005

header ads

Kapan Harus Berhenti (Menghabiskan Sisa Air Mata) | Ahmad Sulton Ghozali.

 



Kapan Harus Berhenti (Menghabiskan Sisa Air Mata)

| Ahmad Sulton Ghozali.


I

untuk kali pertama, kau meminta sebaliknya

tiada lagi seharusnya 

dan seandainya


saat ini akhirnya tiba

dan kau lebih memilih melakukannya dengan prosesi 

selayaknya hukuman yang harus disaksikan 

oleh setiap pasang mata 

menguras setiap bulir yang sengaja disimpan

sebab aku layak menerimanya


II

namun mengapa kau enggan 

menghabiskan sisa-sisa air matanya?


setelah menghunjam hati ini

dengan ujung-ujung kalimat yang paling ditakutkan

bagi mereka yang telah berani mencintai

maka jangan sisakan, tidak segenang pun

bukan mustahil ketika takkan 

sanggup memenuhi dahagamu


lantas kau mengambil penglihatan

seolah masa depan bukan lagi untukku

mengapa kau masih enggan menghabiskan

sisa-sisa air mata di payau ini

ketika kemarau menyulitkan seluruh mimpi?


entah apa di sana, namun kita terlampau bosan

tidak senyumanmu, pelukanmu,

atau segala tujuan surgawi

yang pernah kau beri sebelumnya

padahal kita baru saja memperdebatkan

siapa yang akan melafalkan setiap kata di puisi ini


III

berilah beberapa saat untuk mengingatnya

selagi menawar rasa sakit, kiranya

luka enggan bertemu dengan air mata

maka kenangan akan melakukannya


bagaimana dengan sewaktu mengitari jalanan ibukota

ketika tiada lagi yang diizinkan untuk melintasinya?

bagaimana dengan rencana mengunjungi kedai kopi

yang namanya sudah terlampau jenuh di telinga?


kau hanya tidak tahu kapan harus berhenti, jawabmu

sederhana.


2022


Ahmad Sulton Ghozali. Sering menulis untuk mengisi waktu luang dan hati yang berlubang. Beberapa hasilnya adalah kumpulan puisi Merancang Mesin Waktu (Berpuisi Publishing, 2022) dan Berdamai dengan Air Mata (Jejak Publisher, 2021). Turut menyunting Sajak-sajak Kopi (Teras Budaya Jakarta, 2022). Kabar terbaru di media sosial @anginraga dan situs web anginraga.medium.com.





Posting Komentar

0 Komentar