku membuka cadar, saat itu calon mertuaku pun juga ingin menikahiku. Aku rasa ini tidak sekedar cadar, ini bagian dari pelindungku. Aku takut, setelah ini aku akan berdosa memperlihatkan kecantikanku untuk semua orang. Meski, alasannya bukan itu. Alasan yang tepat, karena aku ingin lebih menjaga kehormatanku. Tidak lebih.
Semua perempuan lahir dengan terhormat. Semua muslimah berhak memilih, bercadar ataupun tidak. Yang terpenting, ia mampu menjaga kehormatannya, mencegah berbagai kerusakan, membantu laki-laki untuk menjaga pandangannya. Lalu, apa salah kami? perempuan bercadar, sangat berhak untuk dimuliakan. 
Diluar itu kami sangat paham, bahwa sudah pernah terjadi dan benar benar ada perempuan bercadar yang radikal. Perempuan bercadar yang hanya karena fashion pun, sudah ada. Banyak sekali. Tapi itu di luar kendali kami yang hanya ingin, “Lillah”.
Sungguh refleksi menghakimi semacam ini membuatku panik yang teramat. Untuk melepaskan keterikatan ini, aku tidak pernah berpikir untuk mepercayai sayapku. Terbang, untuk menjauh.
Bongkar pasang cadar tidak sama dengan membuka pintu, dengan cara yang terlalu menggampangkan. Atau semacam teori tentang sistem deterministik, memungkinkan tak ada prediksi jangka panjang.
Sama seperti ungkapan Haclav Havel dalam bukunya yang pernah ku baca. "Kini cara kita memahami realitas melalui ilmu pengetahuan semakin terfragmentasi dalam spesialisasi dan cenderung menganggap bisa menyelesaikan masalah dengan hanya menjumlahkan kotak-kotak mozaik yang disampaikan para spesialisnya". Lagi lagi, aku ada dibagian mereka yang merasa tertegun berada di zona kuantum, segalanya relatif tanpa ada yang mencoba memahaminya.

Posting Komentar

0 Komentar