RAMADAN SEHARI
LAGI
Sulistyo
Di desa, tradisi mandi
di sungai telah berganti
Tak ada lagi canda ria
penduduk desa memenuhi sungai bening di pinggiran desa kami ketika ramadan
kurang sehari
Tak terdengar lagi
canda tawa anak-anak berebutan air hitam bakaran merang untuk keramas satu
tahun sekali
Sungai kecil berair
bening sudah menghilang
Menjelma jalanan aspal
di samping pabrik kacang yang kini sangat terkenal
Pepohonan mahoni tua
yang berjajar di sepanjang persawahan tempat kami bermain menggelar tikar saat
siang di bulan ramadan, tumbang berganti rumah karaoke dan kafe
remang-remang
Kenangan ramadan masa
kecil menjelma dongeng mahal yang tersimpan dalam buku tulis kumal
Lalu apa yang kukenang
saat pulang ke kampung halaman?
Surau kecil berdinding
bambu di pinggir jalan di bawah pohon asam besar, tersingkir dan terbuang
Berganti rumah makan
megah milik pejabat serakah
Puluhan pohon asam
besar peneduh jalan pedesaan digantikan besi-besi lima meteran penyangga
lampu-lampu penerang jalanan
Desaku menjadi kota
yang tak berjiwa
Tanah tempat aku
dilahirkan benar-benar hilang tak menyisakan sejengkal kenangan
Aroma ramadan seperti
yang kuhirup dua puluh tahun silam tak lagi bisa kurasakan
Sabtu, 2 April 2022
Sulistyo
Lahir dan besar di
Kudus. Menyukai puisi. Beberapa puisinya terkumpul dalam antologi bersama dan
antologi tunggal. Berprofesi sebagai Disc Jockey
0 Komentar
Andai bisa klaim Honor untuk karya puisi dan cerpen yang tayang sejak 1 April 2024