005

header ads

KORAN JAWA POS - 26 APRIL 2015

ARFINANTO ARSYADANI

SENIMAN: Fileski ditemani biola kesayangannya dan buku antologi puisi yang berisi karyanya.

Walidha Tanjung Files, Peraih Anugerah Sastra dari Malaysia
Tak Lepas dari Biola, Idolakan Sejumlah Penyair Besar
Prestasi yang diraih Walidha Tanjung Files layak menjadi kebanggaan masyarakat Madiun. Seniman muda itu  meraih Anugerah Hescom kategori musikalisasi puisi dari e-Sastra Malaysia. Penghargaan sastra langsung dari Kuala Lumpur 2014 lalu itu kian memantapkan eksistensi dunia kepenyairan yang digeluti pria yang akrab disapa Fileski itu.

ANUGERAH dari Negeri Jiran itu tidak didapatkan Fileski dengan instan. Sejak 2008 silam, pria 27 tahun ini memang sudah mulai malang melintang di jagad kepenyairan Asia Tenggara. Juga mulai intens mengikuti even sastra dan berkomunikasi dengan para penyair dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand. ‘’Negeri serumpun itu memang sangat mengapresiasi karya-karya sastra dari negeri tetangga. Banyak lembaga sastra di sana yang rutin memberikan penghargaan terhadap karya-karya sastra,’’ ungkap warga Jalan Koperasi A-08, Banjarejo, Taman, Kota Madiun ini.

Di antara negara-negara serumpun itu, Indonesia dinilai menjadi negara yang memiliki tata bahasa dan sastra paling maju. Karena itu, tidak sedikit dari negara tetangga itu yang intens mengapresiasi dan belajar dari negara ini. ‘’Sayangnya, di Indonesia sendiri apresiasi terhadap sastra masih sangat minim sekali,’’ ucap lulusan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya itu.

Sebelum menjelajah ke sejumlah negara di Asia Tenggara, Fileski memiliki pengalaman tak terlupakan. Tepatnya, saat pertama kalinya terbang ke luar negeri untuk menghadiri Singapore Art Festival 2008 lalu. ‘’Pokoknya waktu itu begitu mendapat undangan langsung nekat berangkat. Tetapi setibanya di Changi Airport, Feliski ditahan oleh petugas bandara gara-gara foto di paspor tidak sesuai dengan penampilannya saat itu.  ‘’Waktu itu masih gondrong dan berkumis dan belum lancar berbahasa Inggris. Saya tertahan berjam-jam di bandara, sampai akhirnya ada panitia event yang datang menjemput,’’ tuturnya tentang pengalaman tidak mengenakkan pertama kali ke luar negeri.

Pengalaman lain yang dirasakan Fileski adalah ketika bergabung bersama 257 penyair untuk berkolaborasi mementaskan musikalisasi puisi selama 11 jam nonstop di Surabaya 2012 lalu. Sampai saat ini, juga sudah banyak karya-karya puisi yang ditulisnya telah tergabung dalam puluhan antologi di dalam dan luar negeri. ‘’Di awal 2015 kemarin, saya menerbitkan dua buku sekaligus. Yakni, Kitab Puisi Negeri Kertas dan Jejak Inspirasi Fileski,’’ ujarnya.

Penyair yang dalam setiap pembacaan puisinya tak pernah lepas dari biola itu juga sudah menelorkan tiga album musik puisi. Mulai dari Tribute to Chairil Anwar (2011), Rahasia Langit (2012) dan Save Our Culture (2014). ‘’Saya memang tak bisa lepas dari biola. Sebab bagi saya itu merupakan sebuah alat musik yang merdeka dan memiliki bunyi paling mistis,’’ jelasnya.

Pria yang mengaku mulai gemar puisi karena kerap membaca karya-karya ayahnya yang seorang guru Bahasa Indonesia di SMAN 1 Dolopo itu juga mengagumi beberapa penyair besar. Seperti Chairil Anwar, WS Rendra, Taufiq Ismail dan Sutardji Calzoum Bahri. ‘’Mereka itu yang selama ini telah berhasil membuat Bahasa Indonesia terus berkembang. Sebab kalau bahasa kita hanya terpatok pada EYD (Ejaan yang Disempurnakan) saja pasti akan kaku dan sulit berkembang,’’ paparnya.

Sebagai putra daerah, Fileski pun berharap generasi muda di Madiun bisa lebih mengembangkan dirinya ke arah yang lebih positif. Agar setiap hal yang dijalani tidak berdasarkan perintah saja. Namun lebih sebagai keinginan yang muncul dari dalam diri sendiri. ‘’Anak-anak muda di Madiun ini harus lebih kreatif. Jangan hanya berkarya ketika disuruh atau kewajiban tugas saja. Selalu rajin belajar dan jangan pernah tertutup dengan hal-hal baru,’’ pesannya. ***(yup)

Posting Komentar

0 Komentar