Yang Pernah Singgah
| Hadad Fauzi Musthofa
Bayangan itu tidak mau pergi dari raut mata ini, entah mengapa jejak-jejak langkahnya masih tertinggal. Adakah obat penawarnya tolong carikan untukku agar aku tenang, atau mantra-mantra ajaib dari sang putri.
Kita tahu di setiap mata adalah kaca yang abadi, bola mata yang bulat mampu menangkap senyum bibirnya yang merah merekah bagaikan mawar jika terucap sepatah kata dari bibir basahnya ia laksana kumbang beterbangan.
Meski terkadang ia tidak tahu bahwa mata laki itu tidak berlinang tetapi hatinya tenggelam, atau tidak menitihkan air mata tetapi hatinya bercucuran, juga meski matanya tidak terlihat luka tetapi hatinya lebam terasa.
Ombak itu kamu, ia mampu mengulung-gulung dengan derasnya menabrak karang menghantam akar-akar mangrup yang menghunjam. Sesekali burung mendekati dan bersiul adanya dengan nada indah. Itu juga sesekali.
Kertas yang kosong adalah makna yang nantinya aku tuliskan namamu, biarkan tulisan ini tidak tergores tanpa karam di setiap bait-baitnya, biarkan huruf-huruf mengartikan keelokanmu ia abadi tak tergerus oleh waktu, ia akan hidup di benak pembacanya meski air mata tak kunjung di seka dan sebagai pengganti dari rasa cinta yang pernah singgah ini.
Cirebon, 23 April 2022
Biodata penulis :
Hadad Fauzi Musthofa, pria kelahiran Cirebon 04 Maret 2001. Ia adalah anak terakhir dari 10 bersaudara. Teman-teman sejawatnya akrab memanggilnya Hadad, membaca, menaiki gunung dan bersepeda adalah hobi yang ia geluti sesekali berjalan mengunjungi kota-kota pun ia lakukan. Sekarang ia sedang menempuh pendidikan S1 nya di STAIMA Babakan Ciwaringin Cirebon(Sekolah Tinggi Agama Islam Masduki Ali) Baginya hidup adalah kemanfaatan untuk sesamanya maka dari itu motonya adalah “Bermanfaat itu asik”.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313