005

header ads

ACARA UNTUK MALAM RENUNGAN 17-AN; YANG BEDA DAN CIAMIK | sebuah esai Anjrah Lelono Broto

ACARA UNTUK MALAM RENUNGAN 17-AN; YANG BEDA DAN CIAMIK

oleh: Anjrah Lelono Broto



Malam tirakatan HUT RI (Dok. goodnewsfromindonesia.id)


Merdeka!!! Sudahkah kita memasang bendera di depan rumah kita? Jika belum, segerakanlah! Selain karena sudah diperintahkan dengan sangat oleh RT/RW setempat, toh masih banyak acara lain yang musti kita ramaikan di bulan kemerdekaan ini.

Gelaran acara wayang kulit semalam suntuk, karnaval dengan sound system horeg, atau lomba-lomba yang melibatkan partisipasi warga secara utuh dan menyeluruh menjadi pemandangan yang lazim di bulan Agustus. Namun, acara-acara tersebut biasanya digelar terpisah dengan satu acara yang satu ini. Satu acara yang (seakan) wajib hukumnya digelar dalam momentum perayaan peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Upacara bendera kah? Jawabannya benar tapi kurang pas. Acara tersebut adalah Malam Renungan 17-an.

Malam Renungan dipergelarkan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan karena telah dianugerahkan kemerdekaan dan lepas dari belenggu penjajahan. Ingat, bukan lepas dari belenggu bayang-bayang mantan atau tagihan pinjol bulanan. Acara ini biasanya digelar pada malam tanggal 16 Agustus. Dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai desa/kelurahan biasanya menggelar acara ini. Malam Renungan 17-an juga digelar sendiri oleh masing-masing lembaga organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, hingga organisasi politik. Ssst, beberapa caleg yang hobby mencuri start kampanye biasanya menggunakan momentum ini. Ssst, momentum ini juga kadang menjadi wahana lobi-lobi antar politikus jelang pilkada atau pilkades.

Terkadang, masing-masing RT atau gang juga mengadakan kegiatan serupa secara mandiri bin swadaya. Bergantung pada kreatitifitas warga dan adanya donatur yang baik hati, ikhlas beramal, serta rajin terampil dan gembira.

Di Malam Renungan 17-an biasanya dihiasi dengan kehadiran tumpeng. Bukan Tumpeng Maut lakon ludrukannya Cak Kartolo cs lho! Selain menjadi simbol rasa syukur, tumpeng juga menjadi petanda adanya acara makan-makan. Pemotongan tumpeng dilakukan usai acara sambutan-sambutan dari pejabat plus tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Tanpa mengurangi kesakralan, alangkah lebih menariknya jika dalam rundown acara Malam Renungan 17-an juga diselipkan agenda lain agar hadirin tidak berlama-lama duduk diam dan menjadi pendengar yang baik dan benar. Mungkin beberapa pilihan agenda berikut ini bisa menjadi alternatif.

 

Diskusi Tentang Sejarah Perjuangan

Sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan selama ini sudah berkali kita buka di buku dan pelajaran di sekolah. Tapi bagaimana jika sejarah perjuangan itu didiskusikan bersama pakar, peneliti, pemerhati, pelaku sejarah (dan atau ahli warisnya)?

Sejarah perjuangan yang kita diskusikan tidak hanya dalam bentuk hafalan peristiwa dan tanggal kejadian. Tapi lebih fokus pada hukum sebab-akibat. Misalnya, mengapa Bung Karno dan Bung Hata sampai diculik ke Rengasdengklok? Apa yang menjadi latar belakang Pertempuran 5 Hari di Semarang? Palagan Ambarawa? Puputan Margarana? dan masih banyak lagi peristiwa heroik lainnya seantero nusantara.

Berat ya tema diskusinya? Kalau dirasa berat, bisa dipilih tema kisah sejarah perjuangan yang lebih ringan. Misalnya, sejarah dan kemujaraban bambu runcing dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Atau, sejarah telik sandi wanita (yang cantik) dari masa ke masa? 

 

Tanya Jawab Tentang Sosok Pahlawan Lokal

Perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini adalah perjuangan semesta. Artinya perlawanan terhadap penjajah tidak hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya saja, namun terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Hanya saja, waktu dan tempatnya yang berbeda.

Dengan kata lain, sosok pahlawan tidak hanya yang terpampang di dinding kelas dan menjadi nama jalan. Sosok pahlawan tersebar merata dan tak terhitung jumlahnya. Masing-masing daerah memiliki sosok pahlawan yang belum banyak disebut dalam buku pelajaran sejarah dan berjuang dengan cara dan pengorbanannya masing-masing. Ada Sakerah di Pasuruan, ada Sarip di Tambakoso, ada Kyai As’ad Syamsul Arifin di Situbondo, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Menjadi berbeda dan lebih manfaati jika di acara Malam Renungan 17-an kita menggelar acara tanya jawab tentang sosok pahlawan di daerah kita masing-masing. Jujur saja, kadang kita tidak tahu kalau di daerah kita dulu ada pahlawan yang sedemikian luar biasa berkorban demi tercapainya kemerdekaan.

 

Nobar Film Perjuangan

Nah, ini pilihan acara yang mungkin paling disukai kaum muda. Nonton bareng film perjuangan bisa jadi pilihan acara yang paling banyak dipilih. Selain karena terlihat lebih meriah, biaya dan usahanya juga lebih ringan ketimbang menghadirkan pakar dan atau pelaku sejarah (meski lokal).

Film-film seperti Soerabaia 45, November 1908, Janur Kuning, Sang Kyai, dll bisa dipilih salah satu. Tenang, download di internet banyak kok.

Bagaimana? Tentu saja, di penghujung acara tetap kita tutup dengan mendoakan bersama arwah para pahlawan bangsa ini. Dan, jangan lupa, tulis review acara tersebut dan kirim ke www.negerikertas.com. Merdeka!!!!

 

--o0o--

 

Mojokerto, 2019-2023


Anjrah Lelono Broto, aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa. Beberapa puisinya masuk dalam buku antologi bersama Buku karyanya adalah Esem Ligan Randha Jombang (2010), Emak, Sayak, Lan Hem Kothak-Kothak (2015), Nampan Pencakan (2017), Permintaan Hujan Jingga (2019), Kontra Diksi Laporan Terkini (2020), dan Garwaku Udan lan Anakku Mendung (2022). Terundang dalam agenda Kongres Bahasa Jawa VI (2016), Muktamar Sastra (2018), Kongres Budaya Jawa (2018), dan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia III (2020). Karya naskah teaternya “Nyonya Cayo” meraih nominasi dalam Sayembara Naskah Lakon DKJT 2018. Sekarang bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA), dan Komite Sastra Dewan Kesenian Mojokerto (DKKM). Kontak FB: anjrahlelonobroto, dan WA: 085854274197.

 

Posting Komentar

0 Komentar