005

header ads

Tersembunyi dalam Mata

 Tersembunyi dalam Mata


Di derai-derai daun cemara

Setelah hujan berhenti turun ke bumi

Di dalam derai-derai tawa

Ku lihat kau tersenyum di sela-sela rindu


Hai, ku ucapkan pada derai-derai pagi menjemput mimpi

Meski kosong di hati, kau tidak di sini lagi

Aku masih bisa bernyanyi dalam sunyi

Meski sendiri, aku lalui walau kau bukan lagi dari sisi hati


Di dalam ingatan, anganku lepas mengudara mencari sosok bayangan

Tak ku kenal, namun terasa nyaman di dada 

Apakah itu kau? Hai gadis pemungut rindu

Kau masih saja sama, walaupun sudah lama tak saling jumpa


Entah aku yang tak pernah bersua

Atau egoku memilih bersembunyi dalam semu

Lari dari asa yang tak pernah ku tahu 

Di dalam samudera matamu

Ada aku di sana dengan setitik rindu


Benar bukan?

Jangan sembunyi lagi aku tak mau berlari mengejarnu lagi

Jika kau ingin kutawarkan sebuah pilihan 

Pergi yang jauh atau kemarilah bertahan di sisiku?


Seharian di Stasiun Kata


Pagi, hatiku telah bergegas pergi ke sebuah kota, dimana jiwaku mengasingkan diri, ia melangkah ke sebuah stasiun di depannya lalu, mendekati sebuah kereta jurusan luka. Barangkali kemarahan telah membawanya ke rumah sunyi, kemudian ia akan mengajaknya kembali.


Tetapi setelah tiba dipintu, penumpang ribut dengan cerita mereka tentang kota luka yang penghuninya adalah jiwa keributan, yang hari dan malamnya penuh raung kepedihan. Sedang jiwaku tak suka gema keramaian, dari segala bentuk kesedihan atau pun kebahagiaan.


Beberapa jam berlalu, aku mendatangi kereta baru, ku tanya mereka yang hendak masuk di situ, tempat mana yang hendak dituju. Kemudian mereka menjawab bahwa jurusan menuju ke kota kesenangan, dimana penduduknya adalah orang-orang bijak yang diam dan merayakan beberapa tawa dengan tarian-tarian sepi yang mencekam, yang hanya dinyanyikan diri sendiri.


Tapi itu keadaan yang jiwaku tak butuh senang berlebihan. Hingga akhirnya, hatiku menulis seluruh kehidupan jiwa yang ia tinggalkan, keinginannya di stasiun kata berupa doa-doa yang ku lantukan untukmu.


Doaku di Malam Sunyi


Aku hanya seorang manusia  

Yang tertatih di yang namanya kehidupan

Doa selalu kuucap untuk hari yang tidak pernah kutahu

Untuk setiap cobaan yang kian hari membesar


Terkadang aku menangis hingga meratab

Menyesali setiap rasa sakit

Meringis luka yang takkan kering

Memikirkan cobaan yang takkan usai


Malam Ini


Saat bulan bertemu dengan sudut bintang

Saat bintang menggenggam rembulan

Saat ribuan kunang-kunang membelah belantara rimba

Saat itu aku menangis hingga patah


Saat malam menemani hati yang rapuh

Saat sunyi memanjakan telinga yang gersang

Terbesit kerinduan yang memangku semesta

Aku mencoba untuk bersabar


Selalu kuingat bahwa Tuhan itu tidak tidur 

Ia mendengar jeritanku bahkan yang kubungkam

Ia melihat lukaku bahkan yang kukubur

Ia Maha tahu


Malam sunyi mencekam

Menyayat daging hingga mengerang

Menjerit hingga suara terbang putus

Inikah rindu


Rindu terkadang teramat menyakitkan 

Meremukkan hati hingga debu

Meniupkan belati yang tertancap asmara

Sakit di ujung rasa


Tuhan tawanlah rasa rindu ini

Kurung ia di sudut jeruji

Ajari ia cara bersabar dan bertahan

Agar ia tidak memakanku perlahan


Merindukan seseorang teramat sakit

Ingin rasanya kusobek rasa itu hingga keping

Takkan kupelihara karena kan membunuhku

Hanya bersabar dan tabah yang bisa kulakukan


Senandung Malam


Padamu malam

Aku ingin bermimpi

Bersenandung dengan bintang

Lantas apa daya tubuh yang berbaring terhampar

Tiada relung tempat mengisi kesunyian

Hanya penantian yang memekik pilu


Saat ku sadari

Bahwa tiada lagi yang ku mau

Selain bertabur dengan sang malam

Sambil berkata

“Aku merindumu”



Bio Narasi: 


Lalik Kongkar, saat ini masih jadi pengembara sunyi, dan pemerhati pembangunan desa



Posting Komentar

0 Komentar