ACARA UNTUK MALAM RENUNGAN 17-AN; YANG BEDA DAN CIAMIK
oleh: Anjrah Lelono Broto
Malam tirakatan HUT RI (Dok. goodnewsfromindonesia.id) |
Merdeka!!! Sudahkah kita
memasang bendera di depan rumah kita? Jika belum, segerakanlah! Selain karena
sudah diperintahkan dengan sangat oleh RT/RW setempat, toh masih banyak acara lain yang musti
kita ramaikan di bulan kemerdekaan ini.
Gelaran acara
wayang kulit semalam suntuk, karnaval dengan sound system horeg, atau lomba-lomba yang melibatkan
partisipasi warga secara utuh dan menyeluruh menjadi pemandangan yang lazim di
bulan Agustus. Namun, acara-acara tersebut biasanya digelar terpisah dengan
satu acara yang satu ini. Satu acara yang (seakan) wajib hukumnya digelar dalam momentum
perayaan peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Upacara bendera
kah? Jawabannya benar tapi kurang pas. Acara tersebut adalah Malam Renungan 17-an.
Malam Renungan
dipergelarkan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan karena telah
dianugerahkan kemerdekaan dan lepas dari belenggu penjajahan. Ingat, bukan
lepas dari belenggu bayang-bayang mantan atau tagihan pinjol bulanan. Acara ini biasanya digelar pada malam tanggal
16 Agustus. Dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai
desa/kelurahan biasanya menggelar acara ini. Malam Renungan 17-an juga digelar sendiri
oleh masing-masing lembaga organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, hingga
organisasi politik. Ssst, beberapa caleg yang hobby mencuri start kampanye biasanya menggunakan momentum ini. Ssst, momentum ini juga kadang menjadi wahana lobi-lobi antar
politikus jelang pilkada atau pilkades.
Terkadang,
masing-masing RT atau gang juga mengadakan kegiatan serupa secara mandiri bin
swadaya. Bergantung pada kreatitifitas warga dan adanya donatur yang baik hati, ikhlas beramal, serta rajin terampil dan gembira.
Di Malam
Renungan 17-an biasanya dihiasi dengan kehadiran tumpeng. Bukan Tumpeng Maut lakon ludrukannya Cak Kartolo cs lho! Selain
menjadi simbol rasa syukur, tumpeng juga menjadi petanda adanya acara
makan-makan. Pemotongan tumpeng dilakukan usai acara sambutan-sambutan dari
pejabat plus tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Tanpa mengurangi
kesakralan, alangkah lebih menariknya jika dalam rundown acara Malam Renungan 17-an juga diselipkan agenda lain agar
hadirin tidak berlama-lama duduk diam dan menjadi pendengar yang baik dan
benar. Mungkin beberapa pilihan agenda berikut ini bisa menjadi alternatif.
Diskusi
Tentang Sejarah Perjuangan
Sejarah
perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan selama ini sudah berkali kita
buka di buku dan pelajaran di sekolah. Tapi bagaimana jika sejarah perjuangan
itu didiskusikan bersama pakar, peneliti, pemerhati, pelaku sejarah (dan atau ahli warisnya)?
Sejarah
perjuangan yang kita diskusikan tidak hanya dalam bentuk hafalan peristiwa dan
tanggal kejadian. Tapi lebih fokus pada hukum sebab-akibat. Misalnya, mengapa Bung Karno
dan Bung Hata sampai diculik ke Rengasdengklok? Apa yang menjadi latar belakang Pertempuran 5 Hari di Semarang? Palagan Ambarawa? Puputan Margarana? dan masih banyak lagi peristiwa heroik lainnya seantero nusantara.
Berat ya tema diskusinya? Kalau dirasa berat, bisa dipilih tema kisah sejarah perjuangan yang lebih
ringan. Misalnya, sejarah dan kemujaraban bambu runcing dalam perjuangan
merebut kemerdekaan. Atau, sejarah telik sandi wanita (yang cantik) dari masa ke masa?
Tanya
Jawab Tentang Sosok Pahlawan Lokal
Perjuangan
merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini adalah perjuangan semesta.
Artinya perlawanan terhadap penjajah tidak hanya terjadi di Jakarta dan
sekitarnya saja, namun terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Hanya saja, waktu
dan tempatnya yang berbeda.
Dengan kata
lain, sosok pahlawan tidak hanya yang terpampang di dinding kelas dan menjadi
nama jalan. Sosok pahlawan tersebar merata dan tak terhitung jumlahnya.
Masing-masing daerah memiliki sosok pahlawan yang belum banyak disebut dalam buku pelajaran sejarah dan berjuang dengan cara dan
pengorbanannya masing-masing. Ada Sakerah di Pasuruan, ada Sarip di Tambakoso,
ada Kyai As’ad Syamsul Arifin di Situbondo, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Menjadi berbeda
dan lebih manfaati jika di acara Malam Renungan 17-an kita menggelar acara
tanya jawab tentang sosok pahlawan di daerah kita masing-masing. Jujur saja,
kadang kita tidak tahu kalau di daerah kita dulu ada pahlawan yang sedemikian
luar biasa berkorban demi tercapainya kemerdekaan.
Nobar
Film Perjuangan
Nah, ini pilihan
acara yang mungkin paling disukai kaum muda. Nonton bareng film perjuangan bisa
jadi pilihan acara yang paling banyak dipilih. Selain karena terlihat lebih
meriah, biaya dan usahanya juga lebih ringan ketimbang menghadirkan pakar dan
atau pelaku sejarah (meski lokal).
Film-film seperti Soerabaia 45, November 1908, Janur Kuning, Sang Kyai, dll bisa dipilih salah satu. Tenang, download di internet banyak kok.
Bagaimana? Tentu
saja, di penghujung acara tetap kita tutup dengan mendoakan bersama arwah para
pahlawan bangsa ini. Dan, jangan lupa, tulis review acara tersebut dan kirim ke www.negerikertas.com. Merdeka!!!!
--o0o--
Mojokerto, 2019-2023
Anjrah Lelono Broto, aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa.
Beberapa puisinya masuk dalam buku antologi bersama Buku karyanya adalah Esem Ligan Randha
Jombang (2010), Emak, Sayak, Lan Hem Kothak-Kothak (2015), Nampan Pencakan (2017), Permintaan
Hujan Jingga (2019), Kontra
Diksi Laporan Terkini (2020), dan Garwaku
Udan lan Anakku Mendung (2022). Terundang dalam agenda Kongres Bahasa Jawa VI (2016), Muktamar Sastra (2018), Kongres Budaya Jawa
(2018), dan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia III (2020). Karya naskah teaternya “Nyonya Cayo” meraih nominasi dalam Sayembara Naskah Lakon DKJT 2018.
Sekarang bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA), dan
Komite Sastra Dewan Kesenian Mojokerto (DKKM). Kontak FB: anjrahlelonobroto, dan WA: 085854274197.
0 Komentar
Kirimkan Artikel dan Berita seputar Sastra dan Seni Budaya ke WA 08888710313