Oleh: Lubet Arga Tengah
(Mahasiswa UT UPBJJ Jember)
WATUKOSEK DALAM INGATAN
Wajah dan malam di watukosek
Hati berdebar
Jiwa bergetar
Rindu mengalir di urat nadi
Menjadi darah
Menjadi gairah
Menjadi ingatan
Menjadi kenangan
Watukosek menjadi ruh dalam tubuh
Mata dan wajah
Lelap dan gelap
Karena sepi
Tersebab jarak
Jauh menjelma rindu dan cumbu
Ada bayang setiap waktu
Mengenang pertemuan dan tatapan
Watukosek
Ruang bius
Rindu mengganggu debar
Malam menyuburkan ingatan
Jember, 2019
Puisi
Muhammad Lefand ini merupakan puisi pembuka yang terdapat dalam sehimpun puisi
yang berjudul “Yang Abadi di Watukosek”. Buku ini sebenarnya masih dalam proses
terbit. Puisi yang berjudul 'Watukosek dalam Ingatan' terlihat dibangun dengan
gaya bahasa yang sederhana namun sarat dengan makna. Penggunaan kata-kata
seperti “hati berdebar” dan “jiwa bergetar” menciptakan nuansa emosional yang
kuat. Repetisi kata “menjadi” juga memperkuat imajinasi bahwa Watukosek bukan
hanya sebuah lokasi fisik, melainkan juga memiliki dimensi emosional dan
kenangan.
Puisi
ini membentuk citra yang kuat melalui imaji dan personifikasi. Watukosek
digambarkan sebagai entitas yang memiliki kekuatan untuk “menjadi ruh dalam
tubuh”. Ungkapan seperti “rindu mengalir di urat nadi” dan “mata dan wajah
lelap dan gelap” menciptakan gambaran yang nyata.
Meskipun
berbicara tentang ingatan, puisi ini lebih fokus pada rindu dan cinta daripada
sekadar memori pengalaman yang indah atau pahit. Watukosek menjadi pusat dari
perasaan ini, dijelaskan sebagai sesuatu yang “menjadi gairah” dan “menjadi
ingatan”. Ungkapan ini mencerminkan hubungan yang dalam dan emosional antar
penyair dan tempat tersebut.
Watukosek
dijelaskan sebagai “ruang bius” suatu tempat yang memikat dan membebaskan imajinasi.
“Malam di Watukosek” dianggap sebagai penumbuh ingatan, menekankan peran waktu
dalam merawat dan menjaga kenangan. Puisi menciptakan perasaan kedekatan dan
jarak secara bersamaan. Meskipun jarak fisik menciptakan kegelapan dan sepi,
Watukosek tetap hadir dalam kenangan dan tatapan, dengan bayangan dan ingatan
menjadi pengganti kehadiran fisik.
Puisi
ini memberikan ruang interpretasi pembaca dengan meninggalkan beberapa elemen
terbuka. Misalnya, mengapa “rindu mengganggu debar” dan bagaimana malam dapat “menyuburkan
ingatan”. Hal ini menambah dimensi ketidaktahuan, memungkinkan pembaca untuk
membawa pengalaman dan interpretasi pribadi ke dalam puisi. Puisi-puisi lain
dalam kumpulan ini juga diyakini akan memberikan pengalaman yang berharga bagi
pembaca. Maka siap-siap untuk memiliki dan menikmatinya.
Situbondo,
26 November 2023
(Mahasiswa UT UPBJJ Jember)
Hati berdebar
Jiwa bergetar
Rindu mengalir di urat nadi
Menjadi darah
Menjadi gairah
Menjadi ingatan
Menjadi kenangan
Watukosek menjadi ruh dalam tubuh
Lelap dan gelap
Karena sepi
Tersebab jarak
Jauh menjelma rindu dan cumbu
Ada bayang setiap waktu
Mengenang pertemuan dan tatapan
Ruang bius
Rindu mengganggu debar
Malam menyuburkan ingatan
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313