Darah
Ku alirkan darahku kau alirkan darahmu
Bersama, mengalir di antara nganga luka
Dan pada luka biarkan tetumbuhan tumbuh
Jadi hutan atau jadi taman
Agar tak melulu kenangan
Dan lihatlah bagaimana darah telah jadi sungai
Sungai yang di dalamnya menyimpan beribu harapan ikan-ikan
Sebelum sampai batas laut
Sedang kita memilih selangkah membuntut di belakang
Karena di belakang langkah kita lebih leluasa
Tapi di antara kita mesti ada yang menjadi tumbal
Sebagai mantra awal dimulainya perjalanan
Ku alirkan darahku kau alirkan darahmu
Dan pada darah dari segala luka
Ku karamkan tubuhku terlebih dahulu
Sebelum sempat kau raih tanganku
Supaya kau lebih leluasa di laut yang mana
Kau akan mengubah tubuhmu sebagai
Putri duyung penunggu dari segala
Darah yang kita alirkan
2014
Pitutur
;perempuan yang dipinang malam
I
Pertemuan
adalah suguhan yang kita rencanakan jadi kenangan, bukan.
kata-kata yang terlontar dalam percakapan, kini
merayap serupa desir angin pada daunan melambai
mendengung di kendang telinga
sukar diterjemahkan
II
Dan perpisahan
adalah kita yang berhasil membawa pertemuan
pada puncak moksanya
sebab pertemuan dan perpisahan adalah dua hati
dalam satu kenangan yang direntangkan jarak
semisal adam dan hawa
aku dan engkau
III
Kenangan itu sendiri
adalah sepi dari rintik rinduku di malam hening
gerimis atau hujan sekalipun bisingnya tak mampu sungguh
buyarkan sunyi
setiap ratap yang jadi salam
pucuk daunan melepas bulir embun, sebagai
penghormatan pada mentari
sebelum sampai di bening matamu
mentari yang akan menemanimu menuju pembaringan
istirahkan resah dari segala desahku
menuju malam dengan bulan yang lebih terang
meyambut pagi yang lebih bermakna
2014
Estetika Tubuh
-Annuqayah
Akulah perantau, maka katakan aku harus datang sebagai siapa, agar kita lebih mudah untuk mengakrapi.
Dari tubuhmu aku belajar keindahan dan nilai. Semoga dengan puisi tubuhmu mampu aku jamahi. Jangan hawatir, sebab puisi tak akan menodai kesucianmu. Bahkan, jika kau bersedia puisiku yang akan mengabarkan elok tubuhmu.
Kau tahu, bahwa aku pernah menggigil kedinginan sendirian di tubuhmu. Selalu, aku tersesat di selangkanganmu. Terlalu lama terpaku… O.panorama alam yang fana.
Kapan mata kita akan saling menatap, sedang wajahmu selalu kau sembunyikan di balik tubuh, tubuh yang selalu memancing puisiku untuk gagal sampai pada wajah, wajah yang menyimpan teka-teki, tubuh yang penuh retorika alam.
Jika kau berkenan, datanglah ke sarangku malam ini. Menyusuplah dari mana saja engkau mau asal jangan lewat pintu, sebab di pintu jejakmu akan lebih mudah dicurigai.
Tapi jika kau tak berkenan juga tak apa. Bukankah memang sudah biasa percakapan kita lakukan, meski mulut sama membisu.
Hanya saja kau tak akan pernah tahu. Kenapa puisi ini kutulis,meski kau merasa selalu diawasi?
2014
Naufal J nama pena dari Ach. Naufal Jazuli, lelaki kelahiran desa Pagendingan, Galis, Pamekasan, bertepatan pada tanggal 06 juli 1995. Saat ini ia menetap di PPA. Lubangsa Selatan. Aktif di Teater Padi-Ls, Mangsen Puisi, Bengkel Puisi dan LSA(LesehanSastraAnnuqayah). Dan sekarang sedang melanjutkan pendidikannya di INSTIKA PP. Annuqayah,Guluk-Guluk, Sumenep, Madura.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313